hembusan angin terasa semakin lembut... membawaku berkelana dalam kidung senja-NYA, tercipta berjuta makna, yang hanya aku dan DIA...yang tahu..
semburat jingga
Minggu, 28 Februari 2010
Paper Evaluasi Hasil Belajar:TES HASIL BELAJAR
TES HASIL BELAJAR
PAPER
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Hasil Belajar Bidang Study
Disusun oleh:
Diana Eka Siskarini 080210193001
Setya 080210193015
Dwi Cahyani 080210193026
Kedawung Senja 080210193047
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2010
Tes Hasil Belajar
Dalam setiap kegiatan pendidikan tidak akan bisa dipisahkan dari kegiatan evaluasi. Evaluasi adalah kegiatan akhir yang harus dilakukan oleh pendidik untuk mengetahui seberapa jauh penguasaan materi oleh peserta didiknya, atau bisa juga evaluasi diartikan sebagai sebuah proses untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam menyerap informasi yang didapat selama mengikuti proses belajar mengajar diperlukan tindakan evaluasi yang berkesinambungan. Tindak evaluasi itu diperlukan juga bagi guru untuk mengetahi sampai senberapa jauh tujuan instruksional yang telah dirumuskan itu tercapai. Hasil evaluasi ini akan digunakan untuk mengambil berbagai keputusan pendidikan, namun tidak semua hasil evaluasi dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk mengambil keputusan pendidikan, karena hasil evaluasi itu belum tentu sesuai dengan maksud dan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan, disamping itu bagaimana pelaksanaan evaluasi yang dilakukan.
Pengajaran yang efektif menghendaki dipergunakannnya alat-alat untuk menentukan apakah suatu hasil belajar yang diinginkan telah benar-benar tercapai, atau sampai dimanakah hasil belajar yang diinginkan tersebut tercapai. Seorang guru atau pendidik tidak akan dapat memberikan bimbingan yang baik dalam usaha belajar yang dilakukan oleh murid-murid kalau tidak memiliki alat untuk mengetahui kemajuan murid-murid untuk mencapai kemajuan yang diinginkan.
Sekolah sebagai sebuah institusi yang menyelengarakan pendidikan diumpamakan sebagai sebuah tempat pengolahan dimana calon siswa sebagai bahan mentah yang akan diolah, maka lulusan sekolah itu diumpamakan sebagai hasil olahan yang siap dipergunakan untuk mengetahui apakah seorang siswa lulus atau tidak lulus. Karena itulah perlu diadakan evaluasi sebagai alat penyaring. Untuk melaksanakan tindak evaluasi diperlukan alat atau instrumen evaluasi. Namun instrumen evaluasi belum menjamin ketajaman evluasinya apabila tidak disertai cara atau metode yang tepat. Untuk mengetahui hasil belajar siswa, menurut Wayan Nurkancana dan Sunartana, dalam bukunya Evaluasi Pendidikan, disebutkan bahwa terdapat dua metode yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh murid-murid dalam proses belajar yang dilakukannya, yaitu metode tes dan metode observasi (pengamatan).
I. Pengertian Tes Hasil belajar
Tes memiliki banyak pengertian atau definisi. Sekalipun memiliki arti inti yang sama, tetapi definisi tes sangat banyak. Tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan. (Nurkancana, Drs. Wayan dan Drs. P.P.N. Sunartana: 1983).
Tes hasil belajar juga diterjemahkan sebagai salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan untuk mengetahui hasil belajar seseorang dalam proses belajar-mengajar atau suatu program pendidikan.
Menurut bahasa; kata tes berasal dari bahasa latin testum yang berarti alat untuk mengukur tanah. Dalam bahasa Prancis kuno, kata tes berarti ukuran yang dipergunakan untuk membedakan antara emas dengan perak serta logam lainnya.
Dalam Encyclopedia Of Educational Evaluation, tes diartikan sebagai “any series of questions or exercise or other means of measuring the skill, knowledge, intelligence, capacities or aptitudes of an individual or group”, (berdasarkan buku evalusi pendidikan yang ditulis oleh Anderson, dkk.). Sedangkan Sumadi Suryabrata mengartikan tes adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dan atau perintah-perintah yang harus dijalankan, yang mendasarkan harus bagaimana testee menjawab pertanyaan-pertanyaan atau melakukan perintah-perintah itu, penyelidik mengambil kesimpulan dengan cara membandingkan dengan standar atau testee lainnya.
Dari pengertian berdasarkan Ensiklopedia Evaluasi pendidikan dan pengertian dari Sumadi Suryabrata, dapat diambil pengertian bahwa tes merupakan alat pengukuran berupa pertanyaan, perintah, dan petunjuk yang ditujukan kepada testee untuk mendapatkan respon sesuai dengan petunjuk itu; atas dasar respon tersebut, ditentukan tinggi rendahnya skor dalam bentuk kuantitatifselanjutnya dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan untuk ditarik kesimpulan yang kualitatif. (Thoha, Drs. M. Chabib, M.A.:1991). Pengertian tersebut mungkin belum mencakup semua elemen dari tes. Tetapi masih banyak definisi lain dari tes.
Tes menurut Allen dan Yen, adalah alat untuk memperoleh data tentang perilaku individu. Karena itu, di dalam tes terdapat sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab atau tugas yang harus dikerjakan, yang akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu (sampel perilaku) berdasarkan jawaban yang diberikan individu yang dikenai tes tersebut ( anastari, 1982:22).
Pada buku Psychological Testing, Anastari, (1982:22) menyatakan tes merupakan pengukuran yang obyektif dan standard.
Cronbach menambahkan bahwa tes adalah prosedur yang sitematis guna mengopservasi dan member deskripsi sejumblah atau lebih cirri seseorang dengan bantuan skala numerik atau suatu system kategoris. Dengan demikian bisa dinyatakan bahwa tes adalah prosedur yang sistematis. Butir tes disusun berdasarkan cara dan aturan tertentu, pemberian skor harus jelas dan dilakukukan secara terperinci, serta individu yang menempuh tes tersebut harus mendapat butir tes yang sama dan dalam kondisi yang sebanding. Selain itu tes berisi sampel perilaku, yang berarti kelayakan tes tergantung pada sejauh mana butir tes siswa adalah tes pelajaran matematika yang pada umumnya disusun oleh guru sendiri. (online: http://wakhinuddin.wordpress.com, 20 Pebruari 2010).
II. Kerancuan Istilah Tes
Ketika diucapkan kata penilaian (assessment) dan evaluasi (evaluation), maka banyak orang akan mengasosiasikannya dengan pengertian testing atau ujian. Sebab selama hampir setengah abad terakhir sebagian besar dari kita semua pernah dinilai dan dievaluasi dengan menggunakn alat baku. Akibatnya kita cenderung beranggapan bahwa ketiga istilah itu (assessment, evolution, dan testing) bisa saling dipertukarkan atau memilki arti yang dipertukarkan atau memilikiarti yang lebih krang sama. Menurut Hart (1994), anggapan itu tidak tepat dan bisa menyesatkan. Kerancuan penggunaan istilah tersebut sudah saatnya diakhiri guna memperoleh pemahaman yang benar mengenai system penilaian dan evaluasi dalam pembelajaran.
Penilaian merupakan proses pengumpulan informasi mengenai siswa khusus mengenai apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka dapat kerjakan. Ada banyak cara untuk mengumpulkan informasi ini, misalnya dengan cara mengamati (menggobservasi) siswa pada saat mereka belajar, dengan cara memeriksa apa yang telah mereka hasilkan, atau dengan cara menguji pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki. Pertanyaan kunci dalam penilaian ialah bagaimana kita dapat memperoleh keterangan mengenai apa yang sedang dipelajari siswa.
Evaluasi adalah proses interpretasi dan pengambilan keputusan berdasarkan informasi penilaian yang telah diperoleh. Data penilaian itu sendiri bukanlah sesuatu yang sudah mengandung nilai (baik atau buruk). Data itu sekedar mencerminkan apa saja yang sedang berlangsung di dalam kelas. Informasi ini menjadi bermakna kalau kita sudah mulai memutuskan bahwa data tersebut benar-benar merefleksikan sesuatu yang kita pandang sebagai hal yang bernilai, seperti seberapa jauh seorang siswa telah menguasai bahasa Indonesia secara baik dan benar. Pertanyaan kunci dalam evaluasi ialah apakah siswa benar-benar sudah atau sedang mempelajari sesuatu sebagaimana yang kita inginkan agar mereka mempelajarinya?
Sedangkan menguji hanyalah salah satu cara untuk menjalankan penilaian. Sebuah tes hanya merupakan instrumen atau alat pengukuran yang digunakan untuk mendokumentasikan pembelajaran. Namun sejak akhir Perang Dunia II testing (menguji) telah mendominasi penilaian dan evaluasi.
III. Prinsip-Prinsip Dasar Tes Hasil Belajar
Ada beberapa prinsip dasar yang perlu dalam menyusun tes hasil belajar agar tes tersebut benar-benar dapat mengukur tujuan pelajaran yang telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan atau ketrampilan siswa yang diharapkan setelah siswa menyelesaikan suatu unit pengajaran tertentu.
a. Tes tersebut hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional. Tujuan merupakan landasan dan sekaligus sebagai penentuan kriteria penilaian. Jika tujuan tidak jelas, maka penilaian terhadap tes hasil belajar tidak akan terarah sehingga akhirnya hasil penilaian tidak mencerminkan isi pengetahuan, dengan kata lain hasil penilaian tidak valid yaitu tidak mengukur apa yang sebenarnya diukur. Oleh karena itu, untuk dapat menyusun tes yang baik, setiap guru harus dapat merumuskan tujuan dengan jelas terutama tujuan instruksional khusus (TIK) sehingga memudahkan baginya untuk mengukur pencapaian tujuan yang telah dirumuskannya.
b. Mengukur sampel yang representative dari hasil belajar dan bahan pelajaran yang telah diajarkan. Kita telah bahwa bahan pelajaran yang telah diajarkan dalam jangka waktu tertentu, baik dalam satu jam pertemuan ataupun dalam beberapa jam pertemuan tidak mungkin dapat kita ukur atau kita ukur kita nilai keseluruhanya. Dalam rangka mengevaluasi hasil belajar siswa, kita hanya dapat mengambil beberapa sampel hasil belajar yang dianggap penting dan dapat mewakili seluruh performance yang telah diperoleh etelah siswa mengikuti suatu unit pengajara. Dengan demikian tes yang kita susun haruslah mencakup soal-soal yang dianggap dapat mewakili seluruh performance hasil belajar siswa. Disamping itu, untuk dapat menyusun soal-soal tes yang benar-benar merupakan sampel yang representative dalam mengukur hasil belajar siswa, guru hendaknya menyusun terlebih dulu table spesifikasi (blue-print atau kisi-kisi) yang memuat rincian topik dan penentuan jumlah serta jenis soal yang disesuaikan dengan tujuan khusus dari setiap topic yang bersangkutan.
c. Mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan. Hasil belajar dari tiap-tiap topik bahan pelajaran tidak selalu sama. Dari Bloom kita mengenal adanya hasil belajar yang berupa pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor). Untuk dapat mengukur bermacam-macam performance hasil belajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran yang diharapkan, diperlukan kecakapn menyusun berbagai macam bentuk soal dan alat evaluasi.Untuk mengukur hasil balajar yang berupa keterampilan, misalnya tidak tepat kalau hanya menggunakan soal yang berbentuk esay yang jawabanya hanya menguraikan dan bukan melakukan atau mempraktekan sesuatu. Setiap jenis alat evaluasi dan setiap macam bentuk soal hanya cocok untuk mengukur suatu jenis kemampuan tertentu. Oleh karena itu penyusunan suatu tes harus disesuaikan dengan jenis kemampuan hasil belajar yang hendak diukur dengan tes tersebut.
d. Didesain sesuai dengan kegunaanya untuk memperoleh hail yang diinginkan. Kita mengenal bermaca-macam kegunaan tes sesuai dengan tujuan masing-masing.Khususnya di dalam evaluasi pendidikan yang menyangkut evaluasihasil belajar, sedikitnya kita mengenal empat macam kegunaan tes yaitu:
1. Tes yang digunakan untuk penentuan penempatan siswa dalm suatu jenjang atau jenis program pendidikan tertentu (placement test).
2. Tes yang digunakan untuk mencari umpan balik guna memperbaiki proses belajar-mengajar bagi guru maupun siswa.
3. Tes yang digunakan untuk mengukur atau menilai sampai dimana pencapaian siswa terhadap bahan pelajaran yang telah diajarkan, dan selanjutnya untuk menentukan kenaikan tingkat atau kelulusan siswa yang bersangkutan (tes sumatif) dan
4. Tes yang bertujuan untuk mencari sebab-sebab kesulitan belajar siswa seperti latar belakang psikologis, fisik, dan lingkungan sosial-ekonomi siswa (tes diagnostic).
Masing-masing tes tersebut mempunyai karakteristik tertentu baik untuk soal, tingkat kesukaran, maupun cara pendekatan dan pengolahanya.Oleh karena itu penyusunan dan penyelenggaraan tes harus disesuaikan dengan tujuan dan fungsinya sebagai alat evaluasi yang diinginkan.
e. Dibuat seandal (realible)mungkin sehingga mudah diinterpretasikan dengan baik. Indikasi reliable tersebut jika alat yang digunakan dapat menghasilkan suatu gambaran (hasil pengukuran) yang benar-benar dapat dipercaya; saat dilakukan berulang-ulang pada objek yang sama maka hasilnya akan tetap sama atau relatif sama. Suatu tes yang andal belum tentu valid, tetapi jika tes itu valid sudah tentu andal.
f. Digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru. Tes hasil belajar selain digunakan untuk mengukur keberhasilan cara belajar siswa, juga untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri (evaluasi formatif).
IV. Macam-macam Tes Hasil Belajar
Berdasarkan definisi bahwa tes hasil belajar adalah suatu cara evaluasi yang berbentuk suatu tugas atau serangjaian tugas yang harus diselesaikan oleh siswa sehingga menghasilkan suatu nilai yang menyatakan perilaku atau prestasi siswa, maka nilai tersebut kemudian dibandingkan dengan suatu acuan tertentu untuk mengetahui makna hasil yang telah dicapai.
Tes belajar dapat dibedakan atas beberapa jenis, dan pembagian jenis-jenis tes tes ini dapat dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang. Secara umum tes dibedakan berdasarkan obyek pengukurannya dapat dibagi menjadi dua, yaitu: tes kepribadian (pesonality test) dan tes hasil belajar (achievement test). Yang termasuk dalam tes kepribadian antara lain adalah:
a. Pengukuran sikap,
b. Pengukuran minat,
c. Pengukuran bakat, dan
d. Tes intelegensi.
Ditinjau dari aspek–aspeknya tes hasil belajar itu dibedakan menjadi beberapa jenis. Berdasarkan atas jumlah pesertanya, tes hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: tes perseorangan dan tes kelompok.
1. Tes perseorangan, yaitu tes yang diberikan hanya kepada satu orang siswa misalnya, tes susulan. Sedangkan
2. Tes kelompok, yaitu tes yang diberikan kepada sekelompok siswa.
Berdasarkan dari penyusunnya tes dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Tes buatan guru, yaitu tes yang disusun dan dugunakan sendiri oleh guru.
2. Tes tidak baku yang dibuat oleh orang lain, yaitu tes dimana seorang guru dapat menggunakan tes yang dibuat oleh teman sejawat yang lebih berpengalaman atau soal-soal yang biasanya dimuat pada akhir tiap bab suatu buku pelajaran.
3. Tes baku atau tes yang telah dibakukan, yaitu tes yamgbtelah cukup sahih dan andal berdasarkan percobaan terhadap sample yang representatife.
Ditinjau dari bentuk jawaban atau bentuk tanggapannya, maka tes hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Tes tindakan (Performance tes; tes perbuatan), yaitu tes yang jawaban atau tanggapannya diberikan oleh siswa dalam bentuk tindakan atau perbuatan. Dalam hal ini siswa berbuat sesuai dengan pertanyaan atau perintah yang diberikan. Misalnya untuk mengetahui ketrampilan siswa menimbang objek kegiatan praktikum, maka cara yang paling baik dan langsung dalam memerintahkan siswa untuk menimbang objek tersebut dengan prosedur yang benar. Dengan bentuk tes ini siswa ditugaskan untuk melakukan su¬atu perbuatan seperti apa yang dimaksudkan guru atau tester. Kemudian tindakan yang dilakukan oleh siswa (tester) diana¬lisa dan diamati serta dievaluasi. Perbuatan perbuatan atau aktivitas yang layak untuk dievaluasi dengan tes bentuk tes perbuatan ini misalnya:
a. Ketrampilan mengetik
b. Ketrampilan bongkar pasang mesin
c. Ketrampilan stenografi
d. Ketrampilan/kecekatan bekerja
e. Ketangkasan gerak: lompat, lempar menangkap
f. Ketangkasan komputer
g. Ketrampilan dalam memimpin rapat
h. Ketrampilan berkomunikasi, berdiskusi, menyampaikan pendapat, menulis, mengemudikan kendaraan.
Soal atau tugas dalam tes perbuatan, hendaknya disertai dengan lembaran yang disusun menurut format tertentu. Format lembar pengarahan ini hendaknya disusun sedemikian rupa, sehingga penguji dapat langsung memberikan nilai terhadap aspek yang dievaluasi dalam proses pelaksanaan tugas yang diberikan. Aspek-aspek yang akan dinilai dan tercantum dalam lembar pe¬ngamatan, hendaknya disertakan juga kolom kolom, untuk memberi nilai atau angka. Agar jelasnya lihat contoh di halaman berikut:
LEMBAR
PENGAMATAN Tugas
Nama :
: Mengetik
Sri Saraswati
Aspek-aspek yang diamati/dinilai Nilai
4 5 6 7 8 9 10
1. Cara menekan tut
2. Kejelasan huruf
3. Kerapian
4. Kecepatan
5. Hasil
6. Sikap mengetik
Catatan: Nilai
Penguji
tanggal :
:
:
b. Tes verbal, yaitu tes yang jawabannya atau tanggapannya diberikan oleh siswa dalam bentuk ungkapan bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan, sesuai dengan pertanyaan atau perintah yang diberikan.
Ditinjau dari bentuk pertanyaan yang diberikan, tes hasil belajar dibedakan menjadi dua , yaitu:
a. Tes Objektif (“Short inswer Test”.)
Yaitu tes yang terdiri dari butir butir pertanyaan yang masing- masing dapat dijawab dengan jalan memilih salah satu alternative diantara beberapa alternative jawaban yang tersedia, atau dengan jalan mengisi jawaban yang benar dengan beberapa kata atau lambang.
Berbeda dengan bentuk uraian yang menghendaki jawaban yang panjang, dalam soal soal bentuk obyektif tugas siswa ha¬nya memilih jawaban diantara kemungkinan jawaban yang te¬lah disediakan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi jawaban singkat, atau mengisi titik titik pada kolom yang disediakan, atau dengan memberi tanda tanda sesuatu. Alat alat tes harus disusun sedemikian rupa sehingga jawaban yang diharapkan dapat berupa kata-kata singkat, atau dengan menyediakan alternatif jawaban yang harus dipilih yang benar dan atau yang tepat. Karena cara menjawab hanya dengan kata kata singkat, maka bentuk jawaban dapat berupa ja¬waban pendek (short answer). Evaluasinya diharapkan faktor faktor su¬byektif dan keterbatasan keterbatasan yang terdapat di dalam tes bentuk uraian dapat dihindarkan. Sehingga evaluasi dapat memenuhi prinsip prinsip sebagai evaluasi yang obyektif. Secara spesifik keadaan tes bentuk obyektif sebagai berikut:
1. Jawaban dipastikan kemungkinan (option) yang tersedia.
2. Susunan jawaban sudah dipastikan
3. Jumlah pertanyaan banyak
4. Kadar jawaban obyektif
5. Kunci jawaban sudah pasti
6. Tidak diperlukan memillilh dan menyusun kalimat yang tepat
7. Kemungkinan untuk menebak besar
8. Pembuatan soal lebih sukar
9. Proses dan kesanggupan berfikir siswa tidak dapat diketahui
10. Jawaban dapat dikoreksi oleh siapa saja, asal kun¬ci jawaban tersedia.
11. Validitas dan reliabilitas tinggi
12. Kemungkinan untuk menguraikan buah fikirannya ter¬tutup.
Tes objektif memiliki beberapa keunggulan antara lain adalah:
a. Tes objektif dapat dijawab dengan tepat sehingga memungkinkan siswa untuk menjawab banyak pertanyaan, karena butir-butir pertanyaannya dapat dijawab dengan memilih alternative jawaban yang tersedia, atau mengisi beberapa kata atau lambang. Dengan demikian bahan tes dapat diberikan dengan cakupan bahan pelajaran yang cukup luas, dan prestasi yang dicapai oleh siswa dalam tes itu dapat memberikan gambaran yang representative tentang penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran yang diujikan.
b. Keandalan nilai atau markah yang dicapai siswa dapat dijamin, karena butir-butir soal tes objektif hanya satu jawaban benar. Oleh karena itu siapapun dan kapanpun tes itu diperiksa markah yang didapat seorang siswapun akan tetap sama.
c. Proses pemarkahan hasil tes dapat dilaksanakan dengan cepat, yaitu dengan mencocokkan hasil tes setiap siswa dengan kunci jawaban yang telah dipersiapkan sebelumya, apalagi jika pemarkahan dilaksanakan dengan komputer.
Disamping keunggulan–keunggulan, tes obyektif memilki beberapa kelemahan antara lain adalah sebagai berikut:
a. Karena pada tes obyektif tersedia alternatif-alternatif jawaban, maka siswa yang tidak mengetahui pilihan-pilihan jawaban yang benar akan memberikan jawaban terkaan. Sampai pada tingkat tertentu jawaban terkaan itu mempunyai peluang benar, sehingga buti-butir soal yang dijawab secara terkaan ini tidak mencerminkan penguasaan siswa akan bahan pelajaran itu.
b. Metode ujian dengan tes objektif membatasi siswa untuk menanggung permasalahan yang terkandung pada butir soal denga bebas. Dengan kata lain tertutup peluang bagi siswa untuk menunjukan kemamampuan verbalnya. Oleh karena itu apabila tes dimaksudkan untuk mengukur kemampuan verbal siswa, mak jenis-jenis yang lebih baik adalah tes esai.
c. Apabila pemeriksaan atau pemarkahan hasil tes obyektif dapat dilaksanakan dengan cepat dan obyektif maka sebaliknya penyusunan dan tata laksana penyiapan tes obyektif memerlukan waktu dan biaya banyak serta keahlian yang memadai.
Tentang ragam tes obyektif apabila ditinjau dari susunan item-itemnya, dapat dibedakan menjadi:
1. Simple question
Simple question adalah merupakan pertanyaan yang disusun sedemikian rupa sehingga jawaban yang diminta cukup hanya dengan kalimat yang sangat pendek, bahkan cukup dengan satu atau dua kata saja. Tipe ini merupakan satu satunya tipe obyektif yang hampir mirip dengan uraian. Perbedaannya terletak pada panjang ja¬wabannya. Pada simple question jawabannya sangat pendek. Karena tipe ini mempunyai sifat jawaban yang bebas dari an¬tara tipe tes obyektif lainnya, maka sering juga disebut se¬bagai “Free respont obyective Test”. Bentuknya cukup sederhana dan wajar penyusunannya. Validitas dan reliabilitasnya cukup terjamin. Bahkan termasuk tes berbentuk obyektif yang paling valid dan reliable bersama sama dengan tipe complet¬tion.
Keterbatasannya terletak pada intensitas pengukurannya ter¬hadap aspek yang diukur. Oleh karena itu biasanya tipe ini digunakan terbatas untuk aspek pengetahuan dan informasi informasi yang aktual dan sederhana. Contoh pertanyaannya sebagai berikut:
a. Apa nama organ tubuh yang memiliki kelenjar empedu?
Jawab: ……………………………………………………
2. Complettion
Tes ini termasuk tes obyektif jawaban bebas yang memiliki kebebasan khusus. Aat tes ini berupa serangkaian kalimat atau pertanyaan, dimana bagian dari kalimat tersebut dihilangkan (dikosongkan) untuk diisi oleh siswa. Kata kata yang dikosongkan itu boleh dua atau tiga kata ter¬gantung pada panjang pendeknya kalimat yang disusun, kata-kata penting yang ditekankan. Bentuk tes ini sangat wajar dan mudah penyusunannya. Akan tetapi apabila tidak disusun secara seksama dan hati hati, hanya akan mampu mengungkapkan kemampuan mengingat saja da¬ri pada pengertian pengertian yang mendalam. Contoh:
a. Suatu keadaan apabila susunan gen suatu makhluk hidup berbeda dengan keadaan normal disebut .…………………………………
b. Dekrit Presiden Indonesia tahun 1959 memberlakukan kembali…………………………………………………
3. True False
Bentuk tes benar salah menyediakan kemungkinan jawaban untuk setiap pertanyaan. Akan tetapi hanya satu dari antara pertanyaan yang disediakan yang merupakan jawaban yang disediakan yang merupakan jawaban yang banar. Ragam tes ini dapat berupa: betul salah, ya tidak, sama berlawan¬an. Bentuk tes ini merupkan tes obyektif yang rendah reliabilitasnya, sebab besarnya chance success (betul karena kebe¬tulan yang dimiliki). Sehingga banyak siswa yang menjawab be¬tul terhadap sesuatu item, walaupun ia tidak mengetahui de¬ngan pasti terhadap item yang dijawabnya. Contoh:
1. Benarkah sel tumbuhan lebih tebal dibandingkan sel hewan?
2. Sel tumbuhan berbeda dengan sel hewan.
4. Multiple Choise (pilihan ganda)
Tes pilihan ganda disusun dari suatu pertanyaan dengan menyediakan tiga, atau lebih jawaban (option) untuk tiap tiap itemnya. Dan diantara item yang disediakan hanya ada satu option yang betul atau tepat. Tetapi bentuk tes obyek¬tif ini merupakan tipe obyektif yang paling unggul diantara tipe tipe obyektif lainnya. Dan mempunyai kawasan pengguna¬an yang sangat luas pada jenis mata pelajaran. Tes ini mam¬pu mengukur aspek aspek yang luas, seperti: kemampuan menge¬mukakan alasan, kemampuan mengevaluasi/jadgement, dan bahkan apabila dipersiapkan secara matang akan mampu untuk me¬ngungkap kemampuan mental yang kompleks. Dapat pula mengurangi faktor chance success, sebagaimana dimiliki oleh bentuk benar salah. Lebih lebih apabila jumlah optionnya banyak, faktor chance success semakin berkurang dan reliabilitasnya serta deskriminatifnya dapat ditingkatkan. Contoh:
1. Prioritas mempunyai arti.............................
a. kelonggaran
b. kelebihan
c. perhatian umum
d. minat
e. kekhususan
5. Matching (tes menjodohkan/pencocokan)
Instrumen tes model ini terdiri dari dua kolom, dimana setiap kolomnya berisi item item yang harus dijodohkan ¬dengan item item yang terdapat pada kolom dua. Tes ini sangat tepat untuk menghubungkan antar kejadian, antara, orang dengan peristiwa, antara kata kata asing dengan terjemahan¬nya, antara hukum dengan penerapannya, antara aturan dengan illustrasinya, dan lain sebagainya. Tes ini cocok dipakai untuk mengungkapkan kemampuan mengingat dan pengenalan, dan tidak begitu cocok untuk mengungkapkan atau mengukur pengertian, Cara skoringnya juga agak menyulitkan dibandingkan dengan tipe pilihan ganda atau benar salah. Disamping itu cara pengerjaannya juga memerlukan waktu banyak. Adapun contoh dari soal tipe ini adalah:
Nama Provinsi Ibu Kota Provinsi
Kalimantan Tengah
Sumatra Barat
Irian Jaya
Sumatra Timur
Timor Timur
Nusa Tenggara Barat
Jawa Barat
Jayapura
Kupang
Bukit Tinggi
Denpasar
Ampenan
Deli
Pekan Baru
Jakarta
Bandung
Jawab: 1. …………………………………………………
2. …………………………………………………
3. …………………………………………………
4. …………………………………………………
5. …………………………………………………
6. …………………………………………………
7. …………………………………………………
6. Analogy
Tes bentuk ini meminta kepada siswa untuk menjawab soal soal dengan mencari bentuk kesesuaian pengertian yang telah disebutkan terdahulu. Tipe ini cocok untuk mengungkapkan kemampuan mental dan in¬telegensi, dan tidak cocok untuk mengungkapkan aspek achievment. Oleh karena itu tipe ini memerlukan kemampuan mental. yang lebih mendalam. Suatu hal yang perlu diketahui disini, ialah tentang petun¬juk cara pengerjaan, harus benar benar diketahui oleh siswa. Karena ketidak tahuan cara mengerjakaan bukan berarti meru¬pakan pencerminan kemampuan mental yang dimaksud. Contoh:
a. Binatang : O2
Tumbuh itumbuhan : …………………………
Maksud item tersebut adalah menanyakan “apa yang dihisap oleh tumbuh tumbuhan?” Jawabnya ada¬lah: CO2 (Karena binatang sistem pernafasannya menghisap O2).
7. Re arrangement (Tes Penyusunan Kembali)
Tes tipe yang terakhir ini menghendaki agar siswa menyusun rangkaian pengertian atau urutan urutan proses menurut cara yang sebenarnya. Unsur atau komponen yang akan disusun itu diberikan oleh guru dalam komposisi yang tidak teratur. Urutan yang dimak¬sud dapat berupa urutan kronologis, kesukaran, sequen, logi¬ka, panjang dan sebagainya. Contoh:
Urutkan fase pembelahan mitosis berikut ini!
metafase 1. …………………
profase 2. …………………
interfase 3. …………………
telofase 3. …………………
anafase 4. …………………
b. Tes Esei/Tes Uraian
Tes uraian adalah butiran soal yang mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban atau pengerjaan soal tersebut harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes secara naratif. Ciri khas tes uraian ialah jawaban terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh orang yang mengkontruksi butir soal, tetapi dipasok oleh peserta tes. Peserta tes bebas untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Setiap peserta tes dapat memilih, menghubungkan, dan atau menyampaikan gagasan dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Jadi perbedaan utama tes objektif dan uraian dalah siapa yang menyediakan jawaban atau alternative jawaban sudah disediakan oleh pembuat soal. Dengan pengertian diatas maka pemberian skor terhadap soal uraian tidak mungkin dilakukan secara objektif.
Dengan tes uraian ini, guru memberikan beberapa perta¬nyaan. Dan jawaban yang diharapkan berupa uraian menurut kemampuan yang dimiliki siswa. Pertanyaan pertanyaan pada tes uraian ini biasanya menggunakan kalimat kalimat pendek, se¬dang jawaban yang diharapkan dari siswa berupa uraian urai¬an yang panjang, bebas, dengan gaya bahasa dan susunan kali¬mat mereka masing masing. Dari jawaban uraian yang panjang, jalan fikiran siswa dapat diketahui keruntutannya. Dengan demikian kemampuan siswa da¬lam mengorganisir serta menghubungkan fakta-fakta dapat diketahui dan dinilai; bukan saja jawaban terakhir yang dapat diketahui, melainkan lebih dari itu. Seperti cara berfikir, proses berfikir, latar belakang dan alasan-alasan yang mendukung jawaban, dapat diketahai pula. Bahkan kepribadian dan sifat sifat siswa dapat diduga dengan membaca uraian mereka. Jadi uraian dan isi jawaban itu merupakan pencerminan atau pengejawantahan dari isi hati mereka, meski baru sebagian dari keseluruhan aspeknya. Keadaan tes berbentuk uraian sebagai berikut:
a. Jawaban berbentuk uraian
b. Uraian jawaban disusun siswa sendiri
c. Jumlah pertanyaan sedikit
d. Kadar jawaban subyektif
e. Tidak tersedia kunci jawaban yang pasti
f. Diperlukan ketrampilan memilih dan menyusun kali¬mat jawaban yang tepat.
g. Hampir tidak ada kemungkinan untuk menebak (chance success)
h. Pembuatan soal lebih mudah.
i. Proses dan kesanggupan berfikir siswa dapat dike¬tahui.
j. Jawaban hanya dapat dikoreksi oleh pembuat perta¬nyaan.
k. Validitas dan reliabilitas rendah
l. Terbuka bagi siswa untuk menguraikan pemikirannya.
Tes esai memiliki beberapa keunggulan, antar lain sebagai berikut:
a. Soal-soal tes esei mudah menyusunnya, tidak memerlukan waktu dan biaya banyak seperti tes obyektif;
b. Bentuk tes esei sangat seuai untuk menilai atau mengukur suatu proses belajar mengajar yang kompleks, yang hamper tidak mungkin diukur dengan bentuk tes objektif;
c. Tes esei memberikan kesempatan kepada siwa untuk menyusun jawaban menurut kemampuan jalan pikirannya sendiri. Hal ini penting untuk melatih siswa untuk mengemukakan dan menata pikirannya secara verbal tulisan dan teratur.
Kemampuan-kemampuan jalan pikiran ini penting bagi siswa karena dalam kehidupan nyata di masyarakat dia tidak dihadapklan pada alternartif jawaban yang sudah tersedia, tetapi dituntut untuk menentukan alternatif terbaik yang dapat memberikan manfaat tinggi bagi masyarakat.
Tes esei juga memiliki kelemahan-kelemahan, sebagai berikut:
a. keandalan tes esei itu rendah, karen dalm te esai tidak hany satu jawaban benar yang dapat diterima. Tingkat kebenaran amat bervariasi, sehingga markah yang diberikan pun amat bervariasi. Variasi markah yang diberikan oleh pemeriksa sering amat berbeda dengan variasi pemberi markah yang lain.
b. Jawaban tes esei relatif panajang dibandingkan dengan jawaban tes objektif. oleh karen itu waktu yang diperlukan untuk memberikan jawabannya pun cukup lama, sehingga dalam suatu tes esei hanya dapat diberikan sedikit soal saj. Akibatbya dari sedikitnya soal itu maka lingkup permasalahn yang ditanyakan tidak dapt seluas tes objektif sehingga terasa tidak resepresentatif tes objektif. Seorang siswa yang menjawab dengan baik suatu tes esei belum tentu menguasai seluruh pelajaran, sebab kebetulan dia mempelajari dengan mendalam bagian pelajaran yang ditanyakan dalam tes. Sebaliknya seorang siswa yang tidak menjawab dengan baik belum tentu dia bodoh.
c. Waktu yang dibutuhkan untuk memeriksa hasil tes esei cukup lama, sebab setiap jawaban harus dibaca dengan teliti dan cermat.
Karena kelemahan-kelemahan tes esei tersebut banyak negara-negara yang akhir-akhir ini mulai menggalakkan tes objektif, namun dalam hal ini bukan berarti tes esei ditinggalkan sama sekali. Tes esei masih diguanakan untuk mengukur hasil-hasil belajar yang sukar diukur dengan tes objektif. Beberapa lembaga pendidikan sering menempuh jalan menggunakan tes objektif bagi taraf pengajaran rendah dan berangsur-angsur meninggalkan tes objektif bagi taraf pengajaran yang makin tinggi. Lagi pula tes objektif sering pula digunakan untuk mengukur hasil belajar kelas besar, yaitu kelas yang terdiri dati banyak siswa. (Abdulbasir,1988: 41-43).
Dalam menyusun pertanyaan-pertanyaan tes esei ada beberapa pedoman yang sering dianut, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Mencermati terlebih dahulu bagian materi pelajaran yang mana yang kan di ukur dengan menggunakan tes esei. Bagian yang duiukur dengan menggunakn tes esei sebaiknya merupakan meteri yang tidak cocok diukur menggunakan tes objektif;
b. Dalam membuat tes esei sebaiknya jelas dan definitif, sehingga tidak menimbulkan keraguan siswa terhadap maksud soal itu;
c. Semua siswa dituntut untuk menjawab semua soal yang diberiakan. Jangan memberi kesempatan siswa untuk memilih beberapa diantaranya saja, agar markah yang dihasilkan dapat di pertandingakan.
d. Untuk mengurangi kesubjektifan penilaian, hendaknya memeriksa hasil tes esei itu soal demi soal, bukan lembar demi lembar jawaban. Hal ini agar kesalahan yang sam pada satu soal dapat diberikan pemotongan markah yang sama, demikian pula kebenaran yang sama dapat diberi markah yang sama.
Berdasarkan fungsinya tes dibedakan menjadi empat, yaitu:
a. Tes penempatan
Tes penempatan adalah tes untuk mengukur kemampuan dasar yang dimiliki oleh anakdidik, kemampuan tesebut dapat dipakai meramalkan kemapuan peserta didik pada masa mendatang, sehingga kepadanya dapat dibimbing, diarrahkan atau ditempatkan pada jurusan yang sesuai dengan kemampuan dasarnya.
Tes penempatan pengukurannya ditekannkan untuk mengetahui seberapa jauh penguasaan calon peserta didik terhadap tujuan materi yang akan ditempuh. Oleh karen itu penyusunanya menggunakan tingkat kesulitan item secar merata, pengolahan hasil tes menggunakn acuan kelom[pok. Sasaran utamanya menbuat perencanaan realitas dalam memberikan bimbingan, pengarahan kepada peserta didik untuk menghadapi program pendidikan yang akan dilaluinya, khususnya bimbingan belajar dan penempatan peserta didik pada program tersebut.
b. Tes formatif (tes pembinaan)
Tes pembinaan di selenggarakan pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar, diselenggarakan secara periodik, isinya mencakup semua unit pengajaran yang telah dijarkan. Tujuan untamanya untuk mengetahui keberhasilan dan kegagalan proses belajar mengajar dengan demikian dapat dipakai untuk memperbaiki dan menyempurnakannya.
Untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya dari proses belajar dan mengajar dengan baik, tes formati seharusnya menggunakan penilaina acuan dan patokan. Oleh karena tujuan tes formatif untuk pembinaan dan perbaikan proses belajr mengajar , maka hendaknya guru memiliki kebesaran hati untuk mencari kekurangan pada dirinya dalam mengajar, meliputi aspek metodologik, didaktik, kurangnya motivasi, kemampuan mengelola kelas, kemampuam mengelola membangkitkan motivassi belajar peserta didik, serta kurangnya penguasaan bahan. Dengan demikia sasaran tes formatif tidak ditujukan untuk kelulusan peserta didik, melainkan merangsangagar peserta didik lebih rajin belajr sekaligus mengetahui bagian manakah dari materi yang diajarkan kepadanya yang belum dapat dikuasai dengan baik selanjutnya dilakukan perbaikan dan pengulangan dalam belajar.
c. Tes diagnostic
Tes diagnostik digunakn untuk mengetahui sebab kegagalan peserta didik dalam belajar. Oleh karena itu dalam menyusu butir-butir soal seharusnya menggunakn item yang memiliki tingkat kesukaran rendah.
Tes diagnostik dapat digunakan untuk kepentingan lain sesuai dengan terapi yang ingin dilakukan terhadap peserta didik, antara lain:
1. Diagnostik untuk kepentingan seleksi,
2. Diagnostik untuk kepentingan pemilihan jabatan dan lapangan studi,
3. Diagnostik untuk kepentingan psikoterapi,
4. Diagnostik untuk kepentingan bimbingan dan penyuluhan dalam belajar (sumadi suryabrata, 1984:43).
Tes diagnostik untuk kepentingan seleksi dapat digunakan dalm satu lembaga pendidikan bermaksud menerima murui baru secar terbatas, sedangkan pelamar lebih dari yang dubutuhkan, untuk menerima murid tersebut diadakln seleksi guna memilih calon yang terbaik. Namun untuk menentukan tepat tidaknya seorang pelamar ditetapkan sebagai murid pada lembag p-endidikan yang menggunakn tes diagnostik, dasarnya tidak hanya kemampuan intelektual tetapi juga kesesuaian antara beberapa ciri kepribadian, kemampuan dasar yang dimiliki debngan sifat lembaga pendidikan tersebut.
Sedangkan tes diagnostik untuk kepentingan pemilihan jabatan atau lapangan studi, dapat digunakan asumsi bahwa tidak semua manusia memiliki kemampuan, kecenderungan, bakat, dan keahlian yang sama. Seseorang dapat berhasil dalm usahanya baik dalm pendidikan maupun dalm pekerjaan, adalah apibila pekerjaan itu sesduai dengan minat, kecenderungan, keahlian , ketrampilan yang sudah dimilikinya. Oleh karena itu untuk dapart mendiaknosis kesesuaian tersebut diperlukan tes diagnostik yang dirancang khusus untuk itu.
d. Tes sumatif.
Tes sumatif disebut tes akhir semester atau evaluasi belajar tahap akhir (EBTA). Tes ini bertujuan untuk mengukur keberhasilan belajar peserta didik secaramenyeluruh, materi yang diujikan seluruh pokok bahasan dan tujuan pengajaran dalam satu program tahunan atau semesteran, masing-masing pokom bahasan terwakili dalam butirbutir soal yang diujikan.
Hasil evaluasi sumatif dipakai untuk membuat keputusan penting bagi peserta didik, misalnya penentuan kenaikan kelas, kelulusan sekolah, dan membuat keputusan lainnya yang terkait dengan kepentingan peserta didik.
Standart yang digunakan acuan menentukan kualitas hasil evaluasi sumatif menggunkan acuan kelompok. Namun dalam hal tertentu dapat menggunakan acuan lain seperti acuan lain. Kapan dan bagaimana cara menggunakn acuan tersebut secara jelas dapat dibaca pada penggunaan acuan dalam penilaian. (Thoha, Chabib. 1990: 46-50)
V. Dasar-Dasar Penyusunan Tes Hasil Belajar
Adapun dasar-dasar penyusunan tes hasil belajar adalah sebagai berikut:
1. Tes hasil belajar harus dapat mengukur hasil belajar yang diperoleh setelah proses balajar-mengajar sesuai dengan tujuan instruksional yang tercantum dalam kurikulum
2. Butir tes hasil belajar harus disusun sedemikian rupa sehingga perangkat tes yang terbentuk benar-benar mewakili keseluruhan bahan yang tekah dipelajari.
3. Perangkat tes hasil belajar hendaknya mengukur keseluruhan aspek kompetensi yang diharapkan dan keseluruhan tingkat kemampuan hasil belajar yang diharapkan.
4. Perangkat tes hasil belajar hendaknya disusun dari berbagai bentuk dan tipe butir soal sesuai dengan hakikat hasil belajar yang diharapkan.
5. Interpretasi hasil belajar disesuaikan degan pendekatan pengukuran yang dianut apakah mengacu pada norma kelompok (norm reference) ataukah mengacu pada patokan criteria tertentu (criterion reference)
6. Hasil tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar-mengajar. (http://eri-s-unpak.blogspot.com/2009/03/konsep-dasar-tes-dan-pengukuran-hasil.html: Online, 18 Pebruari 2010)
VI. Kelemahan dan kekurangan Tes sebagai Evaluasi Hasil Belajar
Karena sedemikian banyak tes itu digunakan dalam dunia pendidikan, maka ada baiknya bila kita mengetahui kelemahan dan kekurangan tes sebagai alat ukur hasil belajar. Kelemahan tersebut antara lain:
1. Hampir semua tes hanya dapat mengukur hasil belajar yang bersifat kognitif dan keterampilan sederhana. Kalaupun ia dapat mengukur hasil belajar yang esensial, maka kontruksi tesnya membutuhkan waktu dan keterampilan yang tinggi. Misal, dalam pelajaran agama. Tes hasil belajar sangat sukar untuk dapat mengukur tingkat keimanan dan ketakwaan seseorang.
2. Hasil tes acapkali disalahgunakan. Hasil tes kerap dianggap sebagai gambaran yang sahih dari kemampuan dan pengetuan seseorang. Sedangkan butir soal tes hanya mengukur suatu serpihan pengetahuan atau keterampilan yang sangat kecil dari suatu keutuhan pengetahuan dan keterampilan seseorang. Disamping itu hasil tes acapkali dianggap sebagai suatu yang permanen. Sedangkan sesungguhnya hasil tes selalu berubah, dapat berkembang atau berkurang. Karena memang pada hakikatnya hasil tes itu selalu berubah.
3. Dalam proses pelaksanaannya, tes selalu menimbulkan kecemasan. Sungguhpun kadar kecemasan yang timbul pada setiap orang tidak sama., namun tetap saja kecemasan tersebut dapat mengakibatkan hasil tes yang diperoleh dalam tes menyimpang dari kenyataan yang ada dalam diri peserta tes
VII. Tes Hasil Belajar Yang Baik
Suatu tes dikatakan baik apabila materi yang tercantum dalam dan mencakup materi pelajaran yang diujikan. Apabila materi yang disajikan dalam soal-soal itu terlampau banyak dan terlampau sedikit, maka tes itu dikatakan tidak baik. Untuk dapat menjamin kerepresentatifan suatu tes, maka terlebih dahulu harus disusun suatu perencanaan dengan memperhatikan tujuan instruksional, rencana pengajaran, buku-buku pelajaran, dan buku rujukan yang merupakan sumber belajar, dan ketentuan–ketentuan lain.
Baik buruknya suatu tes atau suatu alat evaluasi dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu:
a. Validitas (Kesahihan)
Suatu alat ukur evaluasi atau tes dapat dikatakan valid apabila alat pengukur tersebut benar-benar dapat mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Jadi bukan sekedar mengukur daya ingatan atau kemampuan bahsa saja. Validitas suatu tes dapat diukur dari beberapa segi, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Validitas ramalan ( predictive validity)
Validitas ramalan artinya ketepatan atau kejituan dan pada suatu alat pengukur ditinjau dari kemampuan tes tersebut untuk meramalkan prestasi yang dicapainya. Misalnya suatu tes hasil belajar dapat dikatakan mempunyai validitas ramalan yang tinggi apabila hasil yang dicapai anak-anak dalam tes tersebut betul-betul dapat meramalkan sukses tidaknya anak-anak dalam pelajaran yang akan datang. Cara yang digunakn untuk menilai tinggi rendahnya ramalan ialah dengan jalan mencari korelasi antara nilai-nilai yang dicapai anak-anak dalam tes tersebut dengan nilai anak-anak dalm tes yang selanjutnya. Apabila koefisien korelasi yang diperoleh timggi berarti validitas ramaln tes tersebut tinggi dan sebaliknya.
2. Validitas bandingan (concurent validity)
Validitas bandingan artinya kejituan dari pada suatu tes dapat dilihat dari korelasinya terhadap kecakapan yang tealh dimiliki saat uni secar riiil. Perbedaan antar validitas ramalan dengan validita bandingan ialah dilihat dari segi waktunya. Validitas ramalan melihat hubungannya dengan mas yang akan datang. Sedang validitas bandingan meliahat hubungannya dengan masa sekarang. Seperti yang dijelaskan oleh Wringstone bahwa: ”the different between concurent validity an predictif validity is solely a matter of time. Predictif validity requres correspondence with a future criterion where as concurent validity requires correspondence with the criterion at the time of testing.” (Wringstone, 1961 hal 44).
3. Validitas isi ( content validity)
Validitas isi artinya kejituan daripada suatu tes ditinjau dari isi tes tersebut. Suatu tes hasil beljar dapat dikatakan valid apabila materi tesebut betul-betul merupakan bahan-bahn yang represntatif terhadap bahan-bahan yang diberikan. Untuk mengetahui apakah suatu tes memiliki suatu validitas isi atau tidak dapat kita lakukan dapat kita lakukan dengan jalan membandingkan materi tersebut dengan rancangan raional yang kita lakukan terhadap bahn-bahan yang seharusnya dipergunakan dalam menyusun tes tersebut. Apabila materi tersebut telah cocok dngan analis rasional yang kita lakukan, berarti tes tersebut mempunyai validitas isi. Sebaliknya apabila materi tes tersebut menyimpang dari analisa rasional kita, maka validitas isi tes tersebut kurang atau belum valid. Validitas isi dibagi dua, yaitu:
a. Validitas muka (face validity), Tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena hanya didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan (appearance) tes. Apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur maka dapat dikatakan bahwa validitas muka telah terpenuhi.
b. Validitas logik (logical/sampling validity), Validitas ini menunjuk pada sejauh mana isi tes merupakan representasi dari ciri-ciri atribut yang hendak diukur. Untuk memperoleh validitas logik yang tinggi, suatu tes harus dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya aitem yang relevan dan perlu menjadi bagian tes secara keseluruhan. Penggunaan blueprint sangat membantu tercapainya validitas logik.
4. Validitas susunan (construct validity)/teority
Validitas susunan artinya kejituan daripada suatu tes ditinjau dari susunan tes tersebut. Misalnya kalau kita ingin memberikan tes kecakapan ilmu pasti, kita harus membuat soal yang ringkas dan jelas yang benar-benar akan mengukur keckapan ilmu pasti, bukan mengukur kemampuan bahasa karena soal itu ditulis secara berkepanjangan denganbahasa yang sukar dimengerti. Utuk mengetahui apakah suatu tes memiliki syarat-syarat validitas susunan atau tidak maka garus membandingkan susunan ts tersebut dengan syarat-syarat penyusunan tes yang baik. Apabila susunan tes tersebut telah memnuhi syarat-syarat penyusuna tes maka tes tersebut memenuhi syarat validitas susunan, begitu pula sebaliknya, apabila tidak memnuhi syarat-syarat penyusun tes berarti tidak memenuhi validitas susunan.
Validitas Berdasar Kriteria
Menghendaki tersedianya kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor tes. Suatu kriteria adalah variabel perilaku yang akan diprediksikan oleh skor tes atau berupa suatu ukuran lain yang relevan. Untuk melihat tingginya validitas berdasar kriteria dilakukan komputasi korelasi antara skor tes dengan skor kriteria. Koefisien ini merupakan koefisien validitas bagi tes yang bersangkutan, yaitu rxy, dimana X melambangkan skor tes dan Y melambangkan skor kriteria.
Prosedur validasi berdasar kriteria menghasilkan dua macam validitas, yaitu :
a. Validitas prediktif, sangat penting artinya bila tes dimaksudkan untuk berfungsi sebagai prediktor bagi performansi di waktu yang akan datang.
b. Validitas konkruen, apabila skor tes dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam waktu yang sama, maka korelasi antara kedua skor termaksud merupakan koefisien validitas konkruen.
a. Reliabilitas
Suatu tes dikatakan reliable apabila tes tersebut menunjukan hasil-hasil yang mantap. Ada beberapa cara yang dapat dipergunakan untuk mencapai taraf reliabilitas dari suatu tes, antara lain:
1. Teknik ulangan
Mencari reliabilitas tes dengan tehnik ulangan ialah dengan jalan memberikan tes tersebut kepada sekelompok anak-anak dalam dua kesempatan yang berbeda atau berlainan. Misalnya suatu tes diberikan kepada group A. Selang tiga hari atau seminggu kemidian tes tersebut diberikan lagi kepad group A dengan syarat-syarat tertentu (misalnya soal-soal dalam tes tidak dibicarakan selama waktu antar itu, situasi tempat dibuat sama dan sebagainya). Skor yang diperoleh pada tes yang pertama dikorelasikan dengan hasil te yang diperoleh anak-anak pada tes yang kedua. Besar kecilnya koefisien korelasi yang diperoleh mnunjukkan reliabilitas dari tes tersebut.
2. Teknik bentuk paralel
Dalam tehnik bentuk paralel dipergunakan dua buah tes yang sejenis (tetapi tidak identik), mengenai isinya, proses mental yang diukur, tingkat kesukaran jumlah item dan aspek-aspek lain. Kedua tes ini diberika kepada kelompok subyek tanpa adanya tenggang waktu. Skor yang diperoleh dari tes tersebut dikorelasikan. Besar kecilnya koefisien korelasi yang diperoleh menunjukkan reliabilitas dari tes tersebut. Jika dibandingkan dengan tehnik ulangan, tehnik ulangan lebih menguntungkan karena:
a. Item-item yang diipergunakn tidak sama maka pengaruh dari pada hasil latihan dapat dihindarkan;
b. Tidak adanya tenggang waktu maka perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhinpelaksanaan tes tersebut boleh dikatakan tidak ada. Misalkan faktor situasi, administrasi, pengawasan dan sebagainya.
Kelemahan dari tehnik ini adalah kesukaran untuk menyusun item-item yang betul-betul paralel.
3. Teknik belah dua
Dalam tehnik ini tes yang sudah diberikan kepada kelompok subyek dibelah menjadi dua bagian. Kemudian dari tiap-tiap bagian diberikan skor secara terpisah. Ada dua prosedur yang dapat dipergunakn untuk membelah dua suatu tes, yaitu:
a. Prosedur ganjil genap, artinya seluruh item yang bernomor ganjil dikumpulkan menjadi satu kelompok, dan seluruh item yang bernomor genap menjadi kelompok lain.
b. Prosedur secar random, misalnya denag jaln lotre, atau dengan jalan mempergunakan tabel bilangan random.
Koefisien korelasi yang diperoleh dari kedua belahan itu menunjukkan reliabilitas dari setengah tes.
b. Tingkat kesukaran
Suatu tes tidak boleh terlalu mudah, dan juga tidak boleh terlalu sukar. Sebuah item yang terlalu mudah sehingga dapat dijawab dengan benar oleh semua anak bukanlah item yang baik. Begitu pila item yang telalu sukar sehingga tidak dapat dijawab oleh semua anaki juga bukanlah merupakan item yang baik. Jadi setiap item harus memiliki derajat kesukaran tertentu.
c. Daya beda
Karena suatu tes digunakan untuk memisahkan antar murid-murid yang betul–betul mempelajari suatu pelajaran dengan murid-murid yang tidak mempelajari pelajaran itu, maka tes atau item yang digunakan betul-betul dapat memisahkan kedua golongan murid tersebut. Jadi, suatu tes dikatakan baik apabila tes tersebut mampu membedakan antara murid yang pandai dengan murid yang bodoh. (Nurkancana, Wayan dan Sumartana. 1983: 127-134).
VIII. Kritik Terhadap Tes Baku
Mengutip buku Penilaian Otentik dan Evaluasi Pembelajaran, para ahli mengangkat tiga isu pokok untuk mengkritisi tes baku. Kritik pertama adalah bahwa tes itu sendiri cacat. Bertitik tolak dari anggapan objektivitas ilmiah terhadap tes ini, para kritikus bersikeras bahwa hasil tes baku sering tidak konsisten, tidak akurat dan bias. Kritikan tersebut meningkatkan keraguan tentang validitas suatu tes. Dalam kritik tersebut digarisbawahi bahwa para penyusun tes pada umumnya memvalidasi tes dengan meminta para spesialis bidang ilmu agar mengambil keputusan berkenaan dengan seberapa baik masing-masing butir tes memiliki keterkaitan dengan apa yang ingin diukur oleh tes, dianggap sebagai suatu metode yang tidak ilmiah (sering disebut BOGSAT (Bunch of Guys Sitting Around a Table), sekumpulan orang yang duduk melingkari meja).
Kritikan kedua yang dikemukakan ialah bahwa tes baku merupakan ukuran yang buruk untuk apapun kecuali untuk mengukur kemampuan siswa dalam mengikuti tes (student’s test taking abilities). Kritik ini merujuk ke hasil riset yang menunjukan bahwa bagi orang-orang dengan latar belakang social ekonomi serupa. Nampaknya tidak ada yang kuat antara skor-skor tes baku dengan pendapatan, kompetensi kerja, prestasi ilmiah atau artistik.
Kritikan ketiga adalah bahwa tes baku merusak (bahkan mengkorup) proses yang sebenarnya ingin ditingkatkan. Menurut mereka, obsesi orang pada tes pilihan ganda telah merusak pengajaran dan pembelajaran, karena:
a. Terlalu menitikberatkan pada belajar mengingat (recall) dan menghafal (rote) dengan mengorbankan belajar melalui pengertian dan refleksi.
b. Mempromosikan kesan (impressi) yang sesat bahwa terdapat satu jawaban benar dan tunggal untuk setiap persoalan atau pertanyaan.
c. Mengubah siswa menjadi pembelajar pasif yang hanya perlu mengenal, bukanyanya menyusun, menjawab dan menemukan solusi.
d. Mendorong guru untuk lebih memfokuskan perhatain pada apa yang dapat dites dengan mudah disbanding pada apa yang penting untuk dipelajari siswa.
e. Mengecilkan arti perkembangan isi sdan keterampilan dengan cara mereduksikan segala sesuatu yang diajarkan ke dalam format fill-in-the-bubble.
Pada akhir tahun 1980-an banyak pendidik cendekia sampai berkesimpulan bahwa bagaimanapun tes mangendalikan apa yang berlangsung ruang kelas, suatu fenomena yang dikenal dengan WYTIWYG (what you test is what you get). Jika tujuan kita adalah menjauhkan pendidikan dari pembelajaran yang bersifat dangkal atau yang bersifat hafalan, maka kita harus mengubah cara kita menilai siswa. Hal ini berarti mencari alternative lain, pengganti tes pilihan ganda yang skornya dibuat dengan bantuan mesin.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang bisa diambil dari materi tentang Tes Hasil Belajar adalah:
1. Evaluasi adalah kegiatan akhir yang harus dilakukan oleh pendidik untuk mengetahui seberapa jauh penguasaan materi oleh peserta didiknya, atau bisa juga evaluasi diartikan sebagai sebuah proses untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.
2. Pengajaran yang efektif menghendaki dipergunakannnya alat-alat untuk menentukan apakah suatu hasil belajar yang diinginkan telah benar-benar tercapai, atau sampai dimanakah hasil belajar yang diinginkan tersebut tercapai.
3. terdapat dua metode yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh murid-murid dalam proses belajar yang dilakukannya, yaitu metode tes dan metode observasi (pengamatan).
4. Tes memiliki banyak pengertian atau definisi. Tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan.
5. Ada beberapa prinsip dasar yang perlu dalam menyusun tes hasil belajar agar tes tersebut benar-benar dapat mengukur tujuan pelajaran yang telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan atau ketrampilan siswa yang diharapkan setelah siswa menyelesaikan suatu unit pengajaran tertentu.
6. Tes belajar dapat dibedakan atas beberapa jenis, dan pembagian jenis-jenis tes tes ini dapat dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang.
7. Baik buruknya suatu tes atau suatu alat evaluasi dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu: validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda.
Daftar Pustaka
http://eri-s-unpak.blogspot.com/2009/03/konsep-dasar-tes-dan-pengukuran-hasil.html
http://id.answers.yahoo.com/question/index
http://lussysf.multiply.com/journal/item/137
http://massofa.wordpress.com/2008/01/17/media-dan-proses-pembejaran/
http://oliveoile.wordpress.com/2008/04/12/membuat-termometer/
http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=puslata
http://triyatnomlg.blogspot.com/2009/10/alat-tes.html
http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/01/09/pengertan-tes/
Abdulbasir, Prof. 1988. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Airlangga University Press.
Mutrofin. 2002. Penilaian Otentik dan Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: PT. Karunia Kalam Sejahtera.
Nurkancana, Drs. Wayan dan Drs. P.P.N. Sunartana. 1982. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Purwanto, Drs. Ngalim, MP. 1992. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rohani, Drs. Ahmad, HM, M.Pd. 1997. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sudjana, Dr. Nana. 1992. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Thoha, Drs. M. Chabib, M.A. 1990. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali.
semoga bermanfaat!! (Senja)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar