semburat jingga

semburat jingga
tenggelam.... kembali

Minggu, 28 Februari 2010

Jurnalistik

1. Pengertian Jurnalistik
Definisi jurnalistik sangat banyak. Namun pada hakekatnya sama, para tokoh komuniikasi atau tokoh jurnalistik mendefinisikan berbeda-beda. Jurnalistik secara harfiah, jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau hal-ihwal pemberitaan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day) atau “catatan harian” (diary). Dalam bahasa Belanda journalistiek artinya penyiaran catatan harian.
Istilah jurnalistik erat kaitannya dengan istilah pers dan komunikasi massa. Jurnalistik adalah seperangkat atau suatu alat madia massa. Pengertian jurnalistik dari berbagai literature dapat dikaji definisi jurnalistik yang jumlahnya begitu banyak. Namun jurnalistik mempunyai fungsi sebagai pengelolaan laporan harian yang menarik minat khalayak, mulai dari peliputan sampai penyebarannya kepada masyarakat mengenai apa saja yang terjadi di dunia. Apapun yang terjadi baik peristiwa factual (fact) atau pendapat seseorang (opini), untuk menjadi sebuah berita kepada khalayak.
Jurnalistik adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaopran setiap hari. Jadi jurnalistik bukan pers, bukan media massa. Menurut kamus, jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis surat kabar, majalah, atau berkala lainnya.

2. Ruang Lingkup Jurnalistik
Ruang lingkup jurnalistik sama saja dengan ruang lingkup pers. Dalam garis besar jurnalistik Palapah dan Syamsudin dalam diktat membagi ruang lingkup jurnalistik ke dalam dua bagian, yaitu : news dan views (Diktat “Dasar-dasar Jurnalistik”).
News dapat dibagi menjadi menjadi dua bagian besar, yaitu :
1. Stainght news, yang terdiri dari :
a. Matter of fact news
b. Interpretative report
c. Reportage
2. Feature news, yang terdiri dari :
a. Human interest features
b. Historical features
c. Biographical and persomality features
d. Travel features
e. Scientifict features
Views dapat dibagi kedalam beberapa bagian yaitu :
1. Editorial
2. Special article
3. Colomum
4. Feature article

3. Sejarah Jurnalistik
Pada mulanya jurnalistik hanya mengelola hal-hal yang sifatnya informatif saja. Itu terbukti pada Acta Diurna sebagai produk jurnalistik pertama pada zaman Romawi Kuno, ketika kaisar Julius Caesar berkuasa.
Sekilas tentang pengertian dan perkembangan jurnalistik, Assegaff sedikit menceritakan sedikit sejarah. Bahwa jurnalistik berasal dari kata Acta Diurna, yang terbit di zaman Romawi, dimana berita-berita dan pengumuman ditempelkanatau dipasang di pusat kota yang di kala itu disebut Forum Romanum. Namun asal kata jurnalistik adalah “Journal” atau “Du jour” yang berarti hari, di mana segala berita atau warta sehari itu termuat dalam lembaran tercetak. Karena kemajuan teknologi dan ditemukannyapencetakan surat kabar dengan system silinder (rotasi), maka istilah “pers muncul”, sehingga orang lalu mensenadakan istilah “jurnalistik” dengan “pers”.
Sejarah yang pasti tentang jurnalistik tidak begitu jelas sumbernya, namun yang pasti jurnaliatik pada dasarnya sama yaitu diartikan sebagai laporan. Dan dari pengertian ada beberapa versi. Kalau dalam dari sejarah Islam cikal bakal jurnalistik yang pertama kali didunia adalah pada zaman Nabi Nuh.
Suhandang dalam bukunya juga menerangkan sejarah Nabi Nuh teerutama dalam menyinggung tentang kejurnalistikan. Dikisahkan bahwa pada waktu itu sebelum Allah SWT menurunkan banjir yang sangat hebatkepada kaum yang kafir, maka datanglah maiakat utusan Allah SWT kepada Nabi Nuh agar ia memberitahukan cara membuat kapal sampai selesai. Kapal yang akan dibuatnya sebagai alat untuk evakuasi Nabi Nuh beserta sanak keluarganya, seluruh pengikutnya yang shaleh dan segala macam hewan masing-masing satu pasang. Tidak lama kamudian, seusainya Nabi Nuh membuat kapal, hujan lebat pun turun berhari-hari tiada hentinya. Demikian pula angin dan badai tiada henti, menghancurkan segala apa yang ada di dunia kecuali kapal Nabi Nuh. Dunia pun dengan cepat menjadi lautan yang sangat besar dan luas. Saat itu Nabi Nuh bersama oranng-orang yang beriman lainnya dan hewan-hewan itu telah naik kapal, dan berlayar dengan selamat diatas gelombang lautan banjir yang sangat dahsyat.
Hari larut berganti malam, hingga hari berganti hari, minggu berganti minggu. Namun air tetap menggenang dalam, seakan-akan tidak berubah sejak semula. Sementara itu Nabi Nuh beserta lainnya yang ada dikapal mulai khawatir dan gelisah karena persediaan makanan mulai menipis. Masing-masing penumpang pun mulai bertanya-tanya, apakah air bah itu memang tyidak berubah atau bagaimana? Hanya kepastian tentang hal itu saja rupanya yang bisa menetramkan karisuan hati mereka. Dengan menngetahui situasi dan kondisi itu mereka mengharapkan dapat memperoleh landasan berfikir untuk melakukan tindak lanjut dalam menghadapi penderitaanya, terutama dalam melakukan penghematan yang cermat.
Guna memenuhi keperluan dan keinginan para penumpang kapalnya itu Nabi Nuh mengutus seekor burung dara ke luar kapal untuk meneliti keadaan air dan kemungkinan adanya makanan. Setelah beberapa lama burung itu terbang mengamati keadaan air, dan kian kemari mencari makanan, tetapi sia-sia belaka. Burung dara itu hanya melihat daun dan ranting pohon zaitun (olijf) yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu pun di patuknya dan dibawanya pulang ke kapal. Atas datangnya kembali burung itu dengan membawa ranting zaitun. Nabi Nuh mengambil kesimpulan bahwa air bah sudah mulai surut, namun seluruh permukaan bumi masih tertutup air, sehingga burung dara itu pun tidak menemukan tempat untuk istirahat demikianlah kabar dan berita itu disampaikan kepada seluruh anggota penumpangnya.
Atas dasar fakta tersebut, para ahli sejarah menamakan Nabi Nuh sebagai seorang pencari berita dan penyiar kabar (wartawan) yang pertama kali di dunia. Bahkan sejalan dengan teknik-teknik dan caranya mencari serta menyiarkan kabar (warta berita di zaman sekarang dengan lembaga kantor beritannya). Mereka menunjukan bahwa sesungguhnya kantor berita yang pertama di dunia adalah Kapal Nabi Nuh.
Data selanjutnya diperolah para ahli sejarah negara Romawi pada permulaan berdirinya kerajaan Romawi (Imam Agung) mencatat segala kejadian penting yang diketahuinya pada annals (papan tulis yang digantungkan di serambi rumahnya). Catatan pada papan tulis itu merupakan pemberitahuan bagi setiap orang yang lewat dan memerlukannya.
Pengumuman sejenis itu dilanjutkan oleh Julius Caesar pada zaman kejayaannya. Caesar mengumumkan hasil persidangan senat, berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya, dengan jalan menuliskannya pada papan pengumuman berupa papan tulis pada masa itu. (60 SM) dikenal dengan acta diurna dan diletakkan di Forum Romanum (Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum. Terhadap isi acta diurna tersebut setiap orang boleh membacanya, bahkan juga boleh mengutipnya untuk kemudian disebarluaskan dan dikabarkan ke tempat lain.
Baik hikayat Nabi Nuh menurut keterangan Flavius Josephus maupun munculnya acta diurna belum merupakan suatu penyiaran atau penerbitan sebagai harian, akan tetapi jelas terlihat merupakan gejala awal perkembangan jurnalistik. Dari kejadian tersenut dapat kita ketahui adanya suatu kegiatanyang mempunyai prinsip-prinsip komunikasi massa pada umumnya dan kejuruan jurnalistik pada khususnya. Karena itu tidak heran kalau Nabi Nuh dikenal sebagai wartawan pertama di dunia. Demikian pula acta diurna sebagai cikal bakal lahirnya surat kabar harian.
Seiring kemajuan teknologi informasi maka yang bermula dari laporan harian maka tercetak manjadi surat kabar harian. Dari media cetak berkembang ke media elektronik, dari kemajuan elektronik terciptalah media informasi berupa radio. Tidak cukup dengan radio yang hanya berupa suara muncul pula terobosan baru berupa media audio visual yaitu TV (televisi). Media informasi tidak puas hanya dengan televisi, lahirlah berupa internet, sebagai jaringan yang bebas dan tidak terbatas. Dan sekarang dengan perkembangan teknologi telah melahirkan banyak media (multimedia).
Wawancara dan Reportase
Berita
Dalam jurnalistik, begitu banyak pengertian berita. Masing-masing orang memberikan definisi berita berdasarkan sudut pandang sendiri-sendiri dalam merumuskannya. Dalam buku Reporting, Mitchell V. Charnley menuliskan beberapa definisi berita:
“Berita adalah segala sesuatu yang terkait waktu dan menarik perhatian banyak orang dan berita terbaik adalah hal-hal yang paling menarik yang menarik sebanyak mungkin orang (untuk membacanya).” Ini definisi menurut Willard Grosvenor Bleyer.
Menurut Chilton R. Bush, berita adalah informasi yang “merangsang”, dengan informasi itu orang biasa dapat merasa puas dan bergairah. Sementara Charnley sendiri menyebutkan bahwa berita adalah laporan tentang fakta atau pendapat orang yang terikat oleh waktu, yang menarik dan/atau penting bagi sejumlah orang tertentu.
Nah, dari sekian definisi atau batasan tentang berita itu, pada prinsipnya ada beberapa unsur penting yang harus diperhatikan dari definisi tersebut. Yakni:
1. Laporan
2. Kejadian/peristiwa/pendapat yang menarik dan penting
3. Disajikan secepat mungkin (terikat oleh waktu)
Dalam jurnalistik juga dikenal jenis berita menurut penyajiannya. Pertama, Straight News (sering juga disebut hard news), yakni laporan kejadian-kejadian terbaru yang mengandung unsur penting dan menarik, tanpa mengandung pendapat-pendapat penulis berita. Straight news harus ringkas, singkat dalam pelaporannya, namun tetap nggak mengabaikan kelengkapan data dan obyektivitas.
Kedua, Soft News (sering disebut juga feature), yakni berita-berita yang menyangkut kemanusiaan serta menarik banyak orang termasuk kisah-ksiah jenaka, lust (menyangkut nafsu birahi manusia), keanehan (oddity).


Menulis berita
selain kita harus memenuhi kaidah 5W+H (What, Who, Where, When, Why plus How), yakni menuliskan hasil laporan atau pengamatan terhadap peristiwa atau pendapat yang menarik itu. Intinya, adalah menuliskan berita itu ke dalam artikel yang menaik. Nah, supaya tulisan beritamu oke punya. Paling nggak kamu kudu mengetahui beberapa hal, di antaranya:
1. Informasi. Yup, informasi, bukan bahasa. Informasi adalah batu-bata penyusun berita yang yang efektif. Tanpa informasi, walah jangan harap kamu bisa menulis berita itu dengan baik. Jangankan nggak punya informasi, informasinya nggak lengkap saja bakalan kewalahan bikin beritanya. Pokoknya, ada yang ganjal saja, karena tulisan jadi kurang menggigit.
2. Siginifikansi. Maksudnya, berita kudu memiliki informasi penting; yakni memberi dampak pada pembaca. Misalnya aja, penulisnya mengingatkan pembaca kepada sesuatu yang mengancam kehidupan mereka.
3. Fokus. Betul, kegagalan seorang penulis berita adalah ketika menyampaikan berita secara sporadis, alias semrawut. Nggak fokus. Berita yang sukses dan oke biasnya justru pendek, terbatasi secara tegas dan sangat fokus. “Less is more,” kata Hemingway.
4. Konteks. Tulisan yang efektif mampu meletakkan informasi pada perspektif yang tepat sehingga pembaca tahu dari mana kisah berawal dan ke mana mengalir, serta seberapa jauh dampaknya.
5. Wajah. Jurnalisme itu menyajikan gagasan dan peristiwa; tren sosial, penemuan ilmiah, opini hukum, perkembangan ekonomi, krisis internasional, tragedi kemanusiaan, dinamika agama, dsb. Tulisan yang disajikan itu berupaya mengenalkan pembaca kepada orang-orang yang menciptakan gagasan dan menggerakkan peristiwa. Atau menghadirkan orang-orang yang terpengaruh oleh gagasan dan peristiwa itu.
6. Lokasi/Tempat. Sobat muda, pembaca menyukai banget “sense of place”. Kamu bisa membuat tulisan jadi lebih hidup jika menyusupkan “sense of place”. Bener lho. Misalnya aja kamu gambarkan tentang suasana jalannya pertandingan sepakbola yang menegangkan saat kedua klub itu bermain hidup-mati untuk mengejar gelar juara atau menghindari jurang degdradasi. Seru deh.
7. Suara. Tulisan akan mudah diingat jika mampu menciptakan ilusi bahwa seorang penulis tengah bertutur kepada seorang pembacanya. Jadi, gunakan kalimat aktif. Bila perlu berbau percakapan.
8. Anekdot dan Kutipan. Anekdot adalah sebuah kepingan kisah singkat antara satu hingga lima alinea—“cerita dalam cerita”. Anekdot umumnya menggunakan seluruh teknik dasar penulisan fiksi; narasi, karakterisasi, dialog, suasana. Semua itu dibuat dengan tujuan untuk mengajak pembaca melihat cerita dalam detil visual yang kuat. Kata orang-orang sih, anekdot sering dianggap sebagai ‘permata’ dalam cerita.

Nilai berita
Nilai berita adalah seperangkat kriteria untuk menilai apakah sebuah kejadian cukup penting untuk diliput. Ada sejumlah faktor yang membuat sebuah kejadian memiliki nilai berita. 7 di antaranya adalah:
1. Kedekatan (proximity). Ada dua hal tentang kedekatan. Pertama dekat secara fisik dan kedua, kedekatan secara emosional. Orang cenderung tertarik bila membaca berita yang peristiwa atau kejadiannya dekat dengan wilayahnya dan juga perasaan emosional berdasarkan ikatan tertentu.
2. Ketenaran (prominence). Orang terkenal memang sering menjadi berita. Seperti kata ungkapan Barat, Name makes news. Bintang film, sinetron, penyanyi, politisi ternama seringkali muncul di koran dan juga televisi.
3. Aktualitas (timeliness). Berita, khususnya straight news, haruslah berupa laporan kejadian yang baru-baru ini terjadi atau peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan.
4. Dampak (impact). Sebuah kejadian yang memiliki dampak pada masyarakat luas memiliki nilai berita yang tinggi. Semakin besar dampak tersebut bagi masyarakat, semakin tinggi pula nilai beritanya.
5. Keluarbiasaan (magnitude). Sebenarnya hampir sama dengan dampak, namun magnitude di sini menyangkut sejumlah orang besar, prestasi besar, kehancuran yang besar, kemenangan besar, dan segala sesuatu yang besar.
6. Konflik (conflict). Berita tentang adanya bentrokan, baik secara fisik maupun nonfisik, selalu menarik. Misalnya bentrokan antar manusia, manusia dengan binatang, antar kelompok, bangsa, etnik, agama, kepercayaan, perang dsb.
7. Keanehan (oddity). Sesuatu yang tidak lazim (unusual) mengundang perhatian orang di sekitarnya. Orang yang berdandan esktrentrik, orang yang bergaya hidup nggak umum, memiliki ukuran fisik yang beda denga yang lain pada umumnya, dsb cenderung jadi berita yang bernilai tinggi.

Daya tarik berita (News interest).
Beberapa topik yang mengandung daya tarik berita di antaranya adalah: self-interest,
uang, seks, perjuangan, pahwalan dan keterkenalan, suspence (mencekam), human interest, kejadian (perayaan) dengan lingkup besar, kontes, penemuan baru, hal yang tidak biasa, kejahatan, dsb.
Sumber informasi untuk bahan berita
Ada beberapa sumber perolehan berita:
1. Staf surat kabar, yaitu personal yang bekerja pada redaktur surat kabar tertentu, berkantor di redkasi surat kabar tersebut.
2. Koresponden, yaitu wartawan yang bekerja untuk media atau kantor berita tertentu dan tidak berkantor di kantor redaksi.
3. Kantor berita (news agencies), yakni lembaga yang khusus berita-berita dalam dan luar negeri serta beraneka jenisnya untuk kemudian dijual ke berbagai media massa.
4. Features Syndicates, yaitu lembaga yang khusus “menjual” kepada penerbit.
5. Kalangan publisitas, yaitu orang-orang atau kelompok yang bekerja mempopulerkan orang-orang atau peristiwa.
6. Volunteer staff, yaitu orang-orang awam atau bukan kalangan pers yang akan memberi informasi berharga tentang gejala dan kejadian yang bisa diangkat sebagai berita.

Syarat sumber berita
Sebuah tulisan jurnalistik haruslah bersumber dari fakta, bukan opini atau asumsi si reporter. Itu sebabnya, harus ada sumber berita yang jelas dan dapat dipercaya. Ada beberapa syarat sumber berita:
1. Layak dipercaya, meski kelihatan mudah, tapi wartawan yang belum berpengalaman akan kejeblos mewawancarai sumber yang diragukan kebenaran omongannya. Jadi kudu jeli dan kritis ketika mengamati peristiwa atau kejadian dan siapa saja yang terlibat di dalamnya.
2. Berwenang, artinya orang yang punya kekuasaan dan tanggung jawab terhadap masalah yang sedang kita garap. Kenapa ini penting? Pertama, agar tercapai keseimbangan penulisan berita yang balance (seimbang) dan both-sided coverage (liputan yang menyajikan keterangan dua pihak yang bertolak-belakang sehingga fair atau adil). Kedua, agar tulisan atau laporan bisa aman.
3. Kompeten, artinya sumber berita tersebut layak untuk dimintai keterangannya.
4. Orang yang berkaitan langsung dengan peristiwa, yaitu sumber berita yang memiliki hubungan, terpengaruh atau mempengaruhi peristiwa tersebut.

Demikian sekilas tentang dasar-dasar jurnalistik, khususnya yang berkaitan dengan sebuah pemberitaan. Masih banyak unsur lainnya dalam jurnalistik seperti manajemen media massa, jenis-jenis tulisan di media massa, termasuk tentang kode etik jurnalistik. Bisa dibahas pada kesempatan lain, atau bisa juga mencari informasi sendiri. Semoga saja ilmu yang meski masih sedikit ini menjadi tambahan wawasan. Tapi intinya, jangan pernah merasa puas mendapatkan sedikit ilmu. Terus belajar, belajar, dan belajar. Tetep semangat!

Mengenal dan Belajar Fotografi Untuk Pelajar
Siapa sih yang belum pernah memotret? sudah pasti diantara kalian para pelajar pernah memotret bukan. Entah itu memotret party di sekolah, adik, keluarga, waktu wisata, ulang tahun, dan sebagainya.
Nah, saat ini terasa janggal jika media cetak tidak menyertakan foto sebagai fakta pelengkap sebuah berita. Di sisi lain foto juga bisa berdiri sendiri sebagai berita gambar atau sebagai sebuah karya seni yang bernilai tinggi. Foto yang baik adalah yang mampu mengikat perhatian penikmat hingga tanpa disadarinya ia sudah langsung menterjemahkan ungkapan yang terkandung dalam gambarnya. Misal, foto pemandangan gunung Bromo yang membuat penikmat/orang yang melihat foto tersebut berkata --wuihh, bagusnya...-- dan sebagainya.

Apa itu fotografi?
Fotografi atau dalam bahasa inggrisnya Photography itu berasal dari bahasa Yunani yaitu Photos dan Graphos. Photos berarti cahaya dan Graphos yang berarti melukis. Dalam terjemahan bebasnya berarti melukis dengan cahaya.
Belajar fotografi --kalau melihat dari peralatannya seperti kamera dan aksesorisnya-- memang merupakan hoby yang mahal. Namun, bila kita sudah punya niatan untuk belajar fotografi, semahal apapun pasti akan bisa kita lakukan. Untuk belajar fotografi tidak harus punya kamera yang harganya mahal, kita bisa meminjam kameranya teman, atau kakak, atau siapa yang punya kamera. Yang jelas, bila ingin menguasai teknik-teknik fotografi, satu syaratnya yaitu harus punya kamera, setidaknya ada kamera yang bisa dipakai untuk praktek.

Soft News atau Hard News
Tiap media bisa membuat rubrik atau bentuk tulisan baru selaras dengan kebutuhan pembaca atau sesuai dengan selera redakturnya. Namun, sedikitnya ada 4 bentuk berita yaitu hard news atau straight news, soft news, feature, dan indepth report.
Hard News atau Straight News
Yaitu berisi fakta murni yang mengabarkan suatu peristiwa penting dengan cepat, segera, dan langsung mengacu pada 5W dan 1H (what, when, where, who, why dan how).
Soft News
Yaitu berita yang mengandung 5W+1H, namun dikemas dengan gaya bahasa ringan, dan biasanya beritanya menarik (human interest).
Features
Yaitu lazim disebut dengan "berita kisah". Features ini meski tetap mengandung unsur 5W+1H isinya lebih bersifat human interest. Biasanya mengungkapkan peristiwa tentang realita sosial yang tersembunyi.
Indepth Report
yaitu lebih lazim disebut dengan "laporan mendalam". Penyajiannya nyaris sama dengan features.
Mungkin pembahasan diatas tidaklah lengkap, karena keterbatasan waktu kami redaksi SJP dalam membuat artikel mengenai dasar jurnalistik. Namun, kamu-kamu bisa mendapatkannya lebih lengkap dan lebih paham bila mengikuti pelatihannya atau belajar privat. Semoga bermanfaat.
Catalog Persons Redaksional
SIUPP :
No: 537/SK/Menpen/SIUPP/1998,…………………………….
PEMIMPIN UMUM/PENANGGUNG JAWAB : ……………….
PEMIMPIN PERUSAHAAN: ……………………
PEMIMPIN REDAKSI: ……………………
REDAKTUR ………………………………….
KOORDINATOR LIPUTAN ………………….
REPORTER ……………………..
SEKRETARIS REDAKSI ………………………….
ARTISTIK LAY-OUT (WEB) DESIGN/PRA CETAk……………………………
BANKDATA …………………………….
SIRKULASI: ……………………………………………
ALAMAT REDAKSI: ………………………….
BANK: ………………………………………...
PENERBIT: ……………………

KODE ETIK JURNALISTIK
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;

“Kehidupan pers merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam kestabilan keadaan di masyarakat. Sebagai pilar keempat dalam pembangunan bangsa dan negara memiliki fungsi sebagai sosial kontrol. Posisi dari pers merupakan stabilisator dan dinamisator dalam aspek kehidupan masyarakat secara umum. Oleh karena itulah maka insan-insan yang terlibat di dalamnya haruslah mempunyai kemampuan nalar dan kritis yang cukup baik”

Laporan : Dodi Prananda/SMAN 1 Padang, Perangkum : Nilna Rahmi Isna
Jurnalistik, apakah itu?
Begitu pertanyaan untuk laporan utama kali ini. Istilah jurnalistik ternyata belum begitu dipahami oleh pelajar-pelajar SMA maupun SMP. Sebagian besar memang sudah familiar dengan istilah jurnalistik karena pernah atau sering mendengar tapi tidak tahu arti yang sesungguhnya.
Siswa-siswi SMAN 1 Padang mengangkat suara tentang jurnalistik. Muhammad Asiya berkata jurnalistik itu segala hal tentang berita dan tulisan. Tri Suci Ramadhani mengatakan jurnalistik itu adalah kemampuan menulis. Alfadly Rizki menyebutkan jurnalistik itu adalah kegiatan dalam menciptakan dan mengedit berita. Westi Permata Wati mengatakan jurnalistik sebagai kegiatan yang berhubungan dengan meliput berita. Rizki Eka Putra mendefenisikan jurnalistik sebagai sebuah cabang yang menyangkut tentang peliputan dan penyampaian informasi kepada masyarakat umum. Arti jurnalistik yang disampaikan teman-teman kita ini mendekati benar.
Akan tetapi, jurnalistik tidak sesederhana itu. Jurnalistik adalah ilmu yang mempelajari bagaimana teknik mencari berita kemudian mengolahnya menjadi sebuah tulisan yang apik dan menarik di media massa cetak maupun elektronik.
M. Hafiz Akbari, siswa SMPN 7 Padang, mengatakan ia pernah mendengar kata jurnalistik tapi tidak tahu persis apa artinya. Baginya “Jurnalistik itu wawancara,” katanya. Benar. Namun, jurnalistik tidak sesederhana itu. k. Wawancara adalah teknik mencari berita tersebut.
Ade Okta Fianto di SMAN 1 Gunung Talang menyebut kalimat wartawan ketika ditanya tentang jurnalistik. “Jurnalistik itu wartawan,” ungkapnya. Nah,wartawan bukanlah arti dari jurnalistik. Akan tetapi, wartawan adalah pelaku jurnalistik itu sendiri. Wartawan bekerja mencari berita melalui teknik wawancara lalu menyajikannya dalam sebuah tulisan. Tulisan ini akan disampaikan ke masyarakat tergantung di mana media wartawan tersebut bekerja, mungkin koran, majalah, radio, televise, ataupun situs internet.
Jurnalistik lebih dikenal sebagai sebuah keterampilan dan seni. Jurnalistik sebagai keterampilan karena seseorang wartawan atau reporter membutuhkan kelincahan tenaga dan pikiran untuk melaksanakan tugasnya, mulai pada menemukan berita hingga menyebarkannya di media massa. Jurnalistik sebagai seni karena pelaku jurnalistik mesti kreatif mencari ide iuntuk membuat editorial, pojok, dan karikatur yang sesuai dengan nada hati dan jiwanya.
Selain istilah jurnalistik, juga dikenal istilah publisistik. Apa itu publisistik? Publisistik merupakan bidang ilmu yang menggawangi jurnalistik. Publisistik adalah ilmu komunikasi massa. Jurnalistik memiliki arti penting bagi publisistik karena dalam prakteknya jurnalistik melancarkan sistem komunikasi antar manusia di dunia ini. Dengan adanya jurnalistik itulah, kita bisa membaca turunnya harga ongkos angkot di koran, mendengar berapa frekuensi gempa di radio, menonton kecelakaan pesawat di televisi, dan mengetahui program kerja pemerintahan Obama di internet.
Itulah fungsi jurnalistik. Ia menyebarkan berita dan menghubungkan komunikasi antar manusia. Berita yang disajikan tersebut tanpa batas menyangkut berbagai peristiwa di dalam negeri maupun di luar negeri. Lebih luas, jurnalistik berfungsi sebagai sarana informasi, interpretasi (pemahaman), panduan, dan juga hiburan.
Jurnalistik di sekolah, penting nggak sih?
Irma Kurniati dari SMKN 1 Tembilahan menjawab. “Jurnalistik itu penting karena membuat kita lebih tahu terhadap segala sesuatu, ” ungkapnya. M. Hafiz Akbari di SMPN 7 Padang mengatakan jurnalistik penting untuk menambah wawasan. Sedangkan Ade Okta Fianto, siswi SMAN 1 Gunung Talang menyebutkan jurnalistik penting karena ia menyebarkan informasi ke masyarakat.
“Jurnalistik di sekolah dapat mencetak jurnalistik muda yang berkualitas,” kata Tri Suci Ramadhani, kelas X.7 SMAN 1 Padang. Baginya, kegiatan jurnalistik yang berkaitan dengan dunia tulis menulis dapat menyalurkan pendapat dan pikiran para pelajar. Dian Fardiyuna dari kelas dan sekolah yang sama dengan Tri Suci Ramadhani mengatakan jurnalistik dapat menciptakan pelajar yang intelek. “Jurnalistik itu penting. Apalagi kalau kegiatannya di sekolah berjalan baik, menciptakan pelajar yang intelek!,” ujar Dian.
Di sekolah, kegiatan jurnalistik, biasanya disalurkan lewat ekstrakulikuler dalam bentuk mading (majalah dinding). Mading merupakan wadah pengenalan jurnalistik sederhana di sekolah. Kegiatan jurnalistik sekolah biasanya mencakup aktivitas siswa-siswi dan guru-guru, baik di dalam sekolah maupun luar sekolah.
Noveandri dari SMKN 1 Padang juga memiliki mading di sekolahnya. Meskipun tidak resmi sebagai ekskul, mading di SMKN 1 Padang cukup memberikan informasi. Menurut Vendri, panggilan akrab Noveandri, sebagian besar isi mading SMKN 1 Padang adalah berita olahraga. Sedangkan mading di sekolah Ade Oktafianto diwarnai oleh puisi, cerpen, dan beberapa pengumuman dari sekolah. SMAN 1 Gunung Talang, sekolah Ade, juga tidak memiliki ekskul jurnalistik. Pengurus mading, baik di SMKN 1 Padang maupun SMAN 1 Gunung Talang, belum terbentuk, hanya pengurus OSIS yang menggawangi mading tersebut.
SMPN 7 Padang juga belum memiliki ekskul jurnalistik. Pusat informasi sekolah ada pada mading. Menurut M. Hafiz Akbari, mading di SMPN 7 Padang tidak hanya berisikan tentang pengumuman dari guru-guru tapi juga menampilkan beberapa keterampilan siswa serta tulisan-tulisan yang berhubungan dengan iptek terbaru. Meskipun mading SMPN 7 Padang juga digawangi oleh pengurus OSIS, tulisan yang ditampilkan tidak hanya disajikan oleh pengurus OSIS tapi juga oleh siswa-siswi yang ingin menampilkan karya-karyanya.
Di sekolah, tidak hanya mading yang menjadi media kegiatan jurnalistik. Ada beberapa sekolah yang memiliki koran atau tabloid sekolah seperti SMAN 1 Padang disebut Media SMANSA dan SMAN 2 Padang disebut Tabloid Pelangi. Kegiatan jurnalistik di SMAN 1 Padang dan SMAN 2 Padang termasuk ekstrakulikuler yang eksis dan aktif di sekolahnya.
Media SMANSA, menurut Alfadly Rizki, merupakan ekskul yang bagus untuk menambah kemampuan siswa dalam jurnalistik. Media SMANSA mewadahi siswa-siswi SMAN 1 Padang untuk membuat dan menyebarkan informasi. Media SMANSA terbit dalam triwulan atau sekali tiga bulan. Menurut Alfadly, kegiatan jurnalistik yang dilakukan redaksi Media SMANSA meliputi mencari, membuat, merangkum, dan mempublikasikan berita.
Selain mading dan koran, jurnalistik di sekolah juga bisa berbentuk radio dan situs portal. Sekolah yang memiliki radio seperti SMKN 1 Tembilahan. Menurut Irma Kurnianti, siswa SMKN 1 Tembilahan, kegiatan jurnalistik di sekolah disalurkan lewat radio yang baru berjalan sejak bulan Desember. Sedangkan sekolah yang memiliki situs portal seperti SMKN 4 Padang dan SMAN 6 Padang.
Beberapa sekolah menjadikan jurnalistik sebagai mata pelajaran dalam kurikulum sekolah. SMAN 2 Padang adalah salah satu sekolah yang memiliki mata pelajaran jurnalistik. Pada mata pelajaran ini, siswa-siswi diperkenalkan dengan dunia jurnalistik yang bisa langsung diaplikasikan di Tabloid Pelangi dan Mading Pelangi SMAN 2 Padang. Sementara di SMAN 1 Padang, menurut Muhammad Asiya, dasar-dasar jurnalistik diperkenalkan melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia.
terbit di P’Mails edisi 173, 1 Februari 2009
Februari 4, 2009
Kategori: Pmail's Journal . Yang berkaitan: Pendidikan . Penulis: Nilna R.Isna

Ruang Jurnalistik Sekolah
MERANCANG PENERBITAN SEKOLAH
Oleh: Zulmasri

Apa yang Kamu ketahui bila mendengar istilah jurnalistik? Kata-kata yang asingkah? Padahal dalam kehidupan sehari-hari setiap saat kita senantiasa bersentuhan dengan dunia ini. Berbagai pesan, kabar, berita, atau apapun bentuknya, yang intinya adalah catatan-catatan untuk dikomunikasikan.
Istilah jurnalistik sendiri berasal dari bahasa Prancis, journal, yang berarti catatan harian. Dalam buku yang ditulisnya, Bambang Trimansyah mengatakan bahwa secara ringkas jurnalistik bisa diartikan sebagai kegiatan pencatatan atau pelaporan dan penyebaran berita tentang kejadian sehari-hari.
Tentu saja di sini ada pelapor agar berita itu sampai kepada orang lain. Tugas ini dilakukan oleh orang yang kita sebut sebagai wartawan. Ada juga yang menyebutnya jurnalis (berasal dari bahasa Inggris, journalist). Mereka inilah yang menggali informasi/berbagai kejadian dan melaporkannya kepada kita.
Lalu apakah semua kabar/berita yang disampaikan itu sudah bisa disebut sebagai kegiatan jurnalistik? Misalnya saja Kamu melihat ada tetangga kamu kemalingan, dan kamu melihat serta melaporkannya kepada pihak berwajib. Sudahkah kamu disebut jurnalis?
Jawabnya belum bisa disebut jurnalis. Alasannya kamu belum mempunyai media penyampai. Jadi, faktor media amat penting dalam kegiatan jurnalistik. Laporan yang disampaikan harus dituangkan ke bentuk media: tertulis (surat kabar dan majalah), lisan (radio), audiovisual (televisi). Ada pula yang membagi media ini dalam kelompok media massa (surat kabar dan majalah) serta media elektronik (radio, televisi, internet).

Penerbitan Media di Sekolah
Media sebagai sarana penyampai dalam dunia jurnalistik di sekolah khususnya bisa berbentuk tulisan ataupun elektronik. Media yang lazim dan dengan biaya murah bisa ditemukan dalam bentuk tertulis. Setidaknya ada 3 macam media yang digunakan sebagai penyampai informasi, yakni majalah dinding, buletin, dan majalah sekolah.

A. Majalah Dinding
Pernah membuat majalah dinding? Majalah dinding yang memang menempel di dinding adalah salah satu bentuk kegiatan jurnalistik. Media ini boleh jadi bentuk kegiatan jurnalistik yang paling sederhana. Pembuatannya tidak terlalu rumit dengan materi yang juga sangat terbatas. Biasanya, media ini kita temukan di sekolah, mesjid, atau pun kampus perguruan tinggi.
Sebuah majalah dinding yang baik haruslah memenuhi standar. Dalam berbagai kegiatan lomba majalah dinding (biasa disingkat mading), tingkat standardisasi inilah yang menjadi acuan.
Pada waktu mesin ketik atau komputerisasi belum semarak sekarang, majalah dinding dikerjakan dengan menggunakan bentuk tulisan tangan. Para penulis yang bentuk tulisannya bagus menjadi penulis andalan dalam pengerjaan majalah dinding. Akan tetapi, kalau dalam ajang lomba ada yang mengatakan bahwa sebuah majalah dinding harus menggunakan tulisan tangan, maka pemikiran seperti itu harus dibuang jauh-jauh. Majalah dinding sebagai sarana komunikasi harus bisa mengikuti perkembangan teknologi, termasuk tidak diharamkannya penulisan majalah dinding dengan sistem komputerisasi.
Sebagaimana halnya surat kabar, majalah dinding perlu ditata agar terlihat menarik. Penulisan dengan menggunakan kolom-kolom seperti surat kabar memungkinkan akan lebih menarik ketimbang menulisnya tanpa kolom. Untuk berikutnya juga ditata penempatan dari bagian-bagiannya.
Bagian-bagian Majalah Dinding
Sebelum penataan bagian-bagiannya, terlebih dahulu kita lihat dulu bagian-bagian (isi) sebuah majalah dinding, khususnya yang diterbitkan di sekolah. Bagian-bagian itu secara lengkap adalah sebagai berikut:
1. Nama majalah dinding, lengkap dengan motto/visinya, alamat dan nomor edisinya.
2. Redaksional
3. Daftar isi
4. Pengantar Redaksi
5. Tajuk rencana
6. Berita sekolah
7. Reportase
8. Feature
9. Karya sastra (cerpen, cerber, puisi, pantun, dsb)
10. Artikel, tips, dsb
11. Opini
12. Pojok
13. Kartun, karikatur, ilustrasi, vignyet, foto-foto, gambar

Nama sebuah majalah dinding ditentukan dalam rapat redaksi. Redaksi merupakan orang-orang yang berperan dalam pembuatan majalah dinding. Apabila nama mading sudah ada, diikuti kemudian dengan motto/visi majalah dinding tersebut. Penetapan nama majalah dinding bisa dilakukan dengan melibatkan pembinanya.
Sebelum mengerjakan majalah dinding, terlebih dahulu juga harus dipikirkan peralatan/bahan yang dibutuhkan. Peralatan/bahan harus disediakan sejak awal dan disimpan rapi. Dalam hal ini termasuk terbitan-terbitan yang sudah dihasilkan, harus diarsipkan secara rapi.
1. Peralatan/bahan yang diperlukan dalam membuat majalah dinding adalah sebagai berikut:
1. Tempat/box penempatan majalah dinding
2. Kotak karya, untuk menaruh karya para siswa yang ingin dimuat di majalah dinding
3. Kertas landasan, biasanya manila putih atau berwarna, dengan ukuran 110 X 80 cm. Bisa pula menggunakan kertas asturo.
3. Kertas HVS (sebaiknya berwarna, bisa pula menggunakan kertas asturo)
4. Spidol ukuran besar dan ukuran biasa
5. Pensil dan penghapus
6. Lem
7. Gunting, pisau cutter
8. Penggaris panjang dan pendek
9. 10.Komputer dengan tinta warna

Redaksional
Sebuah majalah dinding akan berjalan lancar apabila mempunyai awak redaksi yang benar-benar menyukai kegiatan tulis-menulis. Di samping peran pembina dalam menyemangati dan membimbing para siswa amat penting. Secara umum redaksional meliputi:
Pimpinan Umum (biasanya kepala sekolah)
Pembina/Penanggung Jawab (biasanya guru yang mengenal seluk-beluk jurnalistik)
Pimpinan redaksi
Wakil Pimpinan Redaksi
Sekretaris Redaksi
Redaksi/Reporter
Penata Letak

Berikut penjelasan tugas masing-masingnya (di luar pimpinan umum dan pembina):
Pimpinan Redaksi
Bertanggung jawab terhadap kerja suatu penerbitan
Melakukan koordinasi dalam perencanaan penerbitan majalah dinding
Melakukan konsolidasi dengan pembina tentang kebutuhan dan kesulitan dalam penerbitan
Mengatasi dan mencari pemecahan masalah yang dialami tim redaksi
Memimpin rapat redaksi

Wakil Pimpinan Redaksi
Menggantikan tugas pimpinan redaksi apabila berhalangan
Membantu pimpinan redaksi dalam pengecekan kelengkapan penerbitan

Sekretaris Redaksi
Mengelola administrasi keredaksian (surat-menyurat, honorarium, biaya operasional
redaksi)
memeriksa kesiapan redaksi
mempertanggungjawabkan administrasi kepada pimpinan redaksi

Reporter/Redaksi
Melakukan reportase (peliputan) sesuai dengan kebijakan redaksi
Membuat tulisan dari liputan dan diselesaikan sesuai dengan tenggat (deadline) terbit
Mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada pimpinan redaksi

Penata Letak
Merencanakan tata letak visual teks dan gambar media
Menata letak teks dan gambar sesuai dengan kebijakan redaksi
Mempertanggungjawabkan hasil kerjanya pada pimpinan redaksi
Selain bagian-bagian dari suatu redaksional seperti yang dikemukakan di atas, masih ada bagian-bagian lain yang bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi dari media bersangkutan, misalnya fotografer, ilustrator, distributor (untuk majalah sekolah), dsb.

B. Buletin
Membuat buletin juga membutuhkan keahlian dalam merancang bentuknya. Buletin bentuk media tulis yang bisa dibawa dan dibaca di tempat yang kita suka. Hal ini berbeda dengan majalah dinding yang menempel di dinding.
Munculnya teknologi komputer mempermudah dalam merancang bentuknya. Beberapa program seperti microsoft word, coreldraw, photoshop, dan sebagainya bisa dimanfaatkan.
Isi buletin hampir sama dengan majalah dinding. Selain itu nama buletin dan redaksionalnya perlu dicantumkan. Apabila menggunakan microsoft word, gunakan bentuk tulisan columns dan pinggirnya diberi hiasan bingkai.

C. Majalah Sekolah
Membuat majalah sekolah gampang-gampang mudah. Yang dibutuhkan di sini adalah keseriusan dan dukungan finansial dari sekolah. Untuk majalah sekolah yang sederhana, sampul (cover) bisa menggunakan hasil sablonan, sedangkan isi dalamnya bisa difotokopi.
Namun bila menggunakan bentuk yang lebih luks, bisa menggunakan percetakan/offset. Namun untuk ini dibutuhkan biaya yang lebih mahal.
Isi dari majalah tidak berbeda jauh dengan majalah dinding. Selain itu juga diperlukan redaksional. Khusus untuk majalah (dan buletin) diperlukan editor yang lebih teliti dan bisa diambilkan dari Bapak/Ibu Guru, karena beredar di luar sekolah.
Talun, Agt 2006
Zulmasri, guru Bahasa dan Sastra Indonesia/pembina jurnalistik

KODE ETIK AJI (ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN)
1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
3. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
4. Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
5. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
6. Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
7. Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo.
8. Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
9. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
10. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental atau latar belakang sosial lainnya.
11. Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
12. Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman kekerasan fisik dan seksual.
13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
14. Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan. (Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.)
15. Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.
16. Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
17. Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.
18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.

Kode Etik Jurnalistik
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.
Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas, serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran Pasal Demi Pasal
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalah-gunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalah-gunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.
Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006
Kami atas nama organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia:
1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI)-Abdul Manan
2. Aliansi Wartawan Independen (AWI)-Alex Sutejo
3. Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI)-Uni Z Lubis
4. Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI)-OK. Syahyan Budiwahyu
5. Asosiasi Wartawan Kota (AWK)-Dasmir Ali Malayoe
6. Federasi Serikat Pewarta-Masfend
7. Gabungan Wartawan Indonesia (GWI)-Fowa'a Hia
8. Himpunan Penulis dan Wartawan Indonesia (HIPWI)-RE Hermawan S
9. Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI)-Syahril
10. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)-Bekti Nugroho
11. Ikatan Jurnalis Penegak Harkat dan Martabat Bangsa (IJAB HAMBA)-Boyke M. Nainggolan
12. Ikatan Pers dan Penulis Indonesia (IPPI)-Kasmarios SmHk
13. Kesatuan Wartawan Demokrasi Indonesia (KEWADI)-M. Suprapto
14. Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI)-Sakata Barus
15. Komite Wartawan Indonesia (KWI)-Herman Sanggam
16. Komite Nasional Wartawan Indonesia (KOMNAS-WI)-A.M. Syarifuddin
17. Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia (KOWAPPI)-Hans Max Kawengian
18. Korp Wartawan Republik Indonesia (KOWRI)-Hasnul Amar
19. Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI)-Ismed hasan Potro
20. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)-Wina Armada Sukardi
21. Persatuan Wartawan Pelacak Indonesia (PEWARPI)-Andi A. Mallarangan
22. Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (PWRCPK)-Jaja Suparja Ramli
23. Persatuan Wartawan Independen Reformasi Indonesia (PWIRI)-Ramses Ramona S.
24. Perkumpulan Jurnalis Nasrani Indonesia (PJNI)-Ev. Robinson Togap Siagian-
25. Persatuan Wartawan Nasional Indonesia (PWNI)-Rusli
26. Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat- Mahtum Mastoem
27. Serikat Pers Reformasi Nasional (SEPERNAS)-Laode Hazirun
28. Serikat Wartawan Indonesia (SWI)-Daniel Chandra
29. Serikat Wartawan Independen Indonesia (SWII)-Gunarso Kusumodiningrat. (Disunting oleh Asnawin)
Aktivitas
Jurnalisme dapat dikatakan "coretan pertama dalam sejarah". Meskipun berita seringkali ditulis dalam batas waktu terakhir, tetapi biasanya disunting sebelum diterbitkan.
Jurnalis seringkali berinteraksi dengan sumber yang kadangkala melibatkan konfidensialitas. Banyak pemerintahan Barat menjamin kebebasan dalam pers.
Aktivitas utama dalam jurnalisme adalah pelaporan kejadian dengan menyatakan siapa, apa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana (dalam bahasa Inggris dikenal dengan 5W+1H) dan juga menjelaskan kepentingan dan akibat dari kejadian atau trend. Jurnalisme meliputi beberapa media: koran, televisi, radio, majalah dan internet sebagai pendatang baru.

Oleh: Senja
dari segala sumber.

Tidak ada komentar: