semburat jingga

semburat jingga
tenggelam.... kembali

Jumat, 17 Desember 2010

PEMETAAN DALAM SURVEI PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Seringkali para peneliti dan atau para surveyor dalam melaksanakan pekerjaannya dihadapkan pada pertanyaan sederhana, seperti; di mana lokasi/letak sesuatu objek yang diamati atau ditelitinya, atau berapa luas obyek yang akan disurvei, atau bagaimana bisa mencapai objek tersebut. Sebagai peneliti dan atau surveyor sudah pasti telah memahami bagaimana cara awal dan cara mudah mendapatkan jawabannya, yaitu ada pada Peta. Dalam setiap kegiatan pengumpulan data lapangan, peta selalu digunakan sebagai bahan yang penting mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pelaporan kegiatan. Demikian pentingnya fungsi dan manfaat peta dalam pencapaian keberhasilan pelaksanaan pengumpulan data lapangan, maka pengetahuan dan pemahaman tentang pemetaan dan aplikasi sistim informasi geografi menjadi mutlak diperlukan bagi seorang surveyor dan atau peneliti.
Survei lapangan pada kawasan konservasi merupakan kegiatan untuk pengumpulan data dan informasi spesifik dari komponen-komponen penyusun sumber daya alam hayati dan ekosistem, yang mencakup pengukuran atas jenis, populasi, penyebaran, sex-ratio, kerapatan/kelimpahan, status kelangkaan, permasalahan dan sebagainya dari potensi dan kekayaan sumber daya alam hayati dan ekosistem, termasuk sosial ekonomi budaya masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan konservasi.
Oleh karena itu dalam mempelajari suatu komunitas diperlukan keterampilan dalam pemetaan, sehingga dalam praktikum dikembangkan pemetaan dengan berbagai metode, yang termasuk di dalamnya adalah metode pemetaan sederhana. Metode pemetaan sederhana meliputi metode pemetaan dengan pengukuran jarak dan arah serta metode pemetaan berdasarkan dua titik konstan.


1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana mempelajari pemetaan dengan metode pengukuran jarak dan arah?
1.2.2 Bagaimana mempelajari pemetaan berdasarkan dua titik konstan?

1.3 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Pemetaan dalam Survei Pendahuluan adalah:
1.3.1 Untuk mempelajari pemetaan dengan metode pengukuran jarak dan arah.
1.3.2 Untuk mempelajari pemetaan berdasarkan dua titik konstan.


BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


Di alam jarang sekali ditemukan kehidupan yang secara individu terisolasi, biasanya suatu kehidupan lebih suka mengelompok atau membentuk koloni. Kumpulan berbagai jenis organisme disebut komunitas biotik yang terdiri atas komunitas tumbuhan (vegetasi), komunitas hewan dan komunitas jasad renik. Ketiga macam komunitas itu berhubungan erat dan saling bergantung. Ilmu untuk menelaah komunitas (masyarakat) ini disebut sinekologi. Di dalam komunitas percampuran jenis-jenis tidak demikian saja terjadi, melainkan setiap spesies menempati ruang tertentu sebagai kelompok yang saling mengatur di antara mereka. Kelompok ini disebut populasi sehingga populasi merupakan kumpulan individu-individu dari satu macam spesies. (Heddy, 1994)
Karena ada hubungan yang khas antara lingkungan dan organisme, maka komunitas di suatu lingkungan bersifat spesifik. Dengan demikian pola vegetasi di permukaan bumi menunjukkan pola diskontinyu. Seringkali suatu komunitas bergabung atau tumpang tindih dengan komunitas lain. Karena tanggapan setiap spesies terhadap kondisi fisik, kimia maupun biotik di suatu habitat berlainan maka perubahan di suatu habitat cenderung mengakibatkan perubahan komposisi komunitas. Untuk itu perlu dilakukan suatu analisis yang dapat menentukan bagaimana penyebaran suatu jenis vegetasi agar dapat dipelajari dengan mudah. (Sugianto, 1994)
Dalam mempelajari suatu komunitas tumbuhan sering diperlukan suatu gambaran dari suatu wilayah dimana pengamatan itu dilakukan, untuk tujuan tersebut diperlukan keterampilan dalam membuat peta.(Tim Pembina Ekologi Tumbuhan, 2010)
Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran permukaan bumi (terminologi geodesi) dengan menggunakan cara dan atau metode tertentu sehingga didapatkan hasil berupa softcopy maupun hardcopy peta yang berbentuk vektor maupun raster. (Anonim, 2010)
Keterampilan dalam pemetaan ini sangat mambantu dalam mempelajari penyebaran vegetasi atau jenis tumbuhan tertentu di suatu area atau wilayah. Berbagai metode dalam pemetaan telah banyak dikembangkan, dan khusus untuk praktikum ini akan dipelajari metode-metode yang sangat sederhana. (Tim Pembina Ekologi Tumbuhan, 2010)
Metode-metode tersebut yaitu metode pemetaan dengan pengukuran jarak dan arah dan metode pemetaan berdasarkan dua titik konstan. (Sugianto, 1994)
Pada metode pemetaan dengan pengukuran jarak dan arah, digunakan titi-titik yang berfungsi untuk menggambarkan bentuk dari daerah yang akan dipetakan. Jarak antara titi-titik yang berdekatan dihitung, begitu pula arah titi-titik tersebut. Bila digambarkan, metode tersebut sebagai berikut.

5

n 3300 3050 4

dn 600 d3
2 d2 3




Pada pemetaan dengan berdasarkan dua titik konstan, poin yang terpenting yaitu menempatkan dua titik yang horizontal (1800) pada daerah yang akan dipetakan. Kemudian menyebar titik-titik lain diluar titik konstan tersebut dan perhitungan dilakukan untuk jarak titik-titik yang disebar terhadap kedua titik konstan tersebut. Jadi, dua titik konstan yang dibuat tadi mutlak diperlukan dalam metode pemetaan ini.( Ewuise, J. Y. 1990)
Bila digambarkan, maka peta yang akan terbentuk adalah sebagai berikut.

2

700 3
1 550
1000 1100 900
1400
A B
GPS (Global Positioning System) merupakan suatu cara penentuan posisi navigasi global. Di dalam GPS ini digunakan sistem koordinat dimana terdapat dua jenis yaitu sistem koordinat global dan sistem koordinat di dalam bidang proyeksi. Koordinat dalam bidang proyeksi pada umumnya berkaitan dengan sistem proyeksi. Oleh karena itu, digunkan koordinat geografi dalam bidang proyeksi. Beberapa sistem proyeksi yang lazim digunakan di Indonesia adalah proyeksi merkator, proyeksi transverse merkator, UTM, dan kerucut konformal. Tipe-tipe tersebut memiliki juga kelebihan dan kekurangan sehingga ditinjau juga dalam memilih proyeksi berdasarkan tujuan dari pembuatan peta.
Dalam membicarakan sistem koordinat pada bidang proyeksi digunakan datum. Dua macam data yang digunakan dalam pemetaan yaitu datum horizontal dan datu vertikal. Datum horizontal digunakan untuk menentukan koordinat peta,sedangkan datum vertikal digunakan untuk menentukan elevasi.
Metode penelitian di lapangan dilakukan dengan survei di lapangan yang merupakan sebuah kombinasi gambaran ilmiah tentang keadaan suatu tempat, tanah dan vegetasi. Gambaran lokasi: gambaran fisik menyeluruh tentang keadaan tempat tersebut, seperti halnya deskripsi masyarakat lokal mengenai sejarah penggunaannya, arti penting lokasi tersebut untuk beberapa kategori kegunaan yang berbeda, aksesibilitas, nama lokal untuk lokasi tersebut, unit lahan dan vegetasi, dan lain-lain.






Penentuan Kedudukan Pada Peta
Dilakukan dengan cara bergerak menyusuri pohon-pohon sambil memperhatikan perubahan arah belokan pada pepohonan, dibantu dengan tanda-tanda alam tertentu yang terdapat disepanjang area yang akan dipetakan. Ada dua cara yang dapat dipakai untuk menentukan kedudukan:
a) Dengan Bantuan Tanda-Tanda alam
Melakukan penyusuran titik A ke titik B, kemudian pada suatu tempat ditetapkan untuk menentukan kedudukan pada saat ini adalah: melakukan orientasi peta, kemudian amati sekitar medan dengan teliti, mengukur melalui sudut kompas (azimuth) dari lintasan area pepohonan yang pada tiap belokan di depan dan di belakang dengan menggunakan kompas, kemudian gambar situasi area yang telah di dapat, kemudian cari padanannya pada peta
b) Membuat Peta Sendiri
Teknik pelaksanaannya yaitu dengan penaksiran jarak dan pengukuran sudut kompas (azimuth). Sebelum melakukan cara ini, sebaiknya mata kita di latih dahulu untuk menaksir jarak, misalnya untuk jarak 50 meter atau 100 meter. Cara termudah adalah dengan berlatih di jalan raya dengan bantuan sepeda motor atau mobil yang penunjuk jaraknya masih berlaku dengan baik, dapat juga dengan bantuan tiang listrik (setiap 50 meter), patok kecil di sepanjang jalan raya (100 meter). Jika mata sudah terlatih, dapat dipraktekkan pada jalan dalam kota yang banyak belokannya. Untuk sungai di daerah hulu yang sempit dan banyak tikungannya, maka di pakai patokan jarak setiap 50 meter dengan sisa ukuran terkecil adalah 10 meter. Sedangkan untuk sungai di daerah tengah dan hilir yang relatif lebih lebar dan lurus (kecuali pada daerah meander), atau jari-jari belokan besar (sudut belokannya relatif kecil untuk jarak 100 meter), maka dipakai patokan jarak setiap kelipatan 100 meter dengan sisa ukuran terkecil 25 meter. (Anonim 3, 2010)
Jadi membuat sungai menjadi sebuah batang yang terdiri dari banyak ruas panjang dan pendek, yang berbelok-belok sesuai dengan sudutnya. Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam pembuatan sungai adalah : sediakan peralatan yang diperlukan, buat tabel pada kertas yang terdiri dari dua kolom, kolom pertama untuk derajat (azimuth)dan kolom kedua untuk jarak (meter). Bidik kompas pada awal pergerakan, dan taksir jaraknya dengan mata yang sudah terlatih, isikan hasil bidikan pada kolom 1 dan 2. Setelah sampai pada batas yang telah ditentukan dari ruas sungai, lakukan pembidikan dan taksirkan jaraknya kembali, ulangi sampai melampaui 3 belokan sungai, kemudian buat gambar sungai tersebut berdasarkan hasil catatan yang ada pada tabel, skala dapat di misalkan 1 cm untuk 100 meter atau lebih kecil lagi, kemudian cari padanan atau bentuk yang mirip dari gambar sungai yang kita buat dengan peta sungai yang kita bawa, dengan demikian kedudukan kita di peta dapat ditentukan yaitu pada titik terakhir yang kita buat, jika belum di dapat juga ulangi sampai beberapa belokan lagi.
Bersamaan dengan meningkatnya informasi masyarakat tumbuhan timbul keinginan penyajian geograpich. Pemetaan tumbuhan dikembangkan dari sudut pandang berbeda. Daya dorong yang terbesar datang dari penerapan bidang ilmu kehutanan, pertanian, dan manajemen daerah aliran sungai. Manfaat yang nyata peta tumbuhan menjadi banyak dihargai dan semakin banyak hampir di seluruh dunia, dan sebagai hasilnya, penyediaan peta tumbuhan kinidengan cepat berkembangkan. Suatu daftar pustaka internasional peta tumbuhan telah dicompile KUCHLER dan M. C CORM ICK 1905, KUCHLER 1900, 1968; 1970). KUCHLER ( 1967) juga telah ditulis suatu petunjuk pemetaan vegetasi. (Anonim 2, 2010)


BAB 3 METODE PERCOBAAN


3.1 Alat dan Bahan
Alat:
3.1.1 Kompas lapangan dengan derajat 0-360 derajat (dalam hal ini 0 derajat sama dengan utara, 90 = timur, 180= selatan, 270=barat)
3.1.2 Meteran (panjang 30-50 )
3.1.3 Tonggak/ pancang

3.2 Cara Kerja
3.2.1 Pemetaan dengan pengukuran jarak dan arah



















3.2.2 Pemetaan berdasarkan dua titik konstan



















BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil Pengamatan
3.1.1 Pemetaan dengan pengukuran jarak dan arah
Titik-titik Jarak (Meter) Arah (°)
A-B
B-C
C-D
D-A 12,7 m
6,4 m
9,20 m
8,75 m 350o
250o
170o
270o
B-A
C-B
D-C
A-D 12,7 m
6,4 m
9,20 m
8,75 m 100°
70°
350°
85°
Keterangan :
• A adalah tanaman A
• B adalah tanaman B
• C adalah tanaman C
• D adalah tanaman D

3.1.2 Pemetaan berdasarkan dua titik konstan
Titik Kedudukan terhadap titik Jarak terhadap titik (Meter)
A B A B
1. Tumbuhan 1
2. Tumbuhan 2
3. Tumbuhan 3 140°
270°
315º 185º
205º
250º 5,45 m
9 m
13 m 13,5 m
5 m
6 m






2
1
3
o
o



A B
Keterangan:
Kedudukan terhadap titik A:
Jarak 1-A = 5,45 m
Jarak 2-A = 9 m
Jarak 3-A = 13 m
Kedudukan terhadap titik B:
Jarak 1-B = 13,5 m
Jarak 2-B = 5 m
Jarak 3-B = 6 m

3.2 Pembahasan
Praktikum Pemetaan dalam Survei Pendahuluan bertujuan untuk mempelajari pemetaan dalam survey pendahuluan dengan cara mengukur jarak dan arah serta pemetaan dengan menggunakan dua titik konstan. Pemetaan ini digunakan untuk mengetahui letak suatu jenis tumbuhan dan pola penyebarannya dalam suatu wilayah (komunitas).
Untuk melakukan analisis vegetasi ada beberapa metode yang digunakan, selain ada metode yang digunakan untuk menganalisis kualitatif dari vegetasi dan ada pula anilisis kuantitatif terhadap vegetasi. Analisis kualitatif meliputi jumlah, kerapatan, luas penutupan dan lain sebagainya. Sedangkan analisisis yang bersifat kualitatif biasanya digunakan untuk mengetahui penyebaran jenis tumbuhan tertentu di dalam suatu komunitas. Untuk melakukan analisis kualitatif ini dapat digunakan cara pemetaan, yaitu pemetaan dengan mengukur jarak dan arah dan pemetaan dengan menggunakan 2 titik konstan.
Pemetaan dilakukan untuk menentukan letak suatu jenis tumbuhan di suatu area dan mempelajari pola penyebaran vegetasi atau tumbuhan di wilayah tersebut misalnya hutan tropis. Ada 3 macam pola penyebaran vegetasi dalam komunitas yaitu:
1. Pola penyebaran secara acak (random distribution) yaitu pola penyebaran dimana individu-individu menyebar pada beberapa tempat dan mengelompok pada tempat tertentu. Pada tumbuhan pola penyebaran acak ini dapat terjadi karena penghamburan benih oleh angin.






2. Pola penyebaran seragam (uniform distribution) yaitu pola penyebaran dimana individu-individu terdapat pada tempat tempat tertentu dalam komunitasnya dengan jarak yang relatif sama. Penyebaran seperti ini dapat terjadi karena adanya persaingan yang keras antar individu (jenis tumbuhan) untuk memperoleh komponen pemenuh kebutuhan tumbuhan seperti cahaya, nutrisi, air dan sebagainya, serta adanya antagonisme positif yang mendorong pembagian ruang yang sama.







3. Pola penyebaran kelompok (clumped dispertion) yaitu pola penyebaran dimana individu-individu selalu ada dalam kelompok-kelompok dan sangat jarang terlihat terpisah atau sendiri. Pengelompokan ini terjadi karena pola reproduksi vegetatif, susunan benih lokal dan fenimena lain dimana benihbanih cenderung tersusun mengelompok.






Keterampilan dalam pemetaan ini sangat membantu sekali dalam mempelajari penyabaran vegetasi atau jenis tumbuhan tertentu di suatu area atau wilayah. Berbagai metode dalam pemataan telah banyak dikembangkan dan khusus untuk praktikum ini akan mempelajari metode- metode yang sangat sederhana.
Praktikum Pemetaan dalam Survei Pendahuluan ini dilakukan kebun di samping gedung Biologi. Dilakukan dua metode pemetaan sederhana, yaitu Pemetaan dengan metode pengukuran jarak dan arah, serta pemetaan dengan metode berdasarkan dua titik konstan.
Metode pemetaan dengan pengukuran jarak dan arah dilakukan dengan menentukan titik awal pada daerah yang akan dibuat petanya, sehingga susunan titik-titik tersebut menggambarkan bentuk penyebaran tumbuhan di daerah tersebut. Tiap titik merupakan letak dari suatu jenis tumbuhan, kemudian diukur jarak dari satu titik ke tititk yang berikutnya yang berdekatan hingga bertemu kembali ke titik awal.
Selain dilakukan pengukuran jarak juga dilakukan penentuan kedudukan atau arah antar titik-titik tersebut, sehingga kita dapat menentukan tumbuhan mana saja yang merupakan sampel dari analisis yang akan dilakukan yang biasanya berada di suatu hutan yang luas dan pengamatan dilakukan secara berkala. Dengan titik-titik tersebut kita dapat menemukan tumbuhan sama yang mana yang merupakan sampel analisis.
Dari hasil pengukuran pada saat pengamatan, diperoleh data seperti pada data pengamatan yang berupa peta titik-titik dengan kedudukan yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil pengamatan dari kelima titik yang diambil jarak masing- masing tumbuhan berbeda-beda, yaitu :
1. Titik A ke titik B jaraknya 12,7 m dengan arah dari titik A ke titik B sebesar 350° sedangkan dari titik B ke titik A arahnya sebesar 100°.
2. Tanaman pada titik B ke titik C jaraknya 6,4 m dengan arah dari titik B ke titik C sebesar 250° sedangkan dari titik C ke titik B sebesar 70°.
3. Tanaman pada titik C ke titik D jaraknya 9,20 m dengan arah dari titik C ke titik D sebesar 170° sedangkan dari titik D ke titik C sebesar 350°.
4. Tanaman pada titik D ke titik A jaraknya 8,75 m dengan arah dari titik D ke titik A sebesar 270° sedangkan dari titik A ke titik D sebesar 85°.
Ini menunjukkan bahwa penyebaran jenis tumbuhan pada komunitas tersebut adalah tersebar secara acak (random distribution) karena jarak antar tumbuhan satu dengan yang lainnya adalah berbeda-beda dengan kedudukan yang saling berjauhan secara acak. Penyebaran secara acak ini dapat terjadi karena pola penyebaran benih tumbuhan yang mungkin dibantu oleh angin. Tetapi sebenarnya untuk menentukan pola penyebaran suatu jenis tumbuhan diperlukan luasan area sampel yang lebih luas misalnya hutan, karena dengan luas sampel yang kita gunakan tidak dapat kita simpulkan pola penyebaran yang sebenarnya.
Metode pemetaan yang kedua yaitu dengan menggunakan dua titik konstan. Ini dilakukan dengan menentukan dua titik tertentu dimana dari kedua titik tersebut dapat terlihat seluruh daerah yang hendak dipetakan, selanjutnya dari kedua titik tersebut diambil titik-titik yang merupakan letak dari masing-masing tumbuhan yang ada pada wilayah tersebut. Kemudian dilakukan pengukuran jarak dan arah masing-masing titik terhadap titik konstan.
Dari dat hasil pengamatan tentang pemetaan berdasarkan dua titik konstan, dimana dua titik konstan tersebut (A-B) berjarak 12,7 meter diperoleh tiga jenis pohon, yaitu pohon 1, pohon 2 dan pohon 3. Masing-masing pohon memiliki jarak berbeda-beda terhadap dua titik konstan.
Jarak pohon 1 terhadap titik A sebesar 5,45 meter, terhadap titik B sebesar 13,5 meter. Jarak pohon 2 terhadap titik A sebesar 9 meter, terhadap titik B sebesar 5 meter. Jarak pohon 3 terhadap titik A sebesar 13 meter, terhadap titik B sebesar 6 meter.
Arah pohon 1 terhadap titik A sebesar 140°. Arah pohon 2 terhadap titik A sebesar 270°. Arah pohon 3 terhadap titik A sebesar 315°. Arah pohon 1 terhadap titik B sebesar 185°. Arah pohon 2 terhadap titik B sebesar 205°. Arah pohon 3 terhadap titik B sebesar 250°.
Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh dapat diketahui bahwa penyebaran tumbuhan adalah acak karena jarak antar tumbuhan relative tidak sama. Dengan metode pemetaan dua titik konstan ini kita lebih mudah untuk melihat posisi dan pola penyebaran sampel-sampel tumbuhan dari arah tepi atau horisontal area.
Dari data kedua cara pemetaan dapat diketahui bahwa penyebaran vegetasi pada lahan praktikum terjadi secara acak.
Penyebaran secara seragam ditunjukkan oleh jarak yang relative sama dari satu pohon terhadap pohon yang lain. Karena terjadi pembagian ruang yang sama akibat adanya suatu persaingan, Misalnya pohon-pohon di hutan yang telah cukup tinggi untuk membentuk bagian tajuk dari hutan dapat memperlihatkan penyebaran seragam, sebab persaingan untuk memperoleh sinar matahari adalah demikian besar, sehingga pohon-pohon cenderung untuk memperjarak diri dengan interval-interval yang teratur.
Penyebaran vegetasi pada daerah tersebut (lahan praktikum) juga tidak dikatakan penyebaran kelompok karena jenis penyebarannya hanya terjadi akibat reproduksi vegetative dan individunya selalu ditemukan secara berkelompok, sedangkan pada hasil pengamatan vegetasi jenis tumbuhan ditemukan sendiri-sendiri secara terpisah.

BAB 5 KSIMPULAN


Dari praktikum dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemetaan dengan pengukuran jarak dan arah dilakukan dengan menentukan titik awal pada daerah yang akan dibuat petanya, sehingga susunan titik-titik tersebut menggambarkan bentuk penyebaran tumbuhan di daerah tersebut. Tiap titik merupakan letak dari suatu jenis tumbuhan, kemudian diukur jarak dari satu titik ke tititk yang berikutnya yang berdekatan hingga bertemu kembali ke titik awal.
2. Metode pemetaan berdasarkan dua titik konstan dilakukan dengan menentukan dua titik tertentu dimana dari kedua titik tersebut dapat terlihat seluruh daerah yang hendak dipetakan, selanjutnya dari kedua titik tersebut diambil titik-titik yang merupakan letak dari masing-masing tumbuhan yang ada pada wilayah tersebut. Kemudian dilakukan pengukuran jarak dan arah masing-masing titik terhadap titik konstan.

DAFTAR PUSTAKA


Anonim 1. 2010. Survei, Pemetaan dan Sistem Informasi Geografis. Dalam awiryawan@ditjenphka.go.id. (diakses, 30 November 2010).

Anonim 2. 2010. Pemetaan. http://library.usu.ac.id. (diakses, 30 November 2010)

Anonim 3. 2010. Pemetaan. http://pwk.undip.ac.id/d3/Keg_ilmiah/pemetaan.html (diakses, 30 November 2010)

Ewuise, J. Y. 1990. Ekologi Tropika. Bandung: ITB Press.

Heddy, Suasono dan Metikurniati, 1994. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi. Malang : Raja Grafindo Persada.

Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan. Jakarta : Bumi Aksara.

Jumin, Ir. Hasan Basri. 1989. Ekologi Tanaman Suatu Pendekatan Fisiologis. Jakarta : Rajawali pers.

Mc Naugthon, S.J dan Larry L. Wolf .1998. Ekologi Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Setiadi, D. I. Muhadjono, dan A. Yusron. 1989. Ekologi. Bogor: Depdikbud Dirjen DIKTI PAU IPB.

Sugianto, A. 1994. Ekologi Kwantitatif, Metode Analisis Populasi dan Komunitas.
Surabaya: Usaha Nasional

Tim Pembina Ekologi Tumbuhan. 2010. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Jember : FKIP Biologi UNEJ.

William, G. 1993. Techniques and Fieldworld in Ecology. London: Collins Educational.

Wolf, l. L dan S. J. Menauhton. 1990. Ecology. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. (Terjemahan)

ORIENTASI LISTRIK PADA HEWAN

ORIENTASI LISTRIK HEWAN BAWAH LAUT

Oleh:
Friska Oktaviana (080210103016)
Diana Eka Siskarini (080210193001)
Rachmita Rafikasari (080210193005)
Luh Titis Ayu (080210193020)
Kedawung Senja (080210193047)


Lebih dari 60 persen Bumi kita ditutupi dengan air. Dan yang paling dominan adalah samudra atau lautan. Dengan habitat seperti itu tentunya kita memiliki potensi laut yang sangat besar. Termasuk di dalamnya binatang yang sangat jarang kita temui dan memiliki bentuk yang unik. Salah satunya zona abyssal, tempat yang sangat dalam dan gelap di lautan. Lapisan ini berada di kedalaman 4000 – 6000 meter. Hewan-hewan yang hidup di dalam lapisan ini juga merupakan makhluk hidup yang unik. Tubuh mereka beradaptasi sesuai dengan karakteristik dari lingkungan di zona tersebut. Karakteristik tersebut antara lain cahaya, tekanan, suhu, oksigen, dan makanan. Karena sangat dalam dan gelap, lapisan abyssal tidak mendapat cahaya. Sehingga sebagian besar dari makhluk hidup di lapisan ini memiliki tubuh yang menghasilkan cahaya biru-hijau (bioluminescence). Selain itu, mereka juga memiliki mata yang lebih besar untuk menangkap cahaya lebih banyak.
Lautan merupakan habitat terbesar di bumi. Struktur lantai lautan juga bergunung-gunung, berlembah, dan berpalung seperti didaratan. Semuanya punya sistem kehidupan sendiri-sendiri yang sangat variatif dan beragam. Tergantung tingkat kedalaman air, kemampuan sinar matahari menembus laut, suhu, iklim, dan arus air. Laut dalam merupakan daerah yang tidak pernah diungkapkan dan dijelajahi. Orang banyak mengeksplorasi ke luar angkasa dari pada ke bawah laut. Itulah sebabnya banyak yang tidak mengetahui keajaiban-keajaiban yang ada dilaut.

A. Zona Laut
Para ilmuwan telah membagi lautan menjadi lapisan atau zona yang jelas. Ada kawasan yang disebut perairan dangkal, zona twilight, lautan dalam.


1. Perairan dangkal
Bagian laut yang terdekat dengan kehidupan daratan adalah perairan dangkal yaitu wilayah laut yang dekat dengan tepi pantai. Zona ini mendapat limpahan cahaya matahari yang berkecukupan. Kehidupan di zona ini sangat beragam dan tempat yang paling disukai ikan-ikan yang kita kenal.

2. Zona Twilight
Kedalaman 300 meter yang ada pada laut merupakan daerah yang tidak dapat tertembus oleh sinar matahari, sehingga suasana pada kedalaman tersebut adalah gelap, kemudian pada kedalaman tersebut tekanan bertambah dan suhu airpun menurun. Zona yang demikian disebut “Twilight Zone”. Pada zona ini semua hewan laut terlihat transparan atau tembus pandang, hal tersebut merupakan sebuah mekanisme bertahan hidup makhluk-makhluk laut agar tidak dengan mudah dimangsa. Oleh sebab itulah pada “Twilight Zone” sebisa mungkin hewan-hewan laut untuk tidak terlihat, terutama oleh pemangsa. Zona ini bisa dikatakan batas jangkauan matahari mampu menembus lapisan lautan. Karena itu kehidupan di sini mulai sedikit, namun masih bisa ditinggali jenis-jenis bunga karang. Ikan berukuran besar juga suka berada di antara zona twilight ini atau mengapung di permukaan laut dalam.
Contoh dari hewan-hewan laut yang mampu hidup pada Zona Twilight adalah Phronima, Cumi-cumi, Amoeba, Comb Jelly, Cope pod, dan ikan Hatchet. Dalam ekosistem dasar laut sebisa mungkin mereka dapat memperoleh sumber energi atau makanan agar dapat bertahan hidup, oleh karena itu beberapa ikan yang hidup di ekosistem ini dilengkapi keahlian khusus agar dapat memperbesar kemungkinan mendapatkan mangsa, seperti Ikan Fang Tooth yang memiliki tingkat agresifitas yang tinggi sehingga ketika ada mangsa yang lewat didepannya ia langsung dapat dengan cepat memakannya, karena memang tidak banyak hewan laut yang mampu hidup dalam ekosistem ini. Kemudian contoh lainnya adalah Ikan Hairyangler yang tubuhnya dipenuhi dengan atena sensitif, antena tersebut sangat sensitif sekali terhadap setiap gerakan, fungsinya untuk mendeteksi mangsa yang ada didekatnya.


3. Zona Laut Dalam
Zonasi lautan yang paling gelap dan dingin adalah laut dalam (termasuk palung laut). Masih sedikit sekali yang diketahui tentang kehidupan di zona ini.
Ekosistem Laut Dalam merupakan zona pelagik laut. Ekosistem ini berda pada kedalaman 76000 m dari permukaan laut. Sehingga tidak ada lagi cahaya matahari, oleh karena itu produsen utama di ekosistem ini merupakan organisme kemoautrotof. (anonim, olhazone.blogspot.com)


Lautan dalam adalah zonasi yang paling misterius dan sangat tidak ramah. Suasanananya seram, gelap, pekat. Kegelapannya hampir serupa dengan lubang gua terdalam di bumi. Kegelapan abadi di laut dalam terjadi karena sinar matahri tak bisa menembusnya. Cahaya “kehidupan” itu hanya bisa mencapai kedalaman 1.000 meter. Ini berpengaruh pula pada suhunya yang sangat dingin dan tekanan air yang luar biasa besar. Hewan laut akan tampak transparan dalam zona laut dalam.

Bioluminescence

Cumi-cumi yang terlihat transparan di Laut Dalam

B. Penerimaan Rangsang Listrik oleh Elektroreseptor
Sejumlah hewan terutama ikan hiu, ikan pari, dan ikan berkumis sejenis lele, mmepunyai kemampuan mendeteksi medan elektrik kecil yang dihasilkan oleh hewan lain. Medan elektrik yang demikian itu, dihasilkan oleh aktivitas otot dan berfungsi untuk mendeteksi adany musuh maupun makanan. Alat penerimaan rangsang berupa medan listrik disebut elektroreseptor. Elektroreseptor yang telah banyak dipelajari adalah reseptor yang terdapat pada gurat sisi dan ampula Lorenzini (dimiliki oleh ikan hiu dan ikan pari). Elektroreseptor pada ikan hiu kecil dapat mendeteksi medan listrik yang lemah (hanya 10 mV per cm2).
Medan listrik yang dhasilkan oleh suatu individu timbul dari organ listrik atau organ elektrik. Organ elektrik dimiliki oleh kebanyakan hewan akuatik, terutama ikan (ikan listrik/elektrik). Ikan tersebut dapat menghasilkan medan listrik secara terus menerus ke lingkungannya. Apabila berdekatan dengan ikan lain yang juga mengeluarkan medan listrik keduanya dapat saling merasakan adanya gangguan pada medan listrik yang dihasilkan masing-masing. Gangguan pada medan elektrik ini akan dideteksi oleh elektroreseptor. Dengan cara seperti itu, ikan dapat menyadari kehadiran hewan lain di dekatnya. Apabila objek yang ada di dekatnya merupakan benda tak hidup (berarti tidak menghasilkan medan listrik), hewan tersebut tidak akan merasakan adanya gangguan pada medan listrik yang dihasilkannya. (Isnaeni, 2010)
Hewan yang mampu memancarkan sinyal listrik lemah adalah sebagai berikut:
• Belut Listrik
• Lele Listrik
• Ikan pari Listrik
Hewan yang mampu memancarkan sinyal listrik kuat adalah hewan berikut ini:
• Ikan pisau
• Ikan gajah
Selain itu ada hewan yang mampu mendeteksi sinyal listrik, yaitu sebagai berikut:
• Hiu
• Platipus
• Ikan pari
• Lele




C. Manfaat Organ Listrik
Adanya organ listrik pada hewan memiliki beberapa manfaat bagi kehidupan hewan tersebut. Manfaat adanya organ listrik adalah sebagai berikut:
1. Sensor lingkungan
Dengan adanya organ listrik memungkinkan hewan untuk mendeteksi keadaan lingkungan di sekitarnya. Terutama jika ada bahaya yang mengancam keselamatan dirinya. Selain itu bisa juga untuk mencari makanan.
2. Konduktivitas
Organ listrik pada hewan bermanfaat untuk merespon atau menghantarkan sinyal-sinyal yang diperoleh dari lingkungan maupun dari dalam dirinya.
3. Pengakuan anggota spesies
Dengan adanya organ listrik, hewan bisa merespon sinyal-sinyal yang diberikan oleh hewan sejenisnya. Hal ini bermanfaat bagi kelompok hewan tersebut untuk mengantisipasi adanya bahaya dari lingkungan maupun hewan predator.
4. Menemukan pasangan kawin
Sinyal listrik yang dipancarkan oleh hewan, berlaku spesifik hanya untuk hewan sejenisnya. Dengan adanya organ listrik, hewan dapat mengetahui atau mendeteksi pasangan hewan yang siap kawin.

D. Orientasi Listrik Hewan Bawah Laut
Reseptor elektromagnetik mendeteksi berbagai bentuk energi elktromagnetik, seperti cahaya tampak, listrik, dan magnetisme. Fotoreseptor yang mendeteksi radiasi yang disebut cahaya tampak, sering kali diorganisasikan sebagai mata. Ular memilki reseptor inframerah yang sangt sensitif yang mendeteksi panas tubuh mangsa yang berada di lingkungan yang dingin.
Pembentukan arus listrik terjadi pada sebagian besar ikan. Arus listrik ini diperlukan untuk orientasi, komunikasi dan interaksi hewan akuatik tertentu.
Sesungguhnya pembentukan arus listrik (elektrogenesis dapat terjadi) pada semua sistem reseptor, tetapi pelepasan arus listrik oleh efektor hanya ditemukan pada beberapa jenis ikan. Arus listrik pada ikan dihasilka oleh organ elektrik. Arus listrik ini berfungsi untuk keperluan orientasi, komunikasi, dan interaksi antar hewan akuatik tertentu.
Organ elektrik yang paling terkenal adalah yang terdapat pada belut listrik dari sungai Nil (Electrophorus elecricus). Apabila merasa terancam, hewan ini akan menghasilkan dan melepaskan arus listrik yang mencapai 750 volt sehingga dapat membunuh hewan lain yang besarnya hampir sama dengan ukuran manusia dewasa.
Ikan listrik memiliki satu dari dua pola debit listrik, yang keduanya dihasilkan dari jaringan otot diubah biasanya dekat ekor atau dari jaringan dekat mata. Ikan Pulse (Clickers) memancarkan pulsa elektrik yang berlangsung sekitar satu milidetik yang berjarak sekitar 23m. Pulsa ini menciptakan kesenjangan impuls di sekitar mereka.
Organ elektrik disebut elektroblas atau plak. Plak berupa lempengan tipis serupa wafer. Plak terdiri atas badan neuromineral yang terhubung dengan sistem saraf dan otot. Terdiri dari dua sisi, yakni sisi depan dan sisi belakang.
Organ elektrik tersusun atas unit fungsional berupa lempengan tipis seperi wafer, yang disebut electroplak atau elektoplat atau electrosit atau plak. Setiap unit plak merupakan badan mioneural, hasil modifikasi dari sel otot atau kadang-kadang dari sinaps antara saraf dan otot atau fdari ujung akson. Badan mioneural ialah bangunan / struktur yang memiliki sifat seperti saraf dan otot atau mengandung komponen saraf dan otot. Setiap plak memiliki dua sisi yang sifatnya berbeda sisi yang satu menghadap kearah ekor, mampu menanggapi rangsang, disebut innervated face. Sisi yang lain menghadap kearah kepala dan tidak mampu menanggapi rangsang disebut non innervated face. Jumlah plak yang dimiliki hewan bervariasi, tergantung pada jenis dan ukurannya.
Otot kerangka tertentu dari ikan seperti listrik, dalam perjalanan evolusi telah berkembang menjadi alat listrik yang mampu melepaskan pulsa energi listrik. Belut listrik Elektrophorus, dapat membangkitkan pulsa lebih dari 500 volt. Pada ikan lainnya pulsa listrik yang ditimbulkan sangat lemah. Para peneliti telah menemukan bahwa pulsa lemah ini merupakan bagian dari sitem kendali listrik. Spesies ikan tertentu hidup dalam air yang begitu keruh sehingga mata dapat dikatakan tidak berguna. Sebagai cara orientasi, ikan tersebut membuat medan listrik pulsa disekitar tubuhnya yng dihasilkan oleh organ listrik khusus. Medan lisrtik yang ditimbulkan tersebut menjadikan ekor ikan bersifat negatif terhadap kepala . tipa benda yang ada dalam lingkungan mempunyai konduktivitas listrik yang berbeda dengan air akan mengganggu medan dan perubahan ini dapat diketahui dengan indra khusus dalam sistem gurat lateral. Pada sebagian ikan sistem tersebut mendeteksi getaran frekuensi rendah dari gerakan dalam air. (villee, 1999:283).
Ikan listrik menghasilkan guncangan tenaga listrik ke setrum mangsa mereka dan untuk membela diri dari serangan. Guncangan yang dihasilkan oleh otot-otot khusus yang mungkin mengambil sebagian besar tubuh ikan. Alih-alih memproduksi gerakan, seperti otot biasa, otot-otot ini menghasilkan impuls listrik. Impuls cukup kuat untuk melumpuhkan mangsanya seperti ikan, katak dan krustasea, dan untuk menjaga musuh di teluk.
Jamming Aviodance Respon (JAR) adalah mekanisme yang sangat penting bagi ikan listrik. Ketika dua ikan dengan frekuensi yang sama hampir saling bertemu, satu mengubah frekuensi untuk menjadi sedikit lebih tinggi dan mengubah lain untuk menjadi sedikit lebih rendah.
1. Belut Listrk
Belut listrik adalah ikan listrik yang paling kuat. Ia tinggal di sungai di Amerika Selatan, dan tumbuh dengan panjang lebih dari tujuh kaki. Hal ini tidak bisa melihat dengan baik dan mengirimkan impuls listrik lemah untuk membantu menemukan objek. Ketika menyerang mangsanya, menghasilkan guncangan dari 200 sampai 300 volt pada arus setengah satu ampere, cukup untuk setrum seorang pria, meskipun tidak untuk membunuhnya.

Belut listrik (Electrophorus electricus) adalah ikan, panjang seperti ular yang dapat menghasilkan listrik (itu bukan belut benar). Hal ini dapat menghasilkan sengatan listrik 600-volt. Satu shock dari belut listrik tidak akan membunuh seseorang, tetapi guncangan akan diulang. belut listrik ditemukan di lembah Sungai Amazon dan bagian lain di Amerika Selatan. Belut listrik mereproduksi oleh bertelur (itu yg menelur). Ini bukan belut benar.

Belut listrik tumbuh menjadi hampir 8 kaki (2,5 m) panjang. Sebagian besar organ internal di depan 1 / 5 dari ikan ini, seluruh tubuh berisi organ-organ yang menghasilkan listrik (otot dimodifikasi). Timbangan yang menutupi bagian tubuh yang kecil. Mata kecil, dan karena hal ini usia ikan, visi berkurang. Dengan usia, meningkat ampere listrik ikan shock. Belut listrik bisa hidup di stagnan, perairan yang kekurangan oksigen, insang perusahaan dimodifikasi menjadi "paru-seperti" organ, dan belut listrik harus permukaan sesekali menelan udara.

Belut listrik memakan ikan lainnya. Ia mendapat mangsa dengan mengejutkan dengan listrik.

2. Gymnotus
Ikan listrik lainnya yang tidak begitu kuat adalah gymnotus . gymnotus ini adalah ikan belut-seperti juga dari sungai Amerika Selatan. Kehidupan ikan patin listrik di sungai Afrika dan sinar listrik di Samudra Atlantik bagian timur dan Laut Mediterania.

3. Ikan Pari
Ikan Pari merupakan ikan Bioluminesen. Bioluminesen adalah pancaran sinar oleh organisme, sebagai hasil oksidasi dari berbagai substrat dalam memproduksi enzim. Susunan substratnya lusiferin, dan enzim yang sangat sensitive sebagai katalisator oksidasi, disebut lusiferase.
Bioluminesen diproduksi oleh bakteri, jamur ataupun binatang invertebrate. Diantara hewan bertulang, hanya ikan yang mampu memproduksi sinar. Organ luminesen ditemukan pada ikan pari berlistrik dan beberapa ikan tulang keras khsusnya ikan yang tinggal di laut dalam.

Adanya organ yang memproduksi sinar ini dapat digunakan untuk menaksir kadalaman laut, dimana ikan tersebut tinggal. Ini dimaksudkan juga bahwa ikan tersebut memproduksi sinar untuk mendapatkan makanan, mengacaukan musuh, menerangi lingkungan ataupun menarik perhatian lawan jenisnya. Semua ini masih dugaan, akan tetapi pada prinsipnya berfungsi untuk mendapatkan “penghargaan” antar indivdu dalam satu jenis.
Ikan memproduksi bioluminesen dengan 2 cara, yaitu oleh pori-pori yang bercahaya ataupun organ bersimbiose dengan bakteri pengahasil sinar. Intensitas bioluminesen mungkin bertambah atau berkurang. Cara lain dalam memproduksi sinar bergantung pada ekspansi dan kontraksi kromatofora pada permukaan kulit.
Pari adalah ikan dengan sirip datar dan menyerupai sayap. Matanya terletak dibagian atas tubuhnya dan mulutnya terletak dibagian bawah tubuhnya. Pari sering berbaring didasar laut, setengah terbenam didalam lumpur sambil menunggu kerang dan ikan untuk dimangsa. Mereka hidup didalam lautan diseluruh dunia. Terutama di perairan hangat. Pari torpedo sering disebut dengan pari listrik. Mereka menyengat mangsanya . listrik ini dihasilkan oleh otot-otot yang ada dibagian kepalanya. Kekuatan listrik pari torpedo bisa mencapai 220 volt untuk membuat pingasan manusia dewasa.
Pari hantu juga disebut ikan hantu karena ia memiliki tanduk, tanduk pari hantu menggiring binatanhg kecil seperti plankton masuk kemulutnya. Pari hantu lebarnya lebih dari 7 m, dia sering melompat kepermukaan laut untuk menyingkirkan hewan-hewan laut yang kecil yang menempel ditubuhnya.
Organ listrik tersebut tidak menyengat dirinya sendiri, hal tersebut sulit untuk dipahami meskipun ada dua penjelasan, yaitu bahwa system saraf ikan selalu diseliputi oleh lemak dan arus listrik mengalir selalu tegak lurus. (Anonim, Myaluzz's.blogspot.com)

4. Ikan pisau kaca (knifefish kaca)
Ikan pisau kaca memancarkan sinyal listrik lemah. Ini adalah subjek yang luar biasa untuk mempelajari bagaimana otak menggunakan informasi sensorik untuk mengontrol tenaga. Karena hampir transparan, pisau terbentuk.

Seperti anggota lain dari ordo Gymnotiformes, Kaca Knifefish memiliki organ yang berkembang dengan baik dan sinyal listrik lemah yang membantu manuver bermanfaat.
Jenis ikan ini melakukan sesuatu yang luar biasa: ia memancarkan sinyal-sinyal listrik lemah yang digunakan untuk "melihat" dalam gelap. Menurut Fortune, beberapa karakteristik, listrik membuat ikan ini menjadi subjek yang luar biasa untuk studi tentang bagaimana otak menggunakan informasi sensorik untuk mengontrol tenaga.
Jenis ikan ini melakukan sesuatu yang luar biasa, yaitu memancarkan sinyal-sinyal listrik lemah yang digunakan untuk "melihat" dalam gelap. Menurut Fortune, beberapa karakteristik, termasuk pengertian ini listrik, membuat ikan ini subjek yang luar biasa untuk studi tentang bagaimana otak menggunakan informasi sensorik untuk mengontrol tenaga.


DAFTAR PUSTAKA


Anonim, Ekosistem. http://olhazone.blogspot.com (diakses pada 03 November 2010)

Anonim. Ekosistem Air Laut. http://kambing.ui.ac.id (diakses pada 03 November 2010)

Anonim. Ekosistem Laut Dalam (Deep Sea) yang Menakjubkan. http://eduprisma.blog.uns.ac.id (diakses pada 03 November 2010).

Campbell, Neil A. 2003. Biologi Jilid III. Jakarta: Erlangga.

Isnaeni, Dra.Wiwi, M.S. Fisiologi Hewan. dalam http://books.google.co.id (diakses pada 04 November 2010)

Ville, Claude A. 1999. Zoologi Umum. Jakarta: Erlangga. (terjemahan oleh Prof. Dr. Nawangsari Sugiri).