semburat jingga

semburat jingga
tenggelam.... kembali

Rabu, 03 Maret 2010

TEKNOLOGI INFORMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI


PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI
Oleh Diana Eka Siskarini
080210193001
BAB I
PENDAHULUAN




1.1 Latar belakang
Dunia telah berubah. Dewasa ini kita hidup dalam era informasi/global. Dalam era informasi, kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi telah memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang cepat tanpa terhambat oleh batas ruang dan waktu (Dryden & Voss, 1999). Berbeda dengan era agraris dan industri, kemajuan suatu bangsa dalam era informasi sangat tergantung pada kemampuan masyarakatnya dalam memanfaatkan pengetahuan untuk meningkatkan produktifitas. Karakteristik masyarakat seperti ini dikenal dengan istilah masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). Siapa yang menguasai pengetahuan maka ia akan mampu bersaing dalam era global.
Oleh karena itu, setiap negara berlomba untuk mengintegrasikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegaranya untuk untuk membangun dan membudayakan masyarakat berbasis pengetahuan agar dapat bersaing dalam era global. Apa akibatnya? Negara yang telah maju dan mampu mengintegrasikan teknologi tersebut secara sistemikatau holistik, melompat berkali lipat jauh lebih maju. Beberapa contoh yang telah maju dan jauh meninggalkan diantaranya adalah Singapura, Jepang dan Korea. Sementara itu, negara-negara berkembang lain yang belum mampu mengintegrasikan teknologi tersebut secara komprehensif semakin berkali lipat jauh tertinggal. Kondisi seperti ini dinamakan kesenjangan digital (digital divide).
Indonesia perlu segera mengurangi kesenjangan digital ini dengan mengintegrasikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) secara sistemik untuk semua sektor pemerintahan seperti perdagangan/bisnis, administrasi publik, pertahanan dan keamanan, kesehatan dan termasuk pendidikan. Dalam pendidikan sangat perlu sekali dikembangkan pembelajaran berbasis TIK karena TIK sangat bermanfaat bagi pendidikan . Dalam makalah ini ,penulis ingin mengupas masalah peranan TIK dalam pendidikan ,khususnya dalam ruang lingkup Biologi.

1.2 Rumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang penulis ingin coba dibahas dalam makalah ini adalah meliputi:
1) Apa yang dimaksud dengan pengintegrasian atau memanfaatkan TIK ke dalam proses pembelajaran Biologi?
2) Mengapa TIK perlu dalam pembelajaran Biologi?;
3) Kegunaan TIKdalam proses pembelajaran Biologi?
4) Bagaimana mengintegrasikan atau memanfaatkan kegunaan TIK dalam belajar Biologi?

1.3.Tujuan
Tujuan dari pada pembuatan makalah tentang Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah antara lain :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pengintegrasian TIK dalam proses pembelajaran Biologi;
2. Mengetahui perlunya pengintegrasian TIKdalam proses pembelajaran Biologi
3. Mengetahui kegunaan TIK dalam pembelajaran Biologi
4. Mengetahui bagaimana pengintegrasian Teknologi Informasi dan Komunikasi dalambelajar Biologi.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Hidup dalam era informasi di abad 21 ini merupakan kenyataan. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan era global saat ini. Untuk mendorong kesiapan SDM di era global melalui pendidikan di sekolah, maupun di perguruan tinggi,pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran Biologi perlu dilakukan untuk:
1) mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa khususnya dalam bidang Biologi;
2) mengembangkan keterampilan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi (ICT literacy) itu sendiri, untuk kelancaran proses belajar dalam ruang lingkup Biologi,
3) untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi dan kemenarikan proses pembelajaran di bidang biologi.
Perkembangan teknologi informasi sangat penting dan sangat berguna untuk mendukung kegiatan belajar khususnya Biologi.Teknologi informasi dan komunikasi dapat mendukung siswa atau mahasiswa untuk aktif dalam proses belajar sehingga lebih mudah dan efektif. Untuk lebih jelas akan dibahas dalam pembahasan.
Pengembangan dan pemanfaatan media pembelajaran berbasik TI baik yang bersifat off-line maupun on-line, bisa dimanfaatkan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berminat. Teknologi informasi dan Komunikasi (TIK), dalam jangka waktu yang relatif singkat, berkembang dengan sangat pesat. Pengguna Internet di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Berdasarkan data perkiraan APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) sampai dengan akhir tahun 2005 pengguna internet indonesia mencapai 16 juta pengguna, naik hampir 50 % dibandingkan dengan data pengguna internet tahun 2004 yang mencapai 11 juta pengguna (www.wahanakom.com).
Dalam kebijakan nasional, TIK menjadi kunci dalam 2 hal yaitu
(1) effisiensi proses, dan
(2) memenangkan kompetisi.
Demikian juga dengan lembaga pendidikan .Tanggung jawab pendidikan dalam memasuki era globalisasi yaitu harus menyiapkan siswa atau mahasiswa untuk menghadapi semua tantangan yang berubah sangat cepat dalam masyarakat kita. Hal ini menyebabkan pendidikan mulai dari tingkat terendah maupun sampai tingkat atas dituntut untuk mampu menghasilkan SDM-SDM unggul yang mampu bersaing dalam kompetisi global ini.
Pada era globalisasi saat ini sangat berkembang teknologi canggih,terutama teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan manusia tentang ruang dan waktu.















BAB III
PEMBAHASAN

Perkembangan teknologi terutama teknologi komunikasi dan teknologi informasi (ICT), yang telah memperngaruhi sluruh aspek kehiduan tak terkeculai pendidikan, sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk memberikan dukungan terhadap adanya tuntutan reformasi dalam system pendidikan.
Pengembangan dan pemanfaatan media pembelajaran berbasik TI baik yang bersifat off-line maupun on-line, bisa dimanfaatkan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berminat. Teknologi informasi dan Komunikasi (TIK), dalam jangka waktu yang relatif singkat, berkembang dengan sangat pesat. Pengguna Internet di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Berdasarkan data perkiraan APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) sampai dengan akhir tahun 2005 pengguna internet indonesia mencapai 16 juta pengguna, naik hampir 50 % dibandingkan dengan data pengguna internet tahun 2004 yang mencapai 11 juta pengguna (www.wahanakom.com).
Dalam kebijakan nasional, TIK menjadi kunci dalam 2 hal yaitu
(1) effisiensi proses, dan
(2) memenangkan kompetisi.
Demikian juga dengan lembaga pendidikan .Tanggung jawab pendidikan dalam memasuki era globalisasi yaitu harus menyiapkan siswa atau mahasiswa untuk menghadapi semua tantangan yang berubah sangat cepat dalam masyarakat kita. Hal ini menyebabkan pendidikan mulai dari tingkat terendah maupun sampai tingkat atas dituntut untuk mampu menghasilkan SDM-SDM unggul yang mampu bersaing dalam kompetisi global ini.
Pada era globalisasi saat ini sangat berkembang teknologi canggih,terutama teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan manusia tentang ruang dan waktu.
perkembangan teknologi informasi merupakan suatu perkembangan sarana informasi dan komunikasi yang sangat bermanfaat bagi bangsa indonesia untuk sarana pendukung belajar khususnya dalam lingkup Biologi.dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi ini kita dapat mendapatkan informasi tentang Biologi dengan mudah .Sekarang di Indonesia, sedang pengintegrasian teknologi TIK dalam proses belajar untuk semua bidang salah satunya adalah pendidikan khususnya dalam Biologi ,untuk mengurangi kesenjangan digital .Sementara itu, yang dimaksud dengan teknologi informasi dan komunikasi disini meliputi teknologi cetak maupun non-cetak (seperti teknologi audio, audio-visual, multimedia, internet dan pembelajaran berbasis web).
Apa yang Dimaksud dengan Mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran?
Secara sederhana, mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran sama maknanya dengan menggunakan TIK untuk belajar (using ICTs to learn) sebagai lawan dari belajar menggunakan TIK (learning to use ICTs). Belajar menggunakan TIK mengandung makna bahwa TIK masih dijadikan sebagai obyek belajar atau mata pelajaran.
Sebenarnya, UNESCO mengklasifikasikan tahap penggunaan TIK dalam pembelajaran kedalam empat tahap sebagai beirkut:
1) Tahap emerging, baru menyadari akan pentingnya TIK untuk pembelajaran dalam Biologi.
2) Tahap applying, satu langkah lebih maju dimana TIK telah dijadikan sebagai obyek untuk dipelajari (mata pelajaran) hal ini dilakukan agar peserta didik dapat memanfaatkan TIK yang sedang berkembang saat ini, untuk mendapatkan informasi tentang Biologi dengan cepat dan mudah.
3) Pada tahap integrating, TIK telah diintegrasikan ke dalam kurikulum (pembelajaran) untuk menujang pembelajaran Biologi agar lebih mudah diserap atau mudah dimengerti oleh peserta didik dalam pembelajaran Biologi..
4) Tahap transforming merupakan tahap yang paling ideal dimana TIK telah menjadi katalis bagi perubahan/evolusi pendidikan.
TIK diaplikasikan secara penuh baik untuk proses pembelajaran Biologi . Apa yang terjadi dalam praktek pembelajaran di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, TIK masih dijadikan sebagai obyek atau mata pelajaran. Sebagian besar, TIK masih dijadikan sebagai obyek belajar atau mata pelajaran di sekolah-sekolah. Bahkan di tingkat perguruan tinggi atau akademi, banyak dibuka program studi yang berkaitan dengan TIK, seperti teknik informatika, manajemen informatika, teknik komputer, dan lain-lain,agar penerus bangsa dapat memanfaatkan perkembangan teknologi yang semakin berkembang,untuk menunjang sarana belajar khususnya dalam ruang lingkup Biologi.
Mengapa perlu adanya Pengintegrasian TIK ke dalam Proses Pembelajaran Biologi ?
Jawabannya sangat berkaitan erat dengan mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia untuk siap memasuki era masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). Tahun 2020 Indonesia akan memasuki era perdagangan bebas (AFTA). Pada masa itu, masyarakat Indonesia harus memiliki ICT literacy yang mumpuni dan kemampuan menggunakannya untuk meningkatkan produktifitas (knowledge-based society). pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran Biologi dapat meningkatkan ICT literacy, membangun karakteristik masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society) pada diri siswa, disamping dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran Biologi itu sendiri.
Dalam pembelajaran Biologi selalu diadakan kegiatan praktikum untuk menujang kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan bahan atau contoh yang nyata,misalnya praktikum tentang morfiologi tumbuhan disana para peserta praktikum membawa bahan yang akan di praktikumkan.selain bahan alat laboratorium Biologi juga perlu,dan untuk mendapatkan alat yang ada dalam laboratorum Biologi tidak dengan mudah kita dapat kita beli di pasar seperti barang lain,disini kita perlu memesan dan memesan alat laboratorium itu tentunya kita sudah berhubungan dengan alat canggih yang berbasis TIK,untuk memcari informasi tentang peralatan laboratoriumtersebut,misalnya akses lewat internet ataupun langsung menghubungi penyedia peralatan tersebut.
Pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran Biologi memiliki tiga tujuan utama:
(1) untuk membangun ”knowledge-based society habits” dalam Biologi seperti kemampuan memecahkan masalah (problem solving) tentang Biologi kemampuan berkomunikasi, kemampuan mencari informasi tentang Biologi, mengoleh/mengelola informasi tersebut ,dan mengubahnya menjadi pengetahuan baru dan mengkomunikasikannya kepada oranglain;
(2) untuk mengembangkan keterampilan menggunakan TIK (ICT literacy); dan
(3) untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran Biologi.

Apakah kegunaan TIK dalam pembelajaran Biologi?
Secara teoretis TIK memainkan peran yang sangat luar biasa untuk mendukung terjadinya proses belajar dalam lingkup Biologi antara lain adalah sebagai berikut:
• Active; memungkinkan siswa atau mahasiswa dapat terlibat aktif oleh adanya proses belajar Biologi yang menarik dan bermakna.
• Constructive; memungkinkan siswa atau mahasiswa dapat menggabungkan ide-ide baru kedalam pengetahuan Biologi yang telah dimiliki sebelumnya untuk memahami makna atau keinginan tahuan dan keraguan yang selama ini ada dalam benaknya.
• Collaborative; memungkinkan siswa dalam suatu kelompok atau komunitas yang saling bekerjasama, berbagi ide, saran atau pengalaman, menasehati dan memberi masukan untuk sesama anggota kelompoknya.
• Intentional; memungkinkan siswa dapat secara aktif dan antusias berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
• Conversational; memungkinkan proses belajar Biologi secara inherent merupakan suatu proses sosial dan dialogis dimana siswa atau mahasiswa memperoleh keuntungan dari proses komunikasi tersebut baik di dalam maupun luar jam pelajaran.
• Contextualized; memungkinkan situasi belajar Biologi diarahkan pada proses belajar Biologi yang bermakna (real-world) melalui pendekatan ”problem-based atau case-based learning”
• Reflective; memungkinkan siswa atau mahasuswa dapat menyadari apa yang telah ia pelajari serta merenungkan apa yang telah dipelajarinya sebagai bagian dari proses belajar Biologi itu sendiri.
Dengan kata lain, TIK memungkinkan pembelajaran Biologi dapat disampaikan untuk berbagai modalitas belajar Biologi(multisensory), baik audio, visual, maupun kinestetik . dengan kemajuan TIK memungkinkan pembelajaran Biologi disampaikan secara interaktif dan simulatif sehingga memungkinkan siswa atau mahasiswa belajar secara aktif. TIK juga memungkinkan untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem solving, pengambilan keputusan, dll.) serta secara tidak langsung meningkatkan ”ICT literacy” .
Dengan kata lain, pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran dapat membangun karakteristik masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society) pada diri siswa atau mahasiswa. Jika pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran dilakukan sejak saat ini ,maka penerus bangsa ini akan siap menjadi bagian dari masyarakat global pada masa diberlakukannya AFTA tahun 2020 mendatang. Penulis merasa bahwa pengintegrasian kemajuan TIK yang sangat bermanfaat ini ke dalam proses pembelajaran merupakan masalah yang ”urgent” untuk mempersiapkan sumber daya manusia berbasis pengetahuan (knowledge-based human resources) yang sangat diperlukan di abad ke-21 ini.
Perkembangan TIK yang semakin mutakhir saat ini telah membawa revolusi pendidikan yang keempat. Revolusi pertama terjadi ketika orang menyerahkan pendidikan anaknya kepada seorang guru. Revolusi kedua terjadi ketika diguanakannya tulisan untuk keperluan pembelajaran. Revolusi ketiga terjadi seiring dengan ditemukannya mesin cetak sehingga materi pembelajaran dapat disajikan melalui media cetak. Revolusi keempat terjadi ketika digunakannya perangkat elektronik seperti radio, televisi komputer dan internet untuk pemerataan dan perluasan pendidikan.

Bagaimana mengintegrasikan manfaat TIK dalam belajar Biologi?

Dua pendekatan yang dapat dilakukan guru Biologi ketika merencanakan pembelajaran Biologi yang mengintegrasikan TIK, yaitu:
1) pendekatan topik (theme-centered approach); dan
2) pendekatan software (software-centered approach).
• Pendekatan Topik (Theme-Centered Approach);
Pada pendekatan ini, topik atau satuan pembelajaran dijadikan sebagai acuan. Secara sederhana langkah yang dilakukan adalah:
1) menentukan topik tentang Biologi;
2) menentukan tujuan pembelajaran Biologi yang ingin dicapai; dan
3) menentukan aktifitas pembelajaran Biologi dan software (seperti modul. LKS, program audio, VCD/DVD, CD-ROM, bahan belajar on-line di internet, dll) yang relevan untuk mencapai tujuan pembelajaran Biologi tersebut.
• Pendekatan Software (Software-centered Approach);
menganut langkah yang sebaliknya. Langkah pertama dimulai dengan mengidentifikasi software (seperti bku, modul, LKS, program audio, VCD/DVD, CD-ROM, bahan belajar on-line di internet, dll) yang ada atau dimiliki terlebih dahulu. Kemudian menyesuaikan dengan topik dan tujuan pembelajaran Biologi yang relevan dengan software yang ada tersebut. MSWord. Atau kalau perlu mempresentasikan hasilnya dengan menggunakan MSPowerpoint.












BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan peran TIK dalam proses belajar Biologi sangatlah penting karena dengan perkembangan TIK saat ini dapat memudahkan kita dalam mencari informasi khususnya dalam bidang Biologi ,sehingga pengintegrasian TIK dalam proses belajar Biologi sangat penting.
Beberapa peranan TIK dalam pembelajaran Biologi dapat mendukung proses belajar Biologi dan mendukung siswa atau mahasiswa antaralain adalah active ,constructive ,collaborative ,intentional ,conversational ,contextualized dan ,reflective.
• Active; memungkinkan siswa atau mahasiswa dapat terlibat aktif oleh adanya proses belajar Biologi yang menarik dan bermakna.
• Constructive; memungkinkan siswa atau mahasiswa dapat menggabungkan ide-ide baru kedalam pengetahuan Biologi yang telah dimiliki sebelumnya untuk memahami makna atau keinginan tahuan dan keraguan yang selama ini ada dalam benaknya.
• Collaborative; memungkinkan siswa dalam suatu kelompok atau komunitas yang saling bekerjasama, berbagi ide, saran atau pengalaman, menasehati dan memberi masukan untuk sesama anggota kelompoknya.
• Intentional; memungkinkan siswa dapat secara aktif dan antusias berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
• Conversational; memungkinkan proses belajar Biologi secara inherent merupakan suatu proses sosial dan dialogis dimana siswa atau mahasiswa memperoleh keuntungan dari proses komunikasi tersebut baik di dalam maupun luar jam pelajaran.
• Contextualized; memungkinkan situasi belajar Biologi diarahkan pada proses belajar Biologi yang bermakna (real-world) melalui pendekatan ”problem-based atau case-based learning”
• Reflective; memungkinkan siswa atau mahasuswa dapat menyadari apa yang telah ia pelajari serta merenungkan apa yang telah dipelajarinya sebagai bagian dari proses belajar Biologi itu sendiri.
Dengan kata lain, TIK memungkinkan pembelajaran Biologi dapat disampaikan untuk berbagai modalitas belajar Biologi(multisensory), baik audio, visual, maupun kinestetik . dengan kemajuan TIK memungkinkan pembelajaran Biologi disampaikan secara interaktif dan simulatif sehingga memungkinkan siswa atau mahasiswa belajar secara aktif. TIK juga memungkinkan untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem solving, pengambilan keputusan, dll.) serta secara tidak langsung meningkatkan ”ICT literacy” .

4.2 Saran
Sebaiknya pembelajaran dengan memanfaatkan TIK disekolah maupun diperguruan tinggi lebih di tingkatkan lagi agar proses belajar lebih lancar dan mudah dimengerti peserta didik,agar para peserta didik bisa lebih terampil memanfaatkan perkembangan teknologi informasi yang semakin maju di era globalisasi ini ,untuk mendukung proses pendidikannya menjadi lebih lancar.










DAFTAR PUSTAKA

www.wahanakom.com.
http://www.edukasi.net
http://www.jis.or.idhttp://www.oke.or.idhttp://www.wahanakom.com Simposium Pendidikan 2008 36
http.//puslitjaknov.org/data/file/2008/makalah_poster_session_pdf/MuhammadAnas_PemanfaatanInformasidanKomunikasi(TIK).pdf
http://www.wtvi.com/teks/integrate/tcea2001/powerpoi
http://www.wtvi.com/teks/tiantoutline.pdf
http://www.microlessons.com

TEKNOLOGI INFORMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI







PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI
disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Teknologi Informasi
pada semester II





Oleh :
Kedawung Senja (080210193047)


BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Memasuki era globalisasi yang sangat kompleks, manusia dituntut untuk terus maju dan berkembang. Ilmu atau sains merupakan suatu bekal yang harus dimiliki manusia agar tetap bisa survive menjalani hidup dengan berbagai kemajuan teknologi yang semakin canggih ini. Pengalaman dan wawasan sains yang luas merupakan kunci untuk mencapai suatu kesuksesan, yang tentunya tidak terlepas dari kerja keras manusia itu sendiri.
Pendidikan memegang peranan penting dalam peningkatan taraf hidup suatu bangsa dan negara, sebagai tolak ukur terhadap peradaban kemajuan suatu bangsa; maka pendidikan merupakan pilar utama dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta sebagai upaya dalam mengahadapi era globalisasi dan teknologi modern. Pendidikan sebagai wadah pengembangan dan peningkatan potensi individu, baik potensi akademik maupun non akademik; maka diperlukan sistem pengajaran yang menarik, rekreatif dan efektif, sehingga siswa termotivasi belajar, menggali dan mengembangkan potensi kecerdasannya.
Meningkatnya jumlah pengangguran dan tindak kriminalitas merupakan indikator dimana sistem pendidikan belum mampu mencetak produk yang dibutuhkan dunia global, yaitu belum sempurnanya bekal pendidikan berupa daya kreatifitas dan inovasi, sehingga masih belum mampu menjawab tantangan dunia yang semakin canggih.
Kemajuan bangsa terletak pada kemauan komponen masyarakat yang ingin bangsanya lebih maju dan berkualitas melalui berbagai metode, diantaranya adalah meningkatkan pembelajaran ilmu Biologi yang lebih baik.

1.2 Rumusan Masalah
1.3.1. Bagaimana peranan teknologi informasi dalam bidang pendidikan?
1.3.2. Bagaimana peranan teknologi informasi sebagai media pembelajaran Biologi?

1.3 Tujuan
1.3.1. Untuk mnegetahui peranan teknologi informasi dalam bidang pendidikan.
1.3.2. Untuk mnegetahui peranan teknologi informasi sebagai media pembelajaran biologi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA


1.1 Teknologi informasi
Teknologi Informasi dilihat dari kata penyusunnya adalah teknologi dan informasi. Teknologi informasi adalah hasil rekayasa manusia terhadap proses penyampaian informasi dari bagian pengirim ke penerima sehingga pengiriman informasi tersebut akan lebih cepat, lebih luas sebarannya, dan lebih lama penyimpanannya. Teknologi informasi juga didefinisikan sebagai teknologi pengolahan dan penyebaran data menggunakan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software), komputer, komunikasi, dan elektronik digital. Istilah teknologi informasi mulai populer pada akhir tahun 70-an. Sebelumnya istilah teknologi informasi biasa disebut teknologi komputer atau pengolahan data elektronis (electronic data processing).
Pada awal sejarah, manusia bertukar informasi melalui bahasa. Maka bahasa adalah teknologi. Bahasa memungkinkan seseorang memahami informasi yang disampaikan oleh orang lain. Tetapi bahasa yang disampaikan dari mulut ke mulut hanya bertahan sebentar saja, yaitu hanya pada saat si pengirim menyampaikan informasi melalui ucapannya itu saja. Setelah ucapan itu selesai, maka informasi yang berada di tangan si penerima itu akan dilupakan dan tidak bisa disimpan lama. Selain itu jangkauan suara juga terbatas. Untuk jarak tertentu, meskipun masih terdengar, informasi yang disampaikan lewat bahasa suara akan terdegradasi bahkan hilang sama sekali.
Setelah itu teknologi penyampaian informasi berkembang melalui gambar. Dengan gambar jangkauan informasi bisa lebih jauh. Gambar bisa dibawa dan disampaikan kepada orang lain. Selain itu informasi yang ada akan bertahan lebih lama. Beberapa gambar peninggalan jaman purba masih ada sampai sekarang sehingga manusia sekarang dapat (mencoba) memahami informasi yang ingin disampaikan pembuatnya.
Dengan ditemukannya alfabet dan angka arabik memudahkan cara penyampaian informasi yang lebih efisien dari cara yang sebelumnya. Suatu gambar yang mewakili suatu peristiwa dibuat dengan kombinasi alfabet, atau dengan penulisan angka, seperti MCMXLIII diganti dengan 1943. Teknologi dengan alfabet ini memudahkan dalam penulisan informasi itu.
Kemudian, teknologi percetakan memungkinkan pengiriman informasi lebih cepat lagi. Teknologi elektronik seperti radio, TV, komputer mengakibatkan informasi menjadi lebih cepat tersebar di area yang lebih luas dan lebih lama tersimpan.

1.2 Pembelajaran Biologi
Biologi adalah ilmu mengenai kehidupan (=biologie dalam istilah bahasa Belanda), diturunkan dari gabungan kata bahasa Yunani, bios ("hidup") dan logos ("lambang", "ilmu"). Sampai tahun 1970-an digunakan istilah ilmu hayat (dari bahasa Arab, artinya "ilmu kehidupan"). Ilmu Biologi dirintis oleh Aristoteles, ilmuwan berkebangsaan Yunani. Dalam terminologinya, "filosofi alam" adalah cabang filosofi yang meneliti fenomena alam, dan mencakupi bidang yang sekarang disebut sebagai fisika, biologi, dan ilmu pengetahuan alam lainnya.
Obyek kajian Biologi sangat luas dan mencakup semua makhluk hidup. Sehungga dikenal berbagai cabang biologi yang mengkhususkan diri pada setiap kelompok organisme, seperti botani, zoologi, dan mikrobiologi. Berbagai aspek kehidupan dikaji. Ciri-ciri fisik dipelajari dalam anatomi, sedang fungsinya dalam fisiologi; Perilaku dipelajari dalam etologi, baik pada masa sekarang dan masa lalu (dipelajari dalam biologi evolusioner dan paleobiologi); Bagaimana makhluk hidup tercipta dipelajari dalam evolusi; Interaksi antarsesama makhluk dan dengan alam sekitar mereka dipelajari dalam ekologi; Mekanisme pewarisan sifat yang berguna dalam upaya menjaga kelangsungan hidup suatu jenis makhluk hidup dipelajari dalam genetika.
Pada masa kini, biologi mencakup bidang akademik yang sangat luas, bersentuhan dengan bidang-bidang sains yang lain, dan sering kali dipandang sebagai ilmu yang mandiri. Namun, pencabangan biologi selalu mengikuti tiga dimensi yang saling tegak lurus: keanekaragaman (berdasarkan kelompok organisme), organisasi kehidupan (taraf kajian dari sistem kehidupan), dan interaksi (hubungan antarunit kehidupan serta antara unit kehidupan dengan lingkungannya).
Biologi merupakan ilmu yang sudah cukup tua, hal ini dikarenakan sebagian besar berasal dari keingintahuan manusia tentang dirinya, tentang lingkungan dan tentang kelangsungan hidupnya (Rustaman.2005: 7). Dalam proses pembelajaran biologi diperlukan adanya suatu model dan pendekatan pembelajaran yang jelas, efektif dan humoris serta media yang digunakan sebagai alat dan bahan kegiatan pembelajaran. Sebagai contoh media kaset audio, merupakan media auditif yang mengajarkan topik-topik pembelajaran yang bersifat verbal seperti pengucapan (pronounciation) bahasa asing.
Kendala utama yang dirasakan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran Biologi di kelas adalah terlalu monotonnya pelaksanaan proses pembelajaran, yaitu terutama dalam penggunaan metode dan media serta evaluasi pembelajaran. Dimana menurut siswa metode yang dominan digunakan hanya ceramah dan tanya jawab, sedangkan medianya hanya meliputi papan tulis dan spidol sebagai alat tulis. Sedangkan pelaksanaan penilaian hanya bersifat ujian tulis saja.
Oleh karena itu demi mendorong siswa yang kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran Biologi, maka harus ada pemanfaatan media pembelajaran yang relevan, terutama pe,enfaatan mendia pembelajaran berbasis Teknologi Informasi.
Ketika membicarakan tentang media pembelajaran, harus diketahui dahulu konsep abstrak dan konkrit dalam pembelajaran, karena proses belajar mengajar hakikatnya adalah proses komunikasi, penyampaian pesan dari pengantar ke penerima. Pesan berupa isi/ajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi baik verbal (kata-kata dan tulisan) maupun non-verbal, proses ini dinamakan encoding. Penafsiran simbol-simbol komunikasi tersebut oleh siswa dinamakan decoding.
Penafsiran tersebut relatif berhasil. Kegagalan/ketidakberhasilan dalam memahami apa yang didengar, dibaca, dilihat atau diamati adalah penghambat dalam proses komunikasi, yang dikenal dengan istilah barriers atau noise. Semakin banyak verbalisme, maka semakin abstrak pemahaman yang diterima.
Menurut diagram cone of learning dari Edgar Dale pentingnya media dalam pendidikan adalah:
1. memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
2. mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indra.
3. menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar.
4. memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan kinestetiknya.
5. memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman & menimbulkan persepsi yang sama.
Selain itu, kontribusi media pembelajaran menurut Kemp and Dayton, 1985:
1. Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar
2. Pembelajaran dapat lebih menarik
3. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar
4. Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek
5. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan
6. Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan
7. Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan
8. Peran guru berubahan kearah yang positif
Karakteristik dan kemampuan masing-masing media perlu diperhatikan oleh guru agar mereka dapat memilih media mana yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
Pengelolaan alat bantu pembelajaran sangat dibutuhkan. Bahkan pertumbuhan ini bersifat gradual. Metamorfosis dari perpustakaan yang menekankan pada penyediaan meda cetak, menjadi penyediaan-permintaan dan pemberian layanan secara multi-sensori dari beragamnya kemampuan individu untuk menyerap informasi, menjadikan pelayanan yang diberikan mutlak wajib bervariatif dan secara luas. Selain itu, dengan semakin meluasnya kemajuan di bidang komunikasi dan teknologi, serta ditemukannya dinamika proses belajar, maka pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pengajaran semakin menuntut dan memperoleh media pendidikan yang bervariasi secara luas pula. Klasifikasi dan jenis media bisa berupa:
1) Media yang tidak diproyeksikan, berupa Realia, model, bahan grafis, display;
2) Media yang diproyeksikan, berupa OHT, Slide, Opaque;
3) Media video, berupa Video;
4) Media berbasis komputer, berupa Computer Assisted I nstructional (Pembelajaran Berbasis Komputer);
5) Multimedia kit, berupa Perangkat praktikum.






BAB III PEMBAHASAN


3.1. Peranan teknologi informasi dalam bidang pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor determinan kualitas SDM. Akses setiap guru untuk meningkatkan kapasitas diri dengan mengikuti perkuliahan di pendidikan tinggi harus dibuka seluas-luasnya karena pendidikan merupakan hak asasi warganegara. Pendidikan adalah kunci untuk menciptakan, mengadaptasi dan menyebarkan ilmu pengetahuan.
Menurut Resnick (2002) ada tiga hal penting yang harus dipikirkan ulang dalam modernisasi pendidikan, yitu:
1) Bagaimana kita belajar (how people learn)
2) Apa yang kita pelajari (what people learn)
3) Kapan dan dimana kita belajar (when and where people learn)
Dengan mencermati jawaban dari ketiga pertanyaan tersebut, maka jelaslah bahwa peranan teknologi informasi dalam bidang pendidikan dapat dirumuskan.
Salah satu permasalahan utama pendidikan adalah disparitas mutu pendidikan khususnya yang berkaitan dengan hal berikut:
1. ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang belum memadai baik secara kuantitas maupun kualitas, serta kesejahteraannya;
2. sarana prasarana belajar yang belum tersedia, dan bilapun tersedia belum didayagunakan secara optimal;
3. pendanaan pendidikan yang belum memadai untuk menunjang mutu pembelajaran;
4. proses pembelajaran yang belum efisien dan efektif; dan
5. penyebaran sekolah yang belum merata, ditandai dengan belum meratanya partisipasi pendidikan antara kelompok masyarakat, seperti masih terdapatnya kesenjangan antara penduduk kaya dan miskin, kota dan desa, laki-laki dan perempuan, antar wilayah.
Permasalahan tersebut bertambah parah karena tidak didukung dengan komponen-komponen utama pendidikan seperti kurikulum, sumberdaya manusia pendidikan yang berkualitas, sarana dan prasarana, serta pembiayaan. Oleh karena itu pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan berupa pergantian kurikulum. Sejak tahun 1947 kurikulum pendidikan telah mengalami pergantian sebanyak tujuh kali, yang diterapkan dalam dunia pendidikan Indonesia yaitu kurikulum 1947, 1964, 1968, 1974, 1984, 1994, serta kurikulum yang lebih menekankan pada kompetensi peserta didik yaitu berupa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau kurikulum 2004 yang mulai diuji cobakan mulai tahun 2004 (Rustaman.2005:89). Standar nasional pendidikan merupakan acuan dan pedoman dalam mengembangkan kurikulum.
1) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh satuan pendidikan.
2) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 dan 23 tentang standar isi dan standar kompetensi lulusan merupakan sebagian acuan yang digunakan sekolah dalam menyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 19 menyebutkan bahwa standar nasional pendidikan yang terdiri dari standar isi, stadar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Kebijakan kurikulum 2004 ternyata belum mampu untuk menjawab kebutuhan global sehingga lahir kurikulum baru yang disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang berdasarkan atas potensi wilayah atau daerah.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan berdasarkan standar nasional memerlukan langkah dan strategi yang harus dikaji berdasarkan analisis yang cermat dan teliti. Analisis dilakukan terhadap tuntutan kompetensi yang tertuang dalam rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar; analisis mengenai kebutuhan dan potensi peserta didik, masyarakat, dan lingkungan; serta analisis peluang dan tantangan dalam memajukan pendidikan pada masa yang akan datang dengan dinamika dan kompleksitas yang semakin tinggi.
Upaya untuk memajukan pendidikan di suatu negara tidak terlepas dari peran seorang guru sehingga guru memegang peranan penting dalam menentukan tingkat keberhasilan suatu proses pembelajaran. Menurut Rustaman (2005:7), terdapat tiga komponen penting yang menentukan kualitas pendidikan dan berperan langsung dalam proses belajar mengajar, yaitu:
1. Siswa, merupakan subyek yang berperan dalam mencari pengetahuan, meningkatkan keterampilan dan yang berkaitan dengan pengetahuan yang dicari, sedangkan tugas siswa yaitu belajar untuk mengubah pola pikir.
2. Guru, merupakan subyek yang memiliki peran, tugas, serta kewenangan dalam proses mengajar. Di sini guru berperan sebagai pengatur kelas, penyampai informasi dan sebagai evaluator terhadap keberhasilan siswa dalam menyerap pelajaran.
3. Proses pembelajaran, adalah proses yang memungkinkan kedua komponen tersebut (siswa dan guru) saling berinteraksi, melalui materi pelajaran yang perlu dikuasai guru dengan memperhatikan kesiapan siswa. Pembelajaran merupakan suatu usaha manusia yang dilakukan dengan tujuan untuk membantu memfasilitasi belajar orang lain (Setyosari: 2001). Pembelajaran juga merupakan penyampaian suatu informasi melalui beberapa model pembelajaran dan aktivitas yang diarahkan untuk memudahkan pencapaian tujuan belajar secara spesifik dan yang diharapkan. Pembelajaran melibatkan beberapa hal yang terkait secara langsung dan berdampak terhadap berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran.
Dari ketiga komponen tersebut, guru merupakan faktor utama yang perlu mendapatkan prioritas lebih besar karena guru berperan sebagai penyampai informasi, pengelola kelas (learning manager), dan sebagai evaluator. Media pembelajaran juga mempengaruhi terhadap keefektifan dan kelancaran proses pembelajaran karena media berperan sebagai sarana untuk mempermudah dalam mencapai tujuan dalam proses pembelajaran.
Meningkatnya mutu pendidikan terlihat dari kualitas pembelajaran. Untuk itu pemanfaatan teknologi informasi dalam kurikulum pendidikan perlu diperhatikan. Untuk menjawab tantangan dunia, sudah saatnya pendidikan di negeri ini berfasilitas dan berbasis pada teknologi dan informasi. Dengan pesatnya perkembangan teknologi, tentunya semakin banyak media pembelajaran yang bisa dimanfaatkan dan diadakan.

3.2. Peranan teknologi informasi sebagai media pembelajaran biologi
Mata Pelajaran Biologi berdasarkan Standar Isi (SI) masuk dalam rumpun mata pelajaran IPA dan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Mata pelajaran Biologi mempelajari permasalahan yang berkait dengan fenomena alam, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, dan berbagai permasalahan yang berkait dengan penerapannya untuk membangun teknologi guna mengatasi permasalahan dalam kehidupan masyarakat. Fenomena alam dalam mata pelajaran Biologi dapat ditinjau dari objek, persoalan, tema, dan tempat kejadiannya.
2. Struktur keilmuan Biologi menurut BSCS (Biological Science Curriculum Study), Biologi memiliki objek berupa kerajaan/kingdom: (a) Plantae (tumbuhan), (b) Animalium (hewan), dan (c) Protista. Ketiga objek tersebut dikaji dari tingkat molekul, sel, jaringan dan organ, individu, populasi, komunitas, sampai tingkat bioma. Adapun persoalan yang dikaji meliputi 9 tema dasar yaitu: (a) Biologi (sains) sebagai proses inkuiri/penemuan (inquiry), (b) sejarah konsep biologi, (c) evolusi, (d) keanekaragaman dan keseragaman, (e) genetik dan keberlangsungan hidup, (f) organisme dan lingkungan, (g) perilaku, (h) struktur dan fungsi, dan (i) regulasi.
3. Pembelajaran Biologi memerlukan kegiatan penyelidikan/eksperimen sebagai bagian dari kerja ilmiah yang melibatkan keterampilan proses yang dilandasi sikap ilmiah. Selain itu, pembelajaran Biologi mengembangkan rasa ingin tahu melalui penemuan/inkuiri berdasarkan pengalaman langsung yang dilakukan melalui kerja ilmiah untuk memanfaatkan fakta, membangun konsep, prinsip, teori, dan hukum. Melalui kerja ilmiah, peserta didik dilatih untuk berpikir kreatif, kritis, analitis, dan divergen. Pembelajaran Biologi diharapkan dapat membentuk sikap peserta didik dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka akhirnya menyadari keindahan, keteraturan alam, dan meningkatkan keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Keterampilan proses dalam Biologi mencakup keterampilan dasar dan keterampilan terpadu. Keterampilan dasar meliputi keterampilan mengobservasi, mengklasifikasi, berkomunikasi, melakukan pengukuran metrik, memprediksi/meramal, menginferensi/menyimpulkan, dan menafsirkan. Keterampilan terpadu mencakup mengidentifikasi variabel, menentukan variabel operasional, menjelaskan hubungan antarvariabel, menyusun hipotesis, merancang prosedur dan melaksanakan penyelidikan/eksperimen untuk pengumpulan data, memproses/menganalisis data, menyajikan hasil penyelidikan/eksperimen dalam bentuk tabel/grafik, serta membahas, menyimpulkan, dan mengomunikasikan secara tertulis maupun lisan.
Belajar adalah proses internal dalam diri manusia maka guru bukanlah merupakan satu-satunya sumber belajar, namun merupakan salah satu komponen dari sumber belajar yang disebut orang. AECT (Associationfor Educational Communication and Technology) membedakan enam jenis sumber belajar yang dapat digunakan dalam proses belajar, yaitu:
1. Pesan; didalamnya mencakup kurikulum (GBPP) dan mata pelajaran.
2. Orang; didalamnya mencakup guru, orang tua, tenaga ahli, dan sebagainya.
3. Bahan; merupakan suatu format yang digunakan untuk menyimpan pesan pembelajaran, seperti buku paket, buku teks, modul, program video, film, OHT (over head transparency), program slide, alat peraga dan sebagainya (biasa disebut software).
4. Alat; yang dimaksud di sini adalah sarana (piranti, hardware) untuk menyajikan bahan pada butir 3 di atas. Di dalamnya mencakup proyektor OHP, slide, film tape recorder, dan sebagainya.
5. Teknik; yang dimaksud adalah cara (prosedur) yang digunakan orang dalam membeikan pembelajaran guna tercapai tujuan pembelajaran. Di dalamnya mencakup ceramah, permainan/simulasi, tanya jawab, sosiodrama (roleplay), dan sebagainya.
6. Latar (setting) atau lingkungan; termasuk didalamnya adalah pengaturan ruang, pencahayaan, dan sebagainya.
Bahan & alat yang kita kenal sebagai software dan hardware tak lain adalah media pendidikan.
Biologi sebagai ilmu yang cakupannya sangat kompleks, memerlukan media yang benar-benar mampu men-translate ilmu dari pendidik ke peserta didik. Media komputerisasi merupakan salah satu media yang perlu dimanfaatkan dalam pembelajaran Biologi, karena selain kemudahan dalam pembelajaran, media ini juga lebih mampu menstimulus peserta didik untuk menangkap materi yang disampaikan. Kesejahteraan bangsa tidakhanya diukur pada sumber daya alam dan modal yang bersifat fisik tetapi bersumber pada modal intelektual, social dan kepercayaan.Dengan demikian tuntutan untuk terus menerus, memutakhirkan pengetahuan khususnya ilmu Biologi menjadi suatu keharusan. Mutu lulusan telah sangat mempengaruhi ekonomi dari bangsa, oleh karena itu bangsa yang berhasil adalah bangsa yang berpendidikan denga mutu yang tingggi.
Dalam upaya meningkatkan standart mutu peran pendidik untuk meningkatkan proses pembelajaran dengan lebih mementingkan pada strategi pembelajaran. Strategi tersebut mempunyai tujuan agar pembelajaran lebih berjalan produktif dan bermakna. Pada prinsipnya belajar akan lebih bermakna jika anak mampu melaksanakan suatu proses atau praktik.
Banyak konsep pada pembelajaran Biologi membutuhkan pemikiran dari pendidik untuk memberikan pengalaman secara langsung karena siswa perlu dibantu untuk mengembangkan sejumlah ketrampilan proses supaya mereka mampu memahami konsep.
Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran Biologi adalah untuk tujuan berikut:
1. Untuk Tujuan Kognitif, dimana komputer dapat mengajarkan konsep-konsep aturan, prinsip, langkah-langkah, proses, dan kalkulasi yang kompleks. Komputer juga dapat menjelaskan konsep tersebut dengan dengan sederhana dengan penggabungan visual dan audio yang dianimasikan. Sehingga cocok untuk kegiatan pembelajaran mandiri.
2. Untuk Tujuan Psikomotor, dimana dengan bentuk pembelajaran yang dikemas dalam bentuk games dan simulasi sangat bagus digunakan untuk menciptakan kondisi dunia kerja. Beberapa contoh program antara lain; simulasi pendaratan pesawat, simulasi perang dalam medan yang paling berat dan sebagainya.
3. Untuk tujuan Afektif, bila program didesain secara tepat dengan memberikan potongan clip suara atau video yang isinya menggugah perasaan, pembelajaran sikap/afektif pun dapat dilakukan mengunakan media komputer.
Adapun media yang bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran Biologi yang berbasis teknologi informasi adalah media video dan computer.






















BAB IV PENUTUP


4.1. Kesimpulan
4.11. Teknologi informasi berperan penting dalam dunia pendidikan, yaitu untuk mencetak sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing dalam menjawab tantangan global;
4.12. Teknologi informasi sangant berperan sebagai fasilitas dan media pembelajaran sehingga mampu menstimulus siswa untuk menangkap materi yang disampaikan.

4.2. Saran
4.2.1. Pemerintah hendaknya semakin meningkatkan kualitas pendidikan yang berbasis teknologi informasi untuk mencetak SDM Indonesia yang berkualitas dan mampu menghadapi tantangan dunia global;
4.2.2. Para pendidik hendaknya memanfaatkan teknologi informasi dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran Biologi agar tercipta suasana belajar yang nyaman bagi peserta didik.





















DAFTAR PUSTAKA


http://digilib.petra.ac.id/viewer.php
http://elen-web.blogspot.com/
http://ktiptk.blogspirit.com
http://www.denpasarkota.go.id
http://hotimannasien.multiply.com
http://jchkumaat.wordpress.com
http://www.macromedia.co
http://media.diknas.go.id
http://id.wikipedia.org/wiki/Biologi
http://www.undp.org/hdro/hdi1.html

PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK







LINGKUNGAN KELUARGA SEBAGAI DESAIN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK

disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran
pada semester II




Disusun Oleh :
Nama : Kedawung Senja
NIM : (080210193047)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS JEMBER
2009

BAB I PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan modal pembangunan yang penting disamping kesehatan. Kualitas pendidikan suatu negara ikut menentukan maju tidaknya suatu bangsa atau negara tersebut. Kualitas pendidikan Indonesia sangat memprihatinkan. Data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala, menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Selain itu, data Balitbang (2003) mencatat bahwa dari ratusan ribu sekolah (SD-SMA), hanya delapan SD yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP), delapan SMP untuk kategori The Middle Years Program (MYP) dan tujuh SMA untuk kategori The Diploma Program (DP). Hal ini berarti, ada something wrong (masalah) dalam sistem pendidikan Indonesia.
Yang menjadi titik tolak permasalahan pendidikan Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Rendahnya kualitas sarana fisik, seperti gedung yang rusak dan atau tidak lengkap.
2. Rendahnya kualitas guru, dimana banyak guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sesuai pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
3. Rendahnya kesejahteraan guru, sehingga guru melakukan pekerjaan sampingan, seperti tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.
4. Rendahnya prestasi siswa, sebagai akibat dari rendahnya kualitas sarana fisik dan rendahnya kualitas dan kesejahteraan guru.
5. Kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan; kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar.
6. Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, yaitu tampak dari banyaknya pengagguran.
7. Mahalnya biaya pendidikan, sehingga masayrakat yang tidak mampu memiliki pilihan lain,
Oleh karena itu, perlu solusi untuk masalah-masalah tersebut, yakni dengan:
a. Melengkapi aset sarana dan prasarana pendidikan
b. Meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru
c. Lebih menerapkan langkah untuk meningkatkan prestasi siswa, sebagai generasi yang berkualitas
d. Pemerrataan kesempatan pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat.
e. Sistem pendidikan yang benar-benar mampu mencetak produk SDM yang dibutuhkan dunia global
f. Meminimalisir biaya pendidikan
g. Menerapkan teknologi informasi dalam bidang pendidikan
Peserta didik memerlukan sarana dan lingkungan belajar yang efektif dalam proses pembelajarannya. Lingkungan keluarga memberikan pengaruh yang sangat besar dalam proses belajar.
Bertitik tolak dari hal tersebut di atas, penulis mencoba mengangkat tema “Lingkungan Keluarga Sebagai Desain Pembelajaran Konstruktivistik” sebagai analisis dari teori belajar Konstruktivisme.


1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana pengaruh teori pembelajran kontruktivisme dalam kegiatan belajar peserta didik?
1.2.2 Bagaimana pengaruh lingkungan keluarga sebagai desain pembelajaran kontruktivisme terhadap efektifitas belajar peserta didik?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengaruh teori pembelajran kontruktivisme dalam kegiatan belajar peserta didik.
1.3.2 Untuk mengetahui pengaruh lingkungan keluarga sebagai desain pembelajaran kontruktivisme terhadap efektifitas belajar peserta didik.

1.4 Ruang Lingkup Masalah
Untuk memperjelas arah penyelesaian masalah, perlu dipertegas ruang lingkup masalah yang hendak diangkat, yaitu :
1.4. 1 Variabel lingkungan keluarga, perhatian dipusatkan pada:
1.4. 1.1 Keluarga yang berantakan (broken home) dan
1.4. 1.2 Sikap orang tua yang selalu berlebihan terhadap anak.
1.4. 2 Variabel efektifitas belajar siswa, perhatian dipusatkan pada pengaruh lingkungan keluarga sebagai desain pembelajaran berdasarkan teori kontruktivisme.
















BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Lingkungan Keluarga
Dalam pembentukan dan perkembangan perilaku seseorang lingkungan keluarga memegang peranan penting, sebab secara kodrat “Keluarga adalah lambang pendidikan yang pertama dan utama” (Slameto, 1991: 62). Disebut sebagai lambang pendidikan yang “Pertama” karena dalam keluargalah pertama kali seseorang anak menerima pengaruh dari dunia luar (lingkungan). Terutama dari kedua orang tuanya (ayah dan ibu). Sedangkan disebut sebagai lembaga pendidikan yang “Utama” karena pendidikan dalam keluarga (pengaruh yang diterima oleh seorang anak dari orang tuanya) merupakan fundamen yang besar peranannya dalam pembentukkan dan perkembangan perilaku seseorang anak dikemudian hari. Dengan kata-kata puitis Joseph S. Roucek sebagaimana dikutip oleh Ary H. Gunawan mengemukakan: “The family is the craddleof the personality” (1986: 10), yang terjemahan bebas lebih kurang: “Keluarga adalah buaian kepribadian”. Dalam arti bahwa, apabila lingkungan memberikan positif, kepribadian seseorang anak akan tumbuh dan berkembang secara positif. Demikian pula sebaliknya apabila keluarga memberikan negatif, kepribadian seorang anak kan tumbuh negatif pula.
Begitu pentingnya peranan keluarga dalam pembentukan dan perkembangan perilaku seseorang anak. Slameto dalam bukunya mengemukakan : ”Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar, yaitu pendidikan bangsa, negara bahkan dunia” (1991: 63). Secara logis pendapat tersebut dapat diterima, sebab sebagaimana kita ketahui keluarga adalah merupakan kelompok masyarakat terkecil. Masyarakat, bangsa bahkan dunia terdiri atas kesatuan-kesatuan masyarakat terkecil tersebut. Jika kehidupan dalam satu keluarga tidak tentram, kehidupan masyarakat pun tidak tentram pula, yang pada gilirannya stabilitas kehidupan bangsa, negara dan bahkan duniapun menjadi terganggu.
Jika kita sependapat bahwa kehidupan suatu bangsa dan negara sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, tidak dapat disangkal lagi keluarga merupaka tempat penyimpanan sumber daya manusia yang pertama dan utama. Sebab sebagaimana dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantoro :
“Keluarga itulah tempat pendidikan yang lebih sempurna sifat dan wujudnya dari pada pusat-pusat lainnya untuk melangsungkan pendidikan ke arah kecerdasan budi pekerti (pembentukan watak individual) dan sebagai persediaan hidup masyarakat “ (1977: 374).
Dikemukakan pula oleh Y. Singgih D. Gunarso dan Singgih D. Gunarso bahwa : “Pengaruh lingkungan keluarga bisa bersifat positif maupun negatif. Individu dapat berkembang dengan baik jika mendapat dukungan dan dorongan muril dari keluarganya. Individu mungkin juga berkembang kurang wajar karena lingkungan keluarga memberi suasana yang tidak diterimanya”. (1990: 29)
Lebih-lebih bagi sesorang anak yang sedang menempuh studi di lembaga pendidikan sekolah, yang segala sesuatunya serba diatur/ditentukan secara terorganisir dan sistematis. Lingkungan keluarga yang harmonis sangat membantu seseorang anak untuk dapat berkonsentrasi penuh dalam mempelajari semua bahan pelajaran yang diberikan di sekolah. Jika lingkungan keluarga kurang mendukung, sangat dimungkinkan kosentrasi anak dalam belajar akan sangat terganggu, yang pada gilirannya efektifitas belajarnyapun tidak/kurang dapat dicapai.

2.2 Pembelajaran Kontruktivisme
Kontruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil kontruksi (bentukan) kita sendiri (von Glaseferd dalam Bettencourt, 1989 dan Mathews, 1994). Jadi, pengetahuan merupakan akibat dari suatu kontruksi kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui serangkaian aktivitas seseorang sehingga membentuk skema, kategori, konsep, dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan.
Menurut kontruksivisme, pengetahuan ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Peserta didiklah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka atau kontruksi yang telah mereka bangun atau miliki sebelumnya. Kontruksivisme juga menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah hasi; kontruksi kita sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain. Setiap orang membangun pengetahuannya sendiri, sehingga transfer pengetahuan (seperti air ke ember kosong) adalah sangat mustahil terjadi.
Menurut Von Glaserveld (1989), agar peserta didik mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan:
1. Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu dengan pengalaman-pengalaman tersebut.
2. Kemampuan untuk membandingkan dan mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal, agar peserta didik mampu menarik sifat yang lebih umum (merapatkan) dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk mengklasifikasi dan mengkonstruksi pengetahuannya.
3. Kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain (selective conscience),sehingga muncul penilaian mahasiswa terhadap pengalaman dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya.
Gagasan kontruksivisme mengenai pengetahuan adalah sebagai berikut:
1. Mind as inner individual representation of outer reality.
Pengetahuan merupakan kontruksi kenyataan melalui kegiatan peserta didik.
2. Reflection/abtraction as primary.
Proses abstraksi dan refleksi seseorang menjadi sangat berpengaruh dalam kontruksi pengetahuan karena peserrta didik mengkontruksi skema kognitif, kategori, konsep dan struktur dalam membangun pengetahuannya.
3. Knowledge as residing in the mind.
Pengetahuan adalah apa yang ada dalam pikiran setiap peserta didik karena pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep masing-masing peserta didik. Struktur konsep dapat membentuk pengetahuan bila konsep baru yang diterima dapat dikaitkan atau dihubungkan (proposisi) dengan pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik.
4. Learning as negotiated construction of meaning.
Perampatan makna merupakan proses negosiasi antara individu dengan pengalamannya melalui interaksi dalam proses belajar (menjadi tahu) karena dalam proses pembentukan pengetahuan, kebermaknaan merupakan intrepetasi individuterhadap pengalaman yang dimilikinya (Meaning as internally contruction).
Berdasarkan konstruktivisme, pendidik atau buku teks bukan satu-satunya sumber informasi dalam pembelajaran. Peserta didik mempunyai akses terhadap beragam sumber informasi yang dapat digunakannya untuk belajar. Dengan demikian pembelajaran yang berlandaskan konstruktivisme tidak menyediakan satu-satunya jawaban/penjelas/teori apalagi makna yang benar. Ketika permasalahan masih sederhana mungkin akan mudah ditemukan satu jawaban yang benar. Namun dengan hilangnya sumber otoritas informasi yang tunggal, degan terbukanya akses terhadap beragam sumber informasi dan dengan bebasnya peserta didik memilih informasi yang dipelajarinya, akan satu jawaban yang benar tidak ada lagi. Akan ada banyak sekali altenratif jawaban terhadap suatu masalah yang kompleks.
Konstruktivisme menjadi landasan bagi pemanfaatan beragam media dalam pembelajaran. Pengalaman peserta didik tidak hanya diperoleh dari ruang kelas, tetapi juga di luar kelas. Dengan demikian pembelajaran terjadi dimana pun dan setiap saat melalui beragam media.
Konstruktivisme juga mendorong untuk diakomodasikannya berbagai fenomena yang tidak memiliki landasan dasar teoritis maupun prinsip yang jelas. Fenomena trsebut menjadi anomali dalam berbagai bidang ilmu, tanpa dijelaskan. Anomaly ini bersamaan dengan fenomena-fenomena lain yang memiliki landasan teoritis maupun prinsip yang jelas. Peserta didik memiliki kebebasan untuk menjadi unik dan menginterpretasikan anomali yang dialaminya.

2.2. 1 Perbedaan Situasi Pembelajaran (Dalam Kelas) Kontruktivisme dan Pembelajaran Tradisional
Perbedaan Situasi Pembelajaran (Dalam Kelas) Kontruktivisme Dan Pembelajaran Tradisional adalah sebagai berikut :
Pembelajaran Tradisional Pembelajaran Konstruktivisme
Ruang lingkup pebelajaran disajikan secara terpisah, bagian perbagian dengan penekanan pada pencapaian ketrampilan dasar. Ruang lingkup pembelajaran disajikan secara utuh dengan penjelasan tentang keterkaitan antar bagian, dengan penekanan pada konsep-konsep utama
Kurikulum harus diikuti sampai habis. Pertanyaa peserta didik dan konstruksi jawaban peserta didik adalah penting
Kegiatan pembelajaran hanya berdasarkan buk teks yang sudah ditentukan. Kegiatan pembelajaran berlandaskan beragam sumber informasi primer dan materi-materi yang dapat dimanipulasi langsung oleh peserta didik
Peserta didik dilihat sebagai ember kosong tempat ditumpahkannya semua pengetahuan dari pendidik Peserta didik dilihat sebagai pemikir yang mampu menghasilkan teori-teori tentang dunia dan kehidupan.
Pendidik mengajar dan menyebarkan informasi keilmuan pada peserta didik Pendidik bersikap interaktif dalam pembelajaran, menjadi fasilitator dan mediator dari lingkungan bagi peserta didik dalam proses belajar
Pendidik selalu mencari jawaban yang benar untuk menvalidasi proses belajar peserta didik Pendidik mencoba mengerti persepsi peserta didik agar dapat melihat pola pikir dan apa yang sudah diperoleh peserta didik untuk pembelajaran selanjutnya.
Penilaian terhadap proses belajar peserta didik merupakan bagian terpisah dari pembelajaran, dan dilakukan hampir selalu dalam bentuk tes atau ujian. Penilaian terhadap proses belajar peserta didik merupakan bagian integral dalam pembelajaran, dilakukan melalui observasi pendidik terhadap hasil kerja peserta didik, melalui pameran karya peserta didik
Peserta didik harus selalu bekerja sendiri Lebih banyak peserta didik belajar dalam kelompok

2.2. 2 Strategi Pembelajaran Konstruktivisme
Filsafat kontruktivisme menjadi landasan bagi banyak strategi pembelajaran. Mengutamakan keaktifan peserta didik dalam pengalaman belajar yang diperoleh. Peserta didik dan proses belajar peeta didik menjadi focus utama, sementara pendidik berperan sebagai fasilitator dan bersama-sama pedidik juga terlibat dalam proses belajar, proses konstruksi pengtahuan.
Beberapa strategi pembelajaran konstruktivisme adalah belajar aktif, belajar mandiri, belajar kooperatif dan kolaboratif generative learning dan model pembelajaran kognitif antara lain problem based learning dan cognitive strategies.

2.2. 3 Belajar Aktif dalam Kontruktivisme
Belajar aktif merupakan suatu pendekatan dalam pengelolaan system pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar yang mandiri. Kemampuan belajar mandiri merupakan tujuan akhir dari belajar aktif.
Peran serta peserta didik dan pendidik dalam konteks belajar aktif enjadi sangat penting. Pendidik berperan aktif sebagai fasilitator yang membantu memudahkan peserta didik belajar, sebagai narasumber yang mampu mengundang pemikiran dan daya kreasi peserta didik. Peserta didik juga diharapkan mampu memodifikasi pengetahuan yang baru diterima dengan pengalaman dan pengetahuan yang pernah diterima selain itu peserta didik dibina untuk memiliki ketrampilan agar dapat menerapkan dan memanfaatkan pengetahuan yang pernah diterimanya pada hal-hal atau masalah-masalah baru yang dihadapinya. Dengan demikian peserta didik mampu belajar mandiri
Belajar aktif menuntut keaktifan pendidik dan peserta didik. Belajar aktif juga megisyaratkan terjadiya interaksi yang tinggi antara pendidik dan peserta didik. Oleh karena itu pendidik perlu mengembangkan berbagai kegiatan belajar yang dapat melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses belajar berdasarkan tujuan instruksional yang jelas, kegiatan yang menampang kreatifitas.
Strategi yang dapat digunakan pendidik untuk mencapai tujuan antara lain:
1. Refleksi
2. Pertanyaan peserta didik
3. Rangkuman
4. Pemetaan kognitif
Belajar Aktif memperkenalkan cara pengelolaan kelas yang beragam, tidak hanya berbentuk kegiatan belajar klasikal saja tetapi bentuk kegiatan belajar lain seperti kegiatan belajar berkelompok, kegiatan belajar berpasangan , kegiatan belajar perorangan. Dan masing-masing benuk kegiatan tersebut mempunyai keungggulan dan kelemahan sendiri-sendiri.
Belajar aktif memberi kesempatan pada setiap mahasiswa untuk berkembang secara optimal sesuai denan kemampuannya. Pada dasarnya setiap pesreta didik mempunyai karakteristik dan perilaku yang berbeda-beda. Dalam belajar aktif pendidik perlu memperhatikan perbedaan individu tersebut sehingga peserta didik dapat mencapai ketuntasan belajar dan pegembangan diri yang optimal.

2.2. 4 Belajar Mandiri
Belajar mandiri didefinisikan sebagai usaha individu untuk mencapai suatu kompetensi akademis. Keterampilan seperti ini dapat diterapkan dalam berbagai situasi, tidak terbatas pada satu mata kuliah atau di perguruan tinggi saja.
Belajar mandiri memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menentukan tujuan belajarnya, merencanakan proses belajarnya, menggunakan sumber-sumber belajar yang dipilihnya, membuat keputusan-keputusan akademis serta melakukan kegiatan-kegiatan yang dipilihnya untuk mencapai tujuan belajarnya .
Adapun kelebihan dari belajar mandiri adalah peserta didik mempunyai tanggung jawab yang besar atas proses belajarnya dan juga peserta didik mendapatkan kepuasan belajar melalui tugas-tugas yang diselesaikannya. Selain itu dalam belajar mandiri, peserta didik mendapat pengalaman dan keterampilan dalam hal penelusuran literatur, penelitian, analisis dan pemecahan masalah. Walaupun secara umum belajar mandiri sangat menguntungkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penerapannya, yaitu:
a. Guru harus mampu merencanakan kegiatan intruksionalnya dengan baik dan teliti. Perencanaan kegiatan tersebut harus dilakukan sebelum kegiatan belajar dimulai, bukan pada saat kegiatan belajar berlangsung.
b. Perencanaan kegiatan intruksional dan tugas-tugasnya harus dulakukan berdasarkan atas kemampuan dan karakteristik awal peserta didik. Guru juga perlu memperhatikan bahwa untuk belajar mandiri, peserta didik diharapkan mempunyai keterampilan dalam memanfaatkan apa yang telah ada.
Dalam perkembangannya, teori belajara kontuktivisme, sering kali dihubungkan dengan aliran-aliran atau teori-teori pembelajaran yang lain. Menurut Osborne (1993) dan Mattews (1994), kontrukstivisme sering kali terkontaminasi, sehingga mengarah ke empirisme dan relativisme, terlebih dalam penyelidikan sains. Banyak kaum kontrukstivis dalam pendidikan sains menekankan bahwa semua konsep harus berdasarkan kenyataan obyektif.
Beberapa kontrukstivis lainnya terlalu menekankan abstraksi atau kontruksi yang dapat mengarah ke relativisme, yang menyatakan bahwa semua konsep adalah sah. Karena setiap ide dituangkan dari suatu abstraksi harus dianggap sah. Tidak ada konsep yang lebih baik daripada lainnya. Konstruktivisme terlalu menekankan abstraksi atau konstruksi yang dapat mengarah ke relativisme, yang menyatakan bahwa semua konsep adalah sah karena setiap ide diturunkan dari suatu abstraksi harus dianggap sah tidak ada konsep yang lebih baik daripada lainnya. Sementara empirisme menyatakan bahwa semua pengetahuan diturunkan dari pengalaman indrawi, nativisme menyatakan bahwa sumber pengetahuan berasal dari sumber luar tetapi direkonstruksikan dari dalam diri seorang.
Konstruktivisme tidak sejalan dengan pandangan obyektivisme yang beranggapan bahwa realitas itu ada, terlepas dari pengamat dan dapat diketahui/ditemukan melalui langkah-langkah sistematis menuju kenyataan dunia ini.
Dewasa ini konstruktivisme telah banyak mempengaruhi pendidikan di banyak negara. Konstruktivisme menjadi landasan bagi beberapa teoti belajar. Misalnya teori perubahan konsep, teori belajar bermakna dan teori skema.
Konstruktivisme maupun teori perubahan konsep menjelaskan bahwa pengertian yang dibentuk mahasiswa mungkin bebeda dari pengertian ilmuwan. Teori belajar bermakna ausubel juga sangat didasarkan atas konstruktivisme, keduanya menekankan pentingnya mahasiswa mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengetahuan yang telah dimiliki. Serta keduanya sangat menekankan keaktifan mahasiswa dalam proses belajar.
BAB III METODE PENELITIAN


3.2 Definisi operasional
Definisi operasional mencakup dua variabel yakni, lingkungan keluarga dan teori pembelajaran kontruktivisme. Lingkungan keluarga yang dimaksud dalam tulisan ini adalah suatu bentuk kondisi lingkungan keluarga siswa, khusunya keluarga yang berantakan (broken home) dan sikap orang tua (dalam hal ini sikap ayah dan ibu) yang terlalu menekan kepada anak.

3.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam pengumpulan data karya ilmiah ini adalah bersifat deskriptif yang menggambarkan pengaruh lingkungan keluarga sebagai desain pembelajaran kontruksivisme.

3.2 Cara Pengambilan Data
Data diperoleh melalui studi literatur, dengan pengembangan analisis dari teori-teori pembelajaran yang ada, terutama pembelajaran berdasarkan teori kontruktivisme.

3.3 Teknik Penyajian dan Analisa Data
3.4. 1 Merumuskan permasalahan yang berkaitan dengan pendekatan pembelajaran dalam teori pembelajaran kontruktivisme dengan menelusuri pustaka lewat broshing internet dan buku.
3.4. 2 Menganalis dan melakukan kajian pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan pendekatan pembelajaran dalam teori pembelajaran kontruktivosme berdasarkan data dan informasi yang ada.
3.4. 3 Menarik kesimpulan dari hasil pembahasan terhadap permasalahan yang dirumuskan.


BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Teori Pembelajaran Kontruktivisme dalam Kegiatan Belajar Peserta Didik
Dalam kontrusktivisme, kegiatan belajar peserta didik adalah aktif menemukan sesuatu serta membangun sendiri pengetahuannya. Peserta didiklah yang bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Bagi peserta didik belajar merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat kerangka pengertian yang berbeda.
Setiap peserta didik mempunyai cara yang cocok untuk mengkontruksi pengetahuannya. Hal inilah yang membuat perbedaan dari peserta didik yang satu dengan yang lainnya dalam mengkontruksi pengetahuannya. Dalam pengaruhnya dengan kontruksivisme, peserta didik dimungkinkan untuk mencoba bermacam-macam cara belajar yang cocok, serta bermacam-macam situasi dan metode belajar yang membantu pserta didik.
Pengaruh konstruktivisme terhadap peserta didik terlihat dalam kelompok belajarnya. Menurut von Glaserfeld (1989), dalam kelompok belajar, peserta didik dapat mengungkapkan perspektifnya dalam melihat persoalan dan hal yang akan dilakukan dengan persoalan itu. Kelompok belajar melalui kesempatan mengungkapkan gagasan, mendengarkan pendapat orang lain, serta bersama-sama membangun pengertian, menjadi sangat penting dalam belajar, karena memiliki unsure yang berguna untuk menantang pemikiran peserta didik.

Pengaruh Konstruktivisme terhadap Proses Pembelajaran
Pembelajaran dalam konstruktivisme adalah membantu seseorang berpikir secara benar dan membiarkannya berpikir sendiri (von Glaserfeld, 1989). Jika seseorang mempunyai cara berpikir yang baik, berarti cara berpikirnya dapat digunakan untuk menghadapi suatu fenomena baru, akan dapat menemukan pemecahan dalam menghadapi persoalan yang lain.
Dalam konstruktivisme ini, peranan pendidik adalah sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar peserta didik berjalan dengan lancar. Selain itu, pendidik diharapkan tidak pernah menganggap cara berpikir peserta didik sederhana. Pendidik perlu belajar mengerti cara berpikir peserta didik sehingga ia dapat membantu memodifikasinya.
Secara rigkas, pengaruh konstruktivisme membuat pendidik akan dapat menerima dan menghormati upaya-upaya peserta didik untuk membentuk suatu pengertian yang baru, sehingga dapat menciptakan berbagai kemungkinan untuk peserta didik dalam berkreasi.

Pengaruh Konstruktivisme terhadap Strategi Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu seni yang menuntut bukan hanya penguasaan teknik, meleinkan intuisi dari setiap pendidik. Menurut Driver dan Oldham dalam Mattews (1994) pembelajaran berlandaskan konstruktivisme memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Orientasi (pengembangan motivasi belajar)
b) Elisitasi (pengungkapan ide-ide secara jelas)
c) Restrukturisasi ide (klarifikasi, membangun, serta evaluasi ide-ide baru)
d) Penggunaan ide dalam banyak situasi
e) Review ide-ide yang berubah
Konstruktivisme menjadi landasan bagi pemanfaatan berbagai media dalam pembelajaran (Hlynka, 1998), karena seorang pendidik serta buku-buku literatur bukanlah satu-satunya sumber informasi. Dengan demikian, pembelajaran dapat terjadi di mana pun dan setiap saat melalui beragam media.
Filsafat konstruktivisme menjasi landasan bagi banyak strategi pembelajaran, terutama dalam student-centered learning yang berorientasi pada peserta didik. Dengan demikian, beberapa strategi pembelajaran konstruktivisme atau student-centered learning strategies adalah belajar aktif, belajar mandiri, belajar kooperatif dan kolaboratif, generative learning, dan model pembelajaran kognitif, antara lain problem based learning, dan cognitive strategies.

4.2. Pengaruh Lingkungan Keluarga Sebagai Desain Pembelajaran Kontruktivisme Terhadap Efektifitas Belajar Peserta Didik
4.2.1 Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga adalah merupakan salah satu dari lingkungan anak/peserta didik. Sebagaimana dikemukakan oleh Slameto, lingkungan dibedakan atas:
1. Lingkungan keluarga
2. Lingkungan sekolah dan
3. Lingkungan masyarakat (199: 62)
Ketiga jenis lingkungan tersebut, oleh Ki Hajar Dewantoro disebut “Tri Pusat Pendidikan” (1977: 378). Namun jika dibandingkan dengan dua lingkungan lainnya (lingkungan sekolah dan masyarakat), lingkungan keluarga menempati posisi yang sangat dominan. Sebab dasar-dasar pembentukan watak/kepribadian seseorang anak tidak terbentuk secara positif dalam lingkungan keluarganya, seseorang anak akan mudah sekali terpengaruh oleh kondisi negatif di luar keluarga (sekolah dan masyarakat). Sehingga lingkungan keluarga disebut sebagai lingkungan pendidikan yang sangat fundamental. Sebagai tempat yang paling sempurna dalam pembentukan budi pekerti/watak individual dan disebut juga sebagai buaian kepribadian (Sutjipto Wirowidjojo, 1991: 62-63, Ki Hajar Dewantoro. 1977: 374, Joseph S. Roucek dalam Ary H. Gunawan, 1986: 10)
Meskipun diakui kondisi lingkungan keluarga mempunyai peran yang sangat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, namun tidak jarang terdapat lingkungan keluarga yang justru berpengaruh secara negatif dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengaruh negatif tersebut terjadi karena kondisi lingkungan keluarga yang justru merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan keluarga tersebut menurut Kartini Kartono diantaranya:
1. Keluarga yang berantakan (broken home) dan
2. Sikap orang tua yang terlalu berlebihan terhadap anaknya. 1986: 59– 65)

1. Keluarga yang Berantakan (Broken Home)
Menurut Anton M. Muliono, dkk… “berantakan berarti cerai-berai, tidak terpelihara dengan baik, tidak teratur” (1990 : 106). Keluarga yang berantakan (broken home) berarti keluarga yang cerai-berai, keluarga yang tidak terpelihara dengan baik dan atau keluarga yang tidak teratur. Menurut Y. Singgih D. Gunarso dan Singgih D. Gunarso “Lingkungan keluarga yang tidak memberi kesempatan yang optimal, seperti lingkungan keluarga yang tidak utuh (broken home) sangat negatif pengaruhnya terhadap individu dalam proses perkembangannya” (1990: 29).
Hal yang sama dikemukakan oleh Kartini Kartono: “Keluarga yang berantakan (broken home) yang disebabkan kematian ayah atau ibu, perceraiaan diantara ayah dengan ibu, hidup terpisah, poligami, ayah mempunyai simpanan istri lain, keluarga yang diliputi konflik keras, merupakan sumber yang subur untuk memunculkan kenakalan remaja” (1986: 59).
Jadi, broken home dalam lingkungan keluarga dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti tidak adanya keutuhan keluarga baik karena kematian maupun perceraian ayah/ibu, ayah dan ibu yang tidak hidup dalam satu rumah (hidup terpisah satu sama lain), dan dapat pula disebabkan adanya konflik keras atau perselisihan yanga berlarut-larut antara ayah dan ibu. Di samping itu kebiasaan-kebiasaan buruk dari orang tua, seperti mabuk, berjudi, tindakan kriminal dan sebagainya, dapat pula sebagai penyebab terjadinya broken home (Kartini Kartono, 1986: 125)
Akibat dari kondisi keluarga yang berantakan (broken home) menyebabkan hubungan antara anak dengan orang tua menjadi tidak/kurang harmonis karena perhatian orang tua terhadap anak berkurang (orang tua disibukkan oleh masalah sendiri-sendiri).
Dalam kondisi demikian, keluarga yang ideal merupakan tempat berlindung bagi anak dan orang tua yang seharusnya mampu berperan sebagai teladan bagi anak dan tidak/kurang dapat melaksanakan fungsinya. Menurut Kartini Kartono akibat keluarga yang broken home “Anak-anak menjadi serba bingung, sedih, malu bahkan sering diliputi perasaan dendam dan benci, sehingga anak menjadi kacau dan liar yang cenderung mengarah pada kenakalan remaja” (1986: 60). Dalam kondisi lingkungan keluarga yang berantakan (broken home) anak tidak bisa tenang belajar, selalu risau, sedih dan malu. Untuk melupakan semua derita batin yang dialaminya, anak kemudian melampiaskan kemarahan dan agresifnya di luar lingkungan keluarganya dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang cenderung menentang yang ia taati.

2. Sikap Orang Tua Yang Terlalu Berlebihan Terhadap Anaknya
Menurut W.A. Gerungan terdapat dua bentuk sikap yang dapat digolongkan sebagai sikap orang tua yang terlalu berlebihan terhadap anak (over protection), yaitu :
a. Orang tua terlalu berlebihan dalam melindungi anak
b. Orang tua terlalu berlebihan dalam menekan anak. (1985: 190)

a. Orang tua terlalu berlebihan dalam melindungi anak
Melindungi anak dari segala kemungkinan negatif yang dapat membahayakan anak adalah suatu sikap orang tua yang sangat positif, tetapi jika hal ini dilakukan secara berlebihan, cenderung menyebabkan anak akan selalu terbiasa bergantung pada orang tuanya, kreatifitas anak terhalang, tidak ada kepercayaan pada diri sendiri, tidak berani mencoba sesuatu yang lebih fatal lagi anak tidak memiliki prinsip dalam hidup. Bisa jadi, sebagaimana yang dikemukan oleh Strauss dan Sayles “Perlindungan yang berlebihan tersebut dipandang oleh anak bukannya sebagai kasih sayang, sebaliknya sebagai suatu tekanan" (1986: 143)
Manifestasi dari sikap orang tua yang terlalu berlebihan dalam melindungi anak, menurut W.A. Gerungan “Orang tua dalam hal ini senantiasa menjaga keselamatan anak dan mengambil tindakan-tindakan yang berlebihan supaya anak kesayangannya terhindari dari bermacam-macam bahaya” (1985: 190).
Menurut Y. Singgih D. Gunarso dan Singgih D. Gunarso “Anak seolah-olah melihat lingkungan keluarganya sebagai penjara” (1988: 14). Kondisi ini menyebabkan anak tidak betah di rumah dan selalu mencari kesempatan untuk pergi dari rumah agar memperoleh kebebasan yang diharapkan.
Dikemukan pula oleh Kartini Kartono bahwa: “Bila orang tua terlalu banyak melindungi dan memanjakan anak-anaknya dan menghindarkan mereka dari berbagai kesulitan atau ujian kecil dalam hidup, anak-anak menjadi rapuh dan tidak akan pernah sanggup belajar sendiri. Mereka akan selalu bergantungan pada bantuan orang lain (orang tua), merasa cemas, bimbang dan ragu, aspirasi dan harga dirinya tidak bisa berkembang, kepercayaan dirinya menjadi hilang” (1986:123).
Akibatnya, anak melakukan identifikasi total terhadap teman sebayanya yang dipandang kuat dan pemberani. Secara tidak sadar cenderung menentang norma-norma yang berlaku hanya semata-mata agar disebut sebagai “Pemberani”. Padahal sebenarnya untuk menyembunyikan kerapuhan dan kekerdilan dirinya.
Jelaslah bahwa perlindungan orang tua terhadap anak tidak semuanya positif, perlindungan tersebut bernilai positif jika dilakukan secara wajar (tidak berlebihan) dan diabdikan semata-mata untuk kemandirian dan perkembangan anak. Perlindungan orang tua terhadap anak haruslah membawa misi mendorong, membimbing dan lebih banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kretifitasnya sehingga akan memperoleh bekal yang cukup dalam menghadapi problema hidup dengan penuh percaya diri.

b. Orang tua terlalu berlebihan dalam menekan anak
Sikap orang tua yang “over protection” terhadap anak di samping termanifetasi dalam bentuk perlindungan yang terlalu berlebihan terhadap anak, juga termanifetasi pula dalam bentuk penekanan orang tua yang berlebihan terhadap anak.
Setiap orang tua tentu memiliki harapan-harapan terhadap anaknya. Sehingga segala cara dilakukan terhadap anak agar apa yang diharapkan dapat terwujud. Sikap orang tua yang demikian tidak selamanya negatif asalkan dilakukan secara wajar, disesuaikan dengan bakat dan kemampuan anak. Tetapi sangat negatif jika orang tua bersikap menekan, memaksa anak tanpa memperhatikan bakat, minat dan kemampuan anak yang bersangkutan.
Secara hereditas (keturunan) seorang anak memang memiliki “kemiripan-kemiripan” tertentu dengan orang tuanya. Baik kemiripan dari segi fisiologis maupun psikologis (Agus Sujatno, 1991: 101). Tapi “kemiripan” bukan ‘kesamaan’, yang berati sekecil apapun selalu terdapat perbedaan antara orang tua dengan anak.
Di samping itu kondisi masa remaja yang dialami oleh orang tua jauh berbeda dengan kondisi masa remaja yang di alami anak. Tuntutan dan kebiasaan hidup berubah seirama dengan perjalanan waktu. Dalam kaitan ini Y. Singgih D. Gunarso dan Singgih D. Gunarso mengemukakan, “Sering orang tua menyangka bahwa anak sudah mengerti segala sesuatu yang telah disampaikannya. Padahal belum tentu anak dapat menangkapnya secara keseluruhan. Tambahan pula bahwa terdapat perbedan antara orang tua dengan baik. Sering pula orang tua tidak menyadari jurang tersebut sehingga anak kurang dikenalinya. Ada pula orang tua yang mengharapkan hasil yang tidak mungkin dicapai oleh kemampuan anak. Tidak terpenuhi harapan-harapan orang tua menimbulkan kekecewaan-kekecewaan baik dipihak anak maupun dipihak orang tua” (1988: 23)
Kondisi ini menyebabkan keretakan hubungan antara orang tua dengan anak. Anak merasa tertekan, serba takut, cemas dan sebagainya. Jika kondisi ini berkepanjangan bisa berakibat pada terjadinya frustasi pada anak. Menurut Strauss dan Sayles: “Sebenarnya setiap orang mampu menanggapi sejumlah tekanan dengan cukup baik. Tetapi setiap orang memounyai titik kritis yang apabila terlampaui (tekanan terlalu besar) bisa berakibat pada terjadinya frustasi, yaitu: “(1) apatis atau (2) agresif” (Miftah Toha, 1985: 48). Dikemukakan pula oleh Frans Mataheru bahwa, ”Tekanan yang terlalu besar menyebabkan seseorang tidak berani berpendapat serba takut berbeda dengan orang lain” (1982: 5).
Tekanan yang berlebihan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak dapat berakibat pada terjadinya dua perilaku negatif, yaitu apatis atau agresif. Perilaku apatis umumnya ditunjukkan dalam bentuk perilaku anak yang serba menurut apa yang diperintahkan oleh orang tua yang semata-mata karena “takut”. Sehingga segala yang diperintahkan oleh orang tuanya berupaya untuk dapat dilaksanakan secara optimal tanpa berani menyangkal, meskipun sebenarnya tidak/kurang disukai.
Perilaku agresif umumnya ditunjukkan dalam bentuk perilaku anak yang serba menentang keinginan orang tua dengan keberanian menanggung segala kemungkinan yang terjadi. Sehingga tidak jarang dijumpai terjadinya pertengkaran orang tua dengan anak.
Menurut Kartini Kartono orang tua yang selalu menekan terhadap anak disebut “Keluarga/orang tua yang mengalami meladjusmant (tidak bisa menyesuaikan diri dengan kondisi hidup baru). Itu menjadi persemaian subur bagi timbulnya kekalutan jiwa diri anak, anak banyak mengalami ketegangan batin, kerisauan jiwa dan kecemasan” (1986: 124).
Dalam kondisi tertekan, seoarng anak dapat menurun gairah belajaranya, merasa malas, murung, sedih benci dan sebagainya. Sehingga pada gilirannya kondisi ini berakibat negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.

4.2.2 Efektivitas Belajar
Efektifitas belajar adalah tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan instruksional khusus yang telah ditetapkan pendidik. Tingkat pencapaian tujuan instruksional khusus tersebut pada umumnya berupa skor hasil belajar. Proses belajar-mengajar didasarkan atas tujuan berikut :
1) Tujuan Instruksional Umum dan
2) Tujuan Instruksinal Khusus.
Dikemukan oleh Roestiyah N.K. bahwa: “Tujuan intruksional adalah tujuan yang dirumuskan dari bahan pelajaran/pokok bahasan atau sub pokok bahasan (topik-topik atau sub topik) yang akan diajarkan oleh guru. Tujuan instruksional ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK)”. (1982: 42).
Dalam proses belajar mengajar, seorang guru (tenaga pengajar) dituntut melakukan evaluasi sejauh mana tujuan instruksional yang ditetapkan dapat dicapai oleh siswa. Demikian pentingnya tujuan instruksional khusus dalam proses belajar mengajar, Roestiyah N.K. mengemukan sebagai berikut :“Tujuan instruksional khusus hendaknya dirumuskan dengan jelas dan menyatakan penampilan tingkah laku atau kemampuan-kemampuan yang kita harapkan dimiliki siswa setelah mereka mengikuti pengajaran yang diberikan oleh guru. Tujuan instruksional khusus hendaknya secara spesifik dan operasional, sehingga hasil tingkah laku yang diharapkan dapat diamati (observable) dan dapat diukur (measurable)” (11982: 50).
Oleh karena tercapai tidaknya tujuan instruksional khusus dalam suatu proses belajar mengajar dipergunakan sebagai tolak ukur tercapai tidaknya efektifitas pengajaran dan sekaligus juga efektifitas belajar.

Pengaruh Lingkungan Keluarga terhadap Efektifitas Belajar
Lingkungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas belajar siswa. Dalam hal ini jika lingkungan keluarga dalam kondisi harmonis memungkinkan bagi siswa untuk belajar secara efektif. Sebaliknya jika lingkungan keluarga dalam kondisi berantakan (broken home) dan orang tua terlalu bersikap berlebihan terhadap anak (baik terlalu memanjakan atau sebaliknya terlalu menekan) siswa tidak/kurang dapat belajar secara efektif, sebab dalam kondisi lingkungan keluarga yang berantakan (broken home) kondisi psikologis anak menjadi serba tidak tenang. Sehingga anak kurang dapat memusatkan perhatiannya terhadap mata pelajaran yang sedang dipelajarinya. Bahkan bisa jadi anak tidak tenang tinggal di rumah, karena dirasakan lingkungan keluarga tidak ubahnya sebagai penjara. Sehingga anak menjadi malas belajar dan sangat tidak mungkin untuk dapat mencapai hasil belajar maksimal yang diharapkan. Dengan kata lain, dalam lingkungan orang tua terlalu bersikap berlebihan terhadap anak (baik terlalu memanjakan atau sebaliknya terlalu menekan), kegiatan belajar anak tidak/kurang efektif.
Berdasarkan kenyataan tersebut, dapat diidentifikasi beberapa hal yang dapat menghambat prestasi belajar siswa sebagai berikut:
 Sikap orang tua yang terlalu otoriter terhadap anak, sehingga anak menjadi tertekan dan sulit berkosentrasi dalam belajarnya.
 Lingkungan keluarga yang kurang mendukung belajar anak. Hal ini sangat sering dijumpai adanya gejala sosial bahwa anak menjadi matang sebelum wwaktunya.
 Kurang menarik proses pembelajarannya, sehingga merasa bosan dan terkurung dalam ruangan yang dirasakan menyebalkan.
 Kurang adanya komunikasi yang baik antara oihak sekolah dengan keluarga peserta didik, sehingga akar permasalahan yang terjadi pada peserta didik sulit diidentifikasi.
 Kurang efektifnya penggunaan sarana dan prasarana yang ada di sekolah seperti alat peraga dan buku-buku paket bantuan pemerintah.







BAB VI PENUTUP


6.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
6.1.1 Dalam kontrusktivisme kegiatan belajar peserta didik adalah aktif menemukan sesuatu serta membangun sendiri pengetahuannya. Peserta didik bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya.
6.1.2 Setiap peserta didik mempunyai cara yang cocok untuk mengkontruksi pengetahuannya, sehingga membuat perbedaan dari peserta didik yang satu dengan yang lainnya dalam mengkontruksi pengetahuannya.
6.1.3 Lingkungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas belajar siswa. Dalam hal ini jika lingkungan keluarga dalam kondisi harmonis memungkinkan bagi siswa untuk belajar secara efektif.


6.2 Saran
6.2.1 Perlindungan orang tua terhadap anak haruslah membawa misi mendorong, membimbing dan lebih banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kretifitasnya sehingga akan memperoleh bekal yang cukup dalam menghadapi problema hidup dengan penuh percaya diri.
6.2.2 Hendaknya proses pembelajaran seefektif dan semenarik mungkin, agar semakin memunculkan semangat bagi peserta didik.
6.2.3 Peserta didik hendaknya mampu memnyeimbangkan kondisi lingkungan, sehingga tidak bergantung pada pihak lain dalam penyelesaian masalah.


DAFTAR PUSTAKA


Bimo, Walgito. 1982. Metodologi Research. Yogyakarta: Yayasan Penerbit
Fakultas Psikologi, UGM
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rinneka Cipta.
Harjanto. 1997. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rinneka Cipta.
Indrakusuma, Drs. Amin Daien. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Malang.
Leodin. 1967. Penelitian Dasar Tentang Metode Penelitian dalam Penelitian dan Statistik. Surabaya: PIRR Jatim
Miftah, Toha. 1988. Perilaku Organisasi. Jakarta: Rajawali Press.

Nasution, S.2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Sugandi, Achmad. 2005. Teori Pembelajaran. Semarang: UNNES Press.
Suryosubroto, B. 1997. Prpses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rinneka Cipta
Winaraputra, Udin S. dan Tita Rosita. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka Press
Umamah, Dra. Nurul, M.Pd. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Jember: Jember University Press.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/29/pembelajaran-kontekstual/

M. Ngalim Purwanto, 1991, Adminiatrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung,
PT. Remaja Rosdakarya
Nainggolan, H, 1987, Pembinaan Pegawai Negeri Sipil, Jakarta, t.p
Piet A, Sahartian dan Frans Mataheru, 1982, Prinsip dan Tehnik Supervisi
Pendidikan, Surabaya, Usaha Nasional
Reksosiswojo, 1952, Kamus Suku Pendidikan Sejarah, Jakarta, Y.B. Walters.
Schuller, Randdall, S., 1987, Personal And Human Resource Management
New York, West Pusblishing Company.
Sru Adji Suryadi, 1987, Metodologi Penelitian, Jilid I, Jember, Yayasan
Bandranaya.
Strauss dan Sayles, 1986, Management Personalia, Jilid I, II dan III, Segi
Manusia Dalam Organisasi, Jakarta, PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Sru Adji Suryadi, 1978, Metodologi Penelitian, Jilid I, Jember, Yayasan
Bandranaya.
Suharsimi Arikunto, 1987, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta, PT. Bina Aksara.
Sutrisno Hadi, 1987, Metodologi Research, Jilid I, II dan III, Yogyakarta,
Fakultas Psikologi UGM.
Tahalele,1983, Kepemimpinan Pendidikan, Malang, Proyek Peningkatan dan
Pengembangan Perguruan Tinggi, IKIP.
Winarno Surachmad, 1975, Dasar Dan Tehnik Research Pengantar Metodologi
Ilmiah, Bandung, CV. Tarsito

Oleh: Kedawung Senja
Trimz kepada sahabat terbaekQ, Isnan dan 'Go Kong'.

Minggu, 28 Februari 2010

Jurnalistik di sekolah

Jurnalisme adalah bidang disiplin dalam mengumpulkan, memastikan, melaporkan, dan menganalisis informasi yang dikumpulkan mengenai kejadian sekarang, termasuk tren, masalah, dan tokoh. Orang yang mempraktekkan kegiatan jurnalistik disebut jurnalis atau wartawan.
Bambang Trimansyah mengatakan jurnalistik bisa diartikan sebagai kegiatan pencatatan atau pelaporan dan penyebaran berita tentang kejadian sehari-hari.
Di Indonesia, istilah jurnalisme dulu dikenal dengan publisistik. Dua istilah ini tadinya biasa dipertukarkan, hanya berbeda asalnyaSeiring waktu, istilah jurnalistik muncul dari Amerika Serikat dan menggantikan publisistik dengan jurnalistik. Publisistik juga digunakan untuk membahas Ilmu Komunikasi.
Kegiatan jurnalisme diatur oleh Undang-Undang Penyiaran dan Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan Dewan Pers.
Ruang lingkup jurnalistik sama saja dengan ruang lingkup pers. Dalam garis besar jurnalistik Palapah dan Syamsudin dalam diktat membagi ruang lingkup jurnalistik ke dalam dua bagian, yaitu : news dan views (Diktat “Dasar-dasar Jurnalistik”). News dapat dibagi menjadi menjadi dua bagian besar, yaitu :
1. Stainght news, yang terdiri dari:
a. Matter of fact news
b. Interpretative report
c. Reportage
2. Feature news, yang terdiri dari :
a. Human interest features
b. Historical features
c. Biographical and persomality features
d. Travel features
e. Scientifict features
Views dapat dibagi kedalam beberapa bagian yaitu :
1. Editorial
2. Special article
3. Colomum
4. Feature article
Pada awalnya, komunikasi antar manusia sangat bergantung pada komunikasi dari mulut ke mulut. Catatan sejarah yang berkaitan dengan penerbitan media massa terpicu penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg. Di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan jurnalisme sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timoer, Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode terbit.
Pada masa pendudukan Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.
Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi jurnalisme. Pemerintah Indonesia menggunakan Radio Republik Indonesia sebagai media komunikasi. Menjelang penyelenggaraan Asian Games IV, pemerintah memasukkan proyek televisi. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia muncul dengan teknologi layar hitam putih.
Masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak terjadi pembreidelan media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo merupakan dua contoh kentara dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang melalui Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal inilah yang kemudian memunculkan Aliansi Jurnalis Indepen yang mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa aktivisnya dimasukkan ke penjara.
Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi.
Wartawan atau jurnalis adalah seorang yang melakukan jurnalisme, yaitu orang yang secara teratur menuliskan berita (berupa laporan) dan tulisannya dikirimkan/ dimuat di media massa secara teratur. Laporan ini lalu dapat dipublikasi dalam media massa, seperti koran, televisi, radio, majalah, film dokumentasi, dan internet. Wartawan mencari sumber mereka untuk ditulis dalam laporannya; dan mereka diharapkan untuk menulis laporan yang paling objektif dan tidak memiliki pandangan dari sudut tertentu untuk melayani masyarakat.
Jurnalistik atau jurnalisme, menurut Luwi Ishwara (2005), mempunyai ciri-ciri yang penting untuk kita perhatikan.
a. Skeptis
Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah tertipu. Inti dari skeptis adalah keraguan. Media janganlah puas dengan permukaan sebuah peristiwa serta enggan untuk mengingatkan kekurangan yang ada di dalam masyarakat. Wartawan haruslah terjun ke lapangan, berjuang, serta menggali hal-hal yang eksklusif.
b. Bertindak (action)
Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan mengamati dengan ketajaman naluri seorang wartawan.
c. Berubah
Perubahan merupakan hukum utama jurnalisme. Media bukan lagi sebagai penyalur informasi, tapi fasilitator, penyaring dan pemberi makna dari sebuah informasi.
d. Seni dan Profesi
Wartawan melihat dengan mata yang segar pada setiap peristiwa untuk menangkap aspek-aspek yang unik.
e. Peran Pers
Pers sebagai pelapor, bertindak sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa-peristiwa di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka. Selain itu, pers juga harus berperan sebagai interpreter, wakil publik, peran jaga, dan pembuat kebijaksanaan serta advokasi.

Langkah-langkah untuk interview jurnalistik
Wawancara atau interview merupakan kemampuan dasar jurnalistik yang sangat penting. Wawancara bagi televisi atau radio merupakan bagian dari “show” sehingga tidak terpisahkan dari kinerja media. Kemampuan wawancara jurnalistik ini dapat disaksikan langsung dan seberapa jauh kualitas wawancara dapat disaksikan langsung.
Di sejumlah negara acara wawancara ini bahkan menjadi pertunjukan tersendiri yang sangat penting dan ditunggu-tunggu. Para pewawancara yang sering disebut Talk Show jadi acara menarik.
1. Decide whom to interview
Penting sekali menentukan siapa yang akan Anda wawancara dalam sebuah kasus atau peristiwa. Misalnya siapa yang langsung terlibat dalam peristiwa itu? Siapa yang terkena akibat dari peristiwa itu (misalnya penggusuran)? Siapa yang bertanggung jawab atas kejadian peristiwa itu (misalnya jatuhnya pesawat Adam Air)
2. Persuade reluctant sources
Nara sumber wawancara seharusnya dapat dibujuk untuk memberikan keterangan. Ada beberapa alasan mengapa mereka tidak mau bicara.
a. Mereka tidak memiliki waktu. Maka tawarkan tempat dan waktu yang nyaman bagi mereka. Kita akan datang ke tempat mereka dan kita akan membatasi waktu wawancara.
b. Mereka takut memberikan keterangan. Jelaskan apa yang Anda inginkan. Jelaskan mengapa keterangan mereka itu penting. Kalau mereka takut memberikan wawancara, jangan buat kata-kata “wawancara”, buatlah istilah mau bicara atau ngobrol.
c. Mereka tidak tahun apa yang dikatakan. Mungkin Anda memilih sumber yang salah atau mungkin tidak jelas mengenai apa keinginan Anda. Jelaskan apa yang diinginkan. Mengenai wawancara dengan anak-anak perhatikan unsur-unsur hukum dan etika.
d. Mereka dilindungi. Nara sumber penting ini kadang-kadang terhalang oleh sekretaris, orang humas atau ajuan. Jika memungkinkan tulislah surat permohonan langsung. Atau telepon mereka sesudah bekerja. Jika ada kesempatan menyaksikan mereka bermain olahraga, datangi dengan sopan, siapa tahu bisa. Atau bisa juga didatangi ketika hadir dalam sebuah acara.
3. Prepare for interviews
Adakan penelitian kecil-kecilan mengenai orang yang akan dihadapi. Tanyakan kepada orang lain mengenai nara sumber itu, baca pula tulisan mengenai dirinya. Jika Anda berhadapan dengan orang terkenal, jangan ajukan pertanyaan sama seperti jurnalis lainnya. Ajukan dengan cara dan pandang yang baru. Gunakan pula kekuatan internet untuk menggali data atau bicara dengan rekan jurnalis lainnya.
Selain mengkaji orang yang akan didatangi, Anda juga sebaiknya meneliti topik yang akan dijadikan wawancara. Pengetahuan yang cukup mengenai topik wawancara akan memberi Anda kredibilitas dimata nara sumber. Semakin banyak diketahui topik yang akan dibicarakan, semakin baik liputannya.
4. Know your purpose
Ketahuilah tujuan Anda sebenarnya wawancara itu. Apakah Anda menginginkan wawancara untuk mendapatkan informasi faktual atau apakah Anda ingin hanya reaksi dan tanggapan terhadap situasi tertentu. Bisa pula tujuan wawancara itu untuk mendapatkan pengertian mendalam mengenais seseorang. Tujuan wawancara ini akan memudahkan menyiapkan pertanyaan-pertanyaan.

Berita
Berita adalah informasi baru atau informasi mengenai sesuatu yang sedang terjadi, disajikan lewat bentuk cetak, siaran, Internet, atau dari mulut ke mulut kepada orang ketiga atau orang banyak. Laporan berita merupakan tugas profesi wartawan. Banyak kota besar memiliki surat kabar pagi dan petang. Stasiun televisi biasanya memiliki acara berita atau menayangkan berita sepanjang waktu. Kebutuhan akan berita diamati dalam berbagai masyarakat, baik yang melek huruf maupun yang buta huruf.

Anatomi Berita dan Unsur-Unsur
Seperti tubuh kita, berita juga mempunyai bagian-bagian sebagai berikut.
1. Judul atau kepala berita (headline).
2. Baris tanggal (dateline).
3. Teras berita (lead atau intro).
4. Tubuh berita (body).
Bagian-bagian di atas tersusun secara terpadu dalam sebuah berita. Susunan yang paling sering didengar ialah susunan piramida terbalik. Metode ini lebih menonjolkan inti berita saja. Tujuannya adalah untuk memudahkan atau mempercepat pembaca dalam mengetahui apa yang diberitakan; juga untuk memudahkan para redaktur memotong bagian tidak/kurang penting yang terletak di bagian paling bawah dari tubuh berita (Budiman 2005). Dengan senantiasa meminimalkan aspek nonfaktual yang pada kecenderuangan akan menjadi sebuah opini. Untuk itu, sebuah berita harus memuat "fakta" yang di dalamnya terkandung unsur-unsur 5W + 1H. Hal ini senada dengan apa yang dimaksudkan oleh Lasswell, salah seorang pakar komunikasi (Masri Sareb 2006: 38).
1. Who - siapa yang terlibat di dalamnya?
2. What - apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa?
3. Where - di mana terjadinya peristiwa itu?
4. Why - mengapa peristiwa itu terjadi?
5. When - kapan terjadinya?
6. How - bagaimana terjadinya?

Sumber Berita
Hal penting lain yang dibutuhkan dalam sebuah proses jurnalistik adalah pada sumber berita. Ada beberapa petunjuk yang dapat membantu pengumpulan informasi, sebagaimana diungkapkan oleh Eugene J. Webb dan Jerry R. Salancik (Luwi Iswara 2005: 67) berikut ini.
1. Observasi langsung dan tidak langsung dari situasi berita.
2. Proses wawancara.
3. Pencarian atau penelitian bahan-bahan melalui dokumen publik.
4. Partisipasi dalam peristiwa.
Yang diperlukan untuk masuk dalam dunia jurnalistik meliputi hal-hal berikut:
• Minat
• Skill
• Tindakan (bertindak menuju dunia jurnalistik dengan banyak menulis). Identifikasi minat.

Pers Siswa
1. Seperti halnya pers pada umumnya, tidak ada perbedaan menonjol, kecuali pada managemen kelembagaan dan penyiarannya.
2. Pers siswa lebih menonjolkan karakteistik siswa dan dunianya.
3. Cakupannya lebih sempit dari pers umum (pers komersil)
4. Eksistensinya berkaitan dengan komunitas ruang lingkupnya.

Di sekolah, kegiatan jurnalistik, biasanya disalurkan lewat ekstrakulikuler dalam bentuk mading (majalah dinding). Mading merupakan wadah pengenalan jurnalistik sederhana di sekolah. Kegiatan jurnalistik sekolah biasanya mencakup aktivitas siswa-siswi dan guru-guru, baik di dalam sekolah maupun luar sekolah.
oleh Senja (dari segala sumber)