oleh:
Senja&Diana
BAB I PENDAHULUAN
Pertumbuhan pada hewan dibagi menjadi 2 fase, yaitu :
1. Fase Embrionik
Adalah fase pertumbuhan zigot hingga terbentuknya embrio. Fase ini meliputi beberapa tahapan:
a. Fase Pembelahan (Cleavage) dan Blastulasi
Pembelahan zigot membelah (mitosis) menjadi banyak blastomer. Blastomer berkumpul membentuk seperti buah arbei disebut Morula.
Morula mempunyai 2 kutub, yaitu:
1. kutub hewan (animal pole)
2. kutub tumbuhan (vegetal pole)
Blastulasi sel-sel morula membelah dan "arbei" morula membentuk rongga (blastocoel) yang berisi air, disebut Blastula.
b. Gastrulasi
Adalah proses perubahan blastula menjadi gastrula.
Pada fase ini:
• blastocoel mengempis atau bahkan menghilang;
• terbentuk lubang blastopole, yang akan berkembang menjadi anus;
• terbentuk ruang, yaitu gastrocoel (Archenteron), yang akan berkembang menjadi saluran pencernaan;
• terbentuk 3 lapisan embrionik: ektoderm, mesoderm dan endoderm.
Berdasarkan jumlah lapisan embrional, hewan dikelompokkan menjadi:
Hewan diploblastik, hewan yang memiliki 2 lapisan embrional, ektoderm dan endoderm
Hewan triploblastik, hewan yang memiliki ketiga lapisan embrional
a. triploblastik aselomata : tak memiliki rongga tubuh
b. Triploblastik pseudoselomata : memiliki rongga tubuh yang semu
c. Triploblastik selomata: memiliki rongga tubuh yang sesungguhnya, yaitu basil pelipatan mesoderm
c. Morfogenesis
Proses pertumbuhan, perkembangan dan diferensiasi menjadi organ, sistem organ dan organisme.
d. Diferensiasi dan Spesialisasi Jaringan
• Pada fase diferensiasi, jaringan/lapisan embrionik akan berkembang menjadi berbagai organ dan sistem organ.
• Pada fase spesialisasi, setiap jaringan akan mempunyai bentuk, struktur dan fungsinya masing-masing.
e. Imbas Embrionik
Diferensiasi dari suatu lapisan embrionik mempengaruhi dan dipengaruhi oleh diferensiasi lapisan embrionik lain.
2. Fase Pasca Embrionik
Fase pasca embrionik secara umum meliputi metamorfosis dan regenerasi.
Setiap hewan mempunyai kemampuan hidup yang bervariasi antara makhluk yang satu dengan yang lainnya. Masing-masimg dari mahkluk hidup tersebut akan tumbuh dan berkembang dari bentuk atau sususnan yang sederhana menjadi susunan yang lebih kompleks. Selain memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berkembang mahkluk hidup juga memiliki kemampuan untuk menumbuhkan dan memperbaiki bagian tubuh yang rusak, lepas, terpisah, hilang ataupun mati dengan cara memperbaiki sel, jaringan atau bagian tubuh yang rusak tadi sehingga menjadi individu baru yang lengkap atau kembali seperti semula. Kemampuan tersebut disebut sebagai regenerasi.
Setiap larva dan hewan dewasa mempunyai kemampuan untuk menumbuhkan kembali bagian tubuh mereka yang secara kebetulan hilang atau rusak terpisah. Kemampuan menumbuhkan kembali bagian tubuh yang hilang ini disebut regenerasi. Kemampuan setiap hewan dalam melakukan regenerasi berbeda-beda. Hewan avertebrata mempunyai kemampuan regenerasi yang lebih tinggi daripada hewan vertebrata (Majumdar, 1985).
Cicak adalah sebagai salah satu contoh dari sekian banyak makhluk hidup yang mempunyai kemampuan dalam regenerasi organ. Cicak akan memutuskan ekornya bila merasa dirinya dalam keadaan bahaya atau menghadapi musuh. Ekor yang diputuskan tersebut akan tergantikan kembali melalui proses regenerasi organ yang memerlukan waktu tertentu dalam proses pembentukannya. Regenerasi adalah proses memperbaiki bagian yang rusak kembali seperti semula. Cicak memiliki daya regenerasi yang terdapat pada ekornya. Daya regenerasi pada berbagai organisme tidak sama karena ada yang rendah sekali dayanya dan ada yang tinggi. Vertebrata paling rendah daya regenerasinya dibandingkan dengan avertebrata. Sub phylum dari vertebrata yang paling tinggi daya regenerasinya adalah urodela. Reptilia daya regenerasinya hanya terbatas pada ekornya saja.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Regenerasi
Regenerasi ialah memperbaiki bagian tubuh yang rusak atau lepas kembali seperti semula. Kerusakan itu bervariasi. Ada yang ringan, seperti luka dan memar; ada yang sedang, yang menyebabkan ujung sebagian tubuh terbuang; dan ada yang berat yang menyebabkan suatu bagian besar tubuh terbuang.
Menurut Balinsky (1981), suatu organisme khususnya hewan memiliki kemampuan untuk memperbaiki struktur atau jaringan yang mengalami kerusakan akibat kecelakaan yang tidak disengaja karena kondisi natural atau kerusakan yang disengaja oleh manusia untuk keperluan penelitian atau experimen. Hilangnya bagian tubuh yang terjadi ini setiap saat dapat muncul kembali, dan dalam kasus ini proses memperbaiki diri ini kita sebut sebagai regenerasi.
2.2 Daya Regenerasi
Daya regenerasi tak sama pada berbagai organisme. Ada yang tinggi dan ada yang rendah sekali dayanya. Hubungan linier antara kedudukan sistematik hewan dengan daya regenerasinya belum terungkap secara jelas. Daya regenerasi paling besar pada echinodermata dan platyhelminthes yang dimana tiap potongan tubuh dapat tumbuh menjadi individu baru yang sempurna.
Pada Anelida kemampuan itu menurun. Daya itu tinggal sedikit dan terbatas pada bagian ujung anggota pada amfibi dan reptil. Vertebrata, dibandingkan dengan Evertebrata, terendah daya regenerasinya. Pada Evertebrata yang terkenal tinggi dayanya adalah Coelenterata, Platyhelminthes, Annelida, Crustacea, dan Urodela. Pada vertebrata , yaitu Aves dan Mammalia paling rendah dayanya, biasanya terbatas kepada penyembuhan luka, bagian tubuh yang terlepas tak dapat ditumbuhkan kembali. Kelas reptil (diwakili oleh cicak) dan kelas insecta (diwakili oleh kecoa) memiliki daya regenerasi yang rendah, biasanya terbatas pada bagian ekor atau kaki yang lepas atau rusak.
Hydra dapat dipotong-potong sampai kecil sekali dan 1/200 bagian dari tubuhnya yang asli dapat beregenerasi jadi individu baru yang utuh. Pada Hydroid polyp, ada proses regenerasi yang terus-menerus, disebut “regenerasi fisiologis”. Tentakel dan dasarnya sekalian pada waktu tertentu dilepaskan, dibuang lalu tumbuh lagi yang baru dari bawah.
Gambar Proses Regenerasi Pada Hydra.
Setelah Coelenterata menyusul Platyhelminthes, hewan yang paling tinggi daya regenerasinya. Contoh Planaria yang mampu beregenerasi dari 1/300 fragmen tubuhnya menjadi individu yang utuh.
Pada Annelida daya regenerasinya terbatas. Jika tubuh dipotong-potong, setiap potongan dapat tumbuh menjadi individu baru yang utuh, tapi segmennya tidak selengkap semula. Alat genitalia tak ikut beregenerasi. Jika potongan tak mengandung genitalia asli individu baru yang berasal dari situ tak bergenitalia. Hirudinea (pacet dan lintah) tidak beregenerasi. Nematoda juga tidak.
Gambar Regenerasi Pada Planaria.
Mollusca dayanya kecil saja. Mata yang lepas asal ada batangnya, masih bisa beregenerasi. Tapi kalau tak ada batang itu, tak mampu. Sebagian kepala atau kaki juga dapat beregenerasi.
Pada Arthropoda terbatas pada anggota. Crustacea tergolong yang tinggi dayanya di dalam phylum ini, baik tingkat larva maupun dewasa. Pada Insecta terbatas pada waktu larva saja. Melepaskan sendiri ruas-ruas kaki biasa pada beberapa laba-laba dan kepiting, untuk melepaskan diri dari tangkapan musuh. Melepaskan bagian tubuh secara natural ini untuk diregenerasi lagi nanti disebut autotomy, artinya memotong-motong diri sendiri.
Echinodermata tinggi juga daya regenerasinya. Seekor bintang laut kalau dicincang oleh nelayan lalu dilemparkan lagi ke laut (karena marah dan menganggap saingan mendapat ikan lokan), tiap cincangan kecil dapat lagi tumbuh jadi individu baru. Sedangkan pada Holothuroidea (teripang), sesekali waktu kadang dilepaskan sendiri alat-alat dalam lewat anus keluar, seperti alat pernapasan dan saluran pencernaan. Nanti dapat diganti dengan yang baru.
Di kalangan sub-phylum Vertebrata yang tertinggi daya regenerasinya ialah Urodela. Hewan ini banyak dipakai dalam regenarsi eksperimentil. Anggota tubuh, insang, ekor, rahang, mata, dapat tumbuh kembali kalau lepas atau terpotong. Pada Anura regenerasinya terbatas pada tingkat larva, dan hanya pada anggota dan ekor. Yang dewasa tak bisa beregenerasi sama sekali. Reptilia hanya terbatas pada ekor, yang seperti kepiting juga untuk melepaskan diri dari tanggapan musuh, ekor dibiarkan lepas.
Pisces pada sirip.
Gambar Regenerasi bagian sirip Pisces.
Jadi nampak jelas di sini, kedudukan sistematik tak punya hubungan linier dengan daya regenerasi. Nematoda lebih rendah kedudukan sistematik dari Annelida; begitu juga Pisces terhadap Anura dan Urodela. Tapi kelompok pertama hampir tak ada regenerasinya.
Pada Aves, daya regenerasi hanya pada sebagian kecil paruh.
Mammalia daya regenerasinya terbatas pada jaringan, tidak sampai tingkat alat. Regenerasi jaringan sering setara dengan penyembuhan luka. Luka di kulit yang besar, jaringan ikat baru agak beda dengan dermis asli, karena banyak sekali kolagennya, disebut parut.
Jaringan yang tinggi daya regenerasinya pada Mammalia ialah tulang dan jaringan ikat; disusul oleh otot dan sel hati. Kerusakan atau patahan besar pada tulang dapat dikembalikan seperti asli, terutama pada anggota. Setiap celah yang terbentuk oleh trauma (benturan) segera diisi jaringan ikat. Jaringan yang tak mampu beregenerasi, seperti otot jantung, di celah yang luka diisi oleh jaringan ikat membentuk parut. Alat dalam dapat beregenerasi. Hati dapat diangkat sebagian dan yang hilang dapat ditumbuhkan kembali, meski tidak seutuh semula. Tendo juga mampu beregenerasi.
2.3 Proses Regerasi
Proses regenerasi yang efektif adalah pada masa embrio hingga masa bayi, setelah dewasa kemampuan regenerasi ini terbatas pada sel atau jaringan tertentu saja. Namun tidak demikian dengan bangsa avertebrata dan reptilia tertentu, kemampuan untuk memperbaiki dirinya sangat menakjubkan hingga dia mencapai dewasa. Proses regenerasi dapat terjadi pada tingkat sel maupun tingkat organ. Regenerasi sel yaitu proses pertumbuhan dan perkembangan sel yang bertujuan untuk mengisi ruang tertentu pada jaringan atau memperbaiki bagian yang rusak. Sedangkan Regenerasi organ dapat diartikan sebagai kemampuan tubuh suatu organisme untuk menggantikan bagian tubuh yang rusak baik yang disengaja ataupun yang tidak disengaja (karena kecelakaan) dengan bagian tubuh yang baru dengan bentuk yang sama persis dengan sebelumnya.
Dipakai contoh (Urodela) dalam experiment untuk meneliti proses regenerasi. Satu kaki salamander ini dipotong dekat pangkal lengan, kemudian terjadilah proses berikut:
1. Darah mengalir menutupi permukaan luka, luka beku, membentuk “scab” yang sifatnya melindungi.
2. Epitel kulit menyebar di permukaan luka, di bawah “scab”. Sel epitel itu bergerak secara amoeboid. Butuh waktu dua hari agar kulit itu lengkap menutupi luka. (Pada Invertebrata otot bawah kulit ikut berkerut untuk mempercepat epitel menutup luka.)
3. Dedifferensiasi sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga menjadi bersifat muda kembali dan pluripotent untuk membentuk berbagai jenis jaringan baru. Matriks tulang dan tulang rawan melarut, sel-selnya lepas dan bersebar di bawah epitel. Serat jaringan ikat juga berdisintegrasi, dan sel-selnya berdiferensiasi semuanya. Akhirnya, tak dapat lagi dibedakan mana sel yang berasal dari tulang, tulang rawan, atau jaringan ikat. Disusul sel-sel otot berdiferensiasi, serat myofibril hilang, inti membesar, sitoplasma menyempit.
4. Pembentukan Blastema, yakni kuncup regenerasi pada permukaan bekas luka. “Scab” mungkin sudah lepas pada waktu ini. Blastema berasal dari penimbunan sel-sel dedifferensiasi. Ada juga pendapat yang mengemukakan, bahwa blastema berasal juga dari sel-sel satelit pengembara, yang selalu ada di berbagai jaringan, terutama di dinding kapiler darah. Sel-sel pengembara ini nanti akan berproliferasi membentuk blastema. Namun dengan memakai tracer radioaktif dapat kini diketahui, bahwa sel-sel blastema berasal dari segala jenis jaringan yang berdedifferensiasi sekitar amputasi.
5. Proliferasi sel-sel dedifferensiasi secara mitosis. Proliferasi ini serentak dengan proses dediferensiasi, dan memuncak pada waktu blastema dalam besarnya yang maskimal, dan waktu itu tak membelah lagi.
6. Redifferensiasi sel-sel dedifferensiasi, serentak dengan berhentinya proliferasi sel-sel blastema itu.
Pada Planaria telah diteliti bahwa sel-sel yang berasal dari parenkim (berasal dari lapis benih mesoderm), selain menumbuhkan alat derivate mesodermal (yakni otot dan parenkim lagi), juga sanggup menumbuhkan jaringan saraf dan saluran pencernaan (masing-masing berasal dari lapis benih ectoderm dan endoderm).
Akhirnya anggota badan yang diamputasi itu akan tumbuh lagi sebesar semula, dengan struktur anatomis dan histologist yang serupa dengan asalnya.
Proses regenerasi dalam banyak hal mirip dengan proses perkembangan embrio. Pembelahan yang cepat, dari sel-sel yang belum khusus timbullah organisasi yang kompleks dari sel-sel khusus. Proses ini melibatkan morfogenesis dan diferensiasi seperti perkembangan embrio akan tetapi paling tidak ada satu cara proses regenerasi yang berbeda dari proses perkembangan embrio. Cicak akan melepaskan ekornya bila ditangkap pada bagian ekornya. Cicak kemudian meregenerasi ekor baru pada tepi lainnya pada waktu senggang. Dalam stadium-stadium permulaan dari regenerasi tidak ada sel-sel dewasa sehingga tidak ada penghambatan pembelahan sel. Sel-sel pada permukaan depan mempunyai laju metabolik yang tinggi daripada permukaan di tepi belakang (Kimball, 1992).
Kemampuan regenerasi dari hewan-hewan yang berbeda dapat dibedakan, hal ini tampak dengan adanya beberapa hubungan antara kompleksitas dengan kemampuan untuk regenerasi. Daya regenerasi Spons hampir sempurna. Regenerasi pada manusia hanya terbatas pada perbaikan organ dan jaringan tertentu. Cicak mempunyai daya regenerasi pada bagian ekor yang putus dengan cukup kokoh. (Kaltroff, 1996).
Regenerasi alat lain salamander
Secara experimental dilakukan juga amputasi pada salamander. Ternyata hasil regenerasi itu tidak seperti semula. Ekor baru tidak mengandung notochord lagi, dan vertebrae yang baru tidak mengandung tulang rawan. Ruas-ruas itu hanya menyelaputi batang saraf (medulla spinalis). Jumlah ruas vertebrae tersebut tidak selengkap asalnya.
Dalam membuktikan bahwa sel dedifferensiasi bisa pluripotent, yakni dapat menumbuhkan jaringan yang bukan dari mana dia berasal, sering dilakukan eksperimen amputasi pada lensa salamander. Lensa baru terbentuk dari sel-sel dari pinggir dorsal iris, yang berasal dari mesoderm. Padahal embriologis lensa tersebut tumbuh/berasal dari epidermis.
Bila ada tungkai depan Salamander yang dibuang, proses perbaikan pertama ialah penyembuhan luka dengan cara menumbuhkan kulit di atas luka tersebut kemudian suatu tunas sel-sel yang belum terdiferensiasi terlihat. Tunas ini mempunyai rupa yang mirip dengan tunas anggota tubuh pada embrio yang sedang berkembang. Pembelahan yang cepat dari sel-sel embrio yang belum khusus dari tunas anggota tubuh mungkin berasal dari dediferensiasi sel-sel khusus demikian, sebagai sel-sel otot atau sel-sel tulang rawan. Dediferensiasi berarti bahwa sel-sel ini kehilangan struktur diferensiasinya sebelum berperan dalam tugas regenerasi. Sel-sel dari anggota tubuh yang sedang regenerasi diatur dan berdiferensiasi sekali lagi menjadi otot, tulang, dan jaringan lainnya yang menjadikan kaki fungsional (Kimball, 1992).
Kemampuan hewan untuk meregenerasi bagian-bagian yang hilang sangat bervariasi dari spesies ke spesies. Hewan avertebrata seperti cacing tanah, udang, ikan, salamander dan kadal tidak mempunyai daya regenerasi yang dapat meregenerasi seluruh organisme, melainkan hanya sebagian dari organ atau jaringan organisme tersebut (Kimball, 1992). Tahap dari perkembangan yang menarik perhatian adalah pergantian dari tubuh yang hilang. Tersusun dari regenerasi jumlah struktur baru organisme tersebut (Wilis, 1983).
Ekor cicak memiliki bentuk yang panjang dan lunak yang memungkinkan untuk bisa memendek dan menumpul. Ekor akan mengalami regenerasi bila ekor tersebut putus dalam usaha perlindungan diri dari predator. Regenerasi tersebut diikuti oleh suatu proses, yaitu autotomi. Autotomi adalah proses adaptasi yang khusus membantu hewan melepaskan diri dari serangan musuh. Jadi, autotomi merupakan perwujudan dari mutilasi diri. Cicak jika akan dimangsa oleh predatornya maka akan segera memutuskan ekornya untuk menyelamatkan diri. Ekor yang putus tersebut dapat tumbuh lagi tetapi tidak sama seperti semula (Strorer, 1981).
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan pada cicak dengan memotong ekornya, setelah diamati selama empat minggu, ternyata bagian ekor yang telah dipotong mengalami pertumbuhan. Ekor yang putus tersebut tumbuh tetapi tidak dapat sama seperti semula. Pengamatan pada minggu pertama ekor cicak bertambah 0,1 cm, minggu kedua 0,4 cm, dan beberapa hari kemudian cicak tersebut mati. Pertumbuhan ekor cicak yang mengalami regenerasi lebih pendek daripada ekor semula. Karena panjang ekor yang dipotong sepanjang 5 cm sedangkan panjang ekor regenerasi hanya 2 cm. Pada kaki kecoa terjadi penambahan panjang yang tidak terlau signifikan dan kecoa mati sebelum minggu ketiga.
Ekor cicak yang dipotong sel epidermisnya menyebar menutupi permukaan luka dan membentuk tudung epidermis apikal. Semua jaringan mengalami diferensiasi dan generasi membentuk sel kerucut yang disebut blastema regenerasi di bawah tudung. Berakhirnya periode proliferasi, sel blastema mengadakan rediferensiasi dan memperbaiki ekornya. Ketika salah satu anggota badan terpotong hanya bagian tersebut yang disuplai darah dan dapat bergenerasi. Hal inilah yang memberi pertimbangan bahwa bagian yang dipotong selalu bagian distal (Kalthoff, 1996).
Proses regenerasi pada reptil berbeda dengan pada hewan golongan amfibi. Regenerasi tidak berasal dari proliferasi atau perbanyakan sel-sel blastema. Regenerasi pada reptil diketahui bahwa ekor yang terbentuk setelah autotomi menghasikan hasil dengan catatan khusus karena baik secara struktur maupun cara regenerasinya berbeda (Balinsky, 1983).
Secara eksperimental pada ekor cicak yang telah dipotong, ternyata hasil regenerasinya tidak sama dengan semula. Pertambahan panjang tidak sama dengan ekor yang dipotong. Ekor baru tidak mengandung notochord dan vertebrae yang baru hanya terdiri dari ruas-ruas tulang rawan. Ruas-ruas ini hanya meliputi batang syaraf (medula spinalis), jumlah ruas itu pun tidak lengkap seperti semula.
Proses perbaikan pertama pada regenerasi ekor cicak adalah penyembuhan luka dengan cara penumbuhan kulit di atas luka tersebut. Kemudian tunas-tunas sel yang belum berdiferensiasi terlihat. Tunas ini menyerupai tunas anggota tubuh pada embrio yang sedang berkembang. Ketika waktu berlalu sel-sel dari anggota tubuh yang sedang regenerasi diatur dan berdiferensiasi sekali lagi menjadi otot, tulang dan jaringan lajunya yang menjadikan ekor fungsional.
Proses regenerasi ini secara mendasar tidak ada perusakan jaringan otot, akibatnya tidak ada pelepasan sel-sel otot. Sumber utama sel-sel untuk beregenerasi adalah berasal dari ependima dan dari berbagai macam jaringan ikat yang menyusun septum otot, dermis, jaringan lemak, periosteum dan mungkin juga osteosit vertebrae. Sumber sel untuk regenerasi pada reptile berasal dari beberapa sumber yaitu ependima dan berbagai jaringan ikat (Manylov, 1994).
Studi regenerasi mengungkapkan bahwa sel-sel dewasa dari jaringan tertentu yang telah berdiferensiasi misalnya epidermis, mensintesis dan menghasilkan zat yang secara aktif menghambat mitosis-sel-sel muda dari jaringan yang sama, zat ini disebut kolona. Stadium permulaan dari regenerasi tidak ada sel-sel dewasa sehingga tidak ada penghambatan pembelahan sel. Jaringan dari struktur yang mengalami regenerasi berdiferensiasi, mulailah produksi kolona dan agaknya secara berangsur-angsur menghentikan pertunbuhan struktur tersebut. Regenerasi melalui beberapa tahapan, yaitu :
1. Luka akan tertutup oleh darah yang mengalir, lalu membeku membentuk scab yang bersifat sebagai pelindung.
2. Sel epitel bergerak secara amoeboid menyebar di bawah permukaan luka, di bawah scab. Proses ini membutuhkan waktu selama dua hari, dimana pada saat itu luka telah tertutup oleh kulit.
3. Diferensiasi sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga menjadi bersifat muda kembali dan pluripotent untuk membentuk berbagai jenis jaringan baru. Matriks tulang dan tulang rawan akan melarut, sel-selnya lepas tersebar di bawah epitel. Serat jaringan ikat juga berdisintegrasi dan semua sel-selnya mengalami diferensiasi. Sehingga dapat dibedakan antara sel tulang, tulang rawan, dan jaringan ikat. Setelah itu sel-sel otot akan berdiferensiasi, serat miofibril hilang, inti membesar dan sitoplasma menyempit.
4. Pembentukan kuncup regenerasi (blastema) pada permukaan bekas luka. Pada saat ini scab mungkin sudah terlepas. Blastema berasal dari penimbunan sel-sel diferensiasi atau sel-sel satelit pengembara yang ada dalam jaringan, terutama di dinding kapiler darah. Pada saatnya nanti, sel-sel pengembara akan berproliferasi membentuk blastema.
5. Proliferasi sel-sel berdiferensiasi secara mitosis, yang terjadi secara serentak dengan proses dediferensiasi dan memuncak pada waktu blastema mempunyai besar yang maksimal dan tidak membesar lagi.
6. Rediferensiasi sel-sel dediferensiasi, serentak dengan berhentinya proliferasi sel-sel blastema tersebut. Sel-sel yang berasal dari parenkim dapat menumbuhkan alat derifat mesodermal, jaringan saraf dan saluran pencernaan. Sehingga bagian yang dipotong akan tumbuh lagi dengan struktur anatomis dan histologis yang serupa dengan asalnya.
Regenerasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah temperatur, proses biologi dan faktor bahan makanan. Kenaikan dari tempetatur, pada hal-hal tertentu dapat mempercepat regenerasi. Regenerasi menjadi cepat pada suhu 29,7 derajat Celcius. Faktor bahan makanan tidak begitu mempengaruhi proses regenerasi (Morgan, 1989).
Secara eksperimental bagian kaki kecoa yang terpotong ternyata hasil regenerasinya tidak sama seperti semula. Pertumbuhan kaki kecoa tidak sama dengan kaki kecoa yang tidak dipotong. Kaki yang baru strukturnya tidak sama dengan kaki yang sebelum dipotong.
Berdasarkan data di atas, ternyata pertumbuhan ekor cicak cukup lambat dan tidak terlalu signifikan. Hal ini mungkin dikarenakan kurangnya pasokan dalam pemberian makan atau suhu tempat cicak tersebut kurang ideal karena hidup terkurung dalam toples dan tidak sebebas di luar sehingga cicak menjadi stres yang dapat mempengaruhi kerja proses biologis di dalam tubuhnya, yang mengakibatkan pertumbuhan ekornya lambat.Hari ke 17, cicak tersebut mati. Begitu pula pada kaki kecoa yang dapat diamati. . Hasil regenerasi dari organ tertentu dalam hal ini ekor cicak dan kaki kecoa tidak harus kembali seperti semula. Hal itu membuktikan bahwa sel de-differensiasi bersifat pluripotent, yakni dapat menimbulkan jaringan yang bukan darimana ia berasal.
2.4 Peranan Kulit dan Saraf
Jika kulit segera menutupi luka pada amputasi salamander, maka regenerasi terhalang. Seperti ditemukan pada katak, kulit segera menutupi luka. Karena itu jika kaki katak diamputasi, tak terjadi regenerasi, karena kulit segera menutupi luka tersebut. Dengan pemberian larutan garam untuk mencegah lapisan dermis kulit bergerak ke luka, ternyata dapat terjadi regenerasi. Jika hanya epidermis kulit yang menutup luka, maka regenerasi dapat terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa kulit, terutama dermis, mengandung suatu zat yang memblokir proses regenerasi.
Dalam proses terjadinya regenerasi memerlukan kehadiran urat saraf. Jika saraf dipotong waktu larva, kemudian anggota tubuh tersebut diamputasi, maka tidak ada regenerasi yang berlangsung. Dedifferensiasi akan terus berlangsung, tapi sel-selnya diabsorbsi masuk ke dalam tubuh, sehingga akhirnya proses regenerasi berhenti. Jika hanya saraf saja yang dipotong, tapi anggota tubuh tetap, anggota itu idak akan berdegererasi. Tapi jika saraf dipotong dan anggota tubuh diamputasi, maka tunggulnya akan berdegerasi.
Jika dialihkan saraf lain ke tunggul amputasi yang sarafnya sendiri lebih dulu sudah diangkat, ternyata ada regenerasi. Hal tersebut membuktikan bahwa perlu kehadiran saraf dalam proses regenerasi. Tentang zat yang terkandung atau keluar dari saraf, yang bersifat trophic terhadap regenerasi tersebut belum diketahui. Eksperimen selanjutnya terhadap amputasi anggota tubuh salamander ialah jika saraf diangkat setelah blastema terbentuk, maka regenerasi akan terus berlangsung. Jadi nampaknya saraf perlu untuk pembentukan blastema. Namun terjadi keanehan, yaitu jika sejak embryo saraf diangkat, pertumbuhan anggota akan terus berlangsung. Jika diamputasi pun, bagian tersebut akan beregenerasi. Sepertinya keperluan akan kehadiran saraf di tunggul amputasi hanya semacam ‘ketagihan’.
2.5 Regenerasi Histologis
Pada Mammalia, termasuk manusia, daya regenerasinya sangat rendah, hanya terbatas pada taraf histologist, tidak sampai anatomis. Jaringan yang dapat beregenerasi ialah tulang, tulang rawan, otot, saraf, jaringan ikat dan juga beberapa kelenjar pencernaan seperti hati dan pancreas.
Tulang
Tulang dikenal paling tinggi penyembuhannya. Hal tersebut bisa diamati pada saat terjadi patah tulang. Mula-mula darah membeku di tempat patahan (fraktur). Disusul dengan hancurnya matriks tulang, dan osteosit di tempat tersebuat akan mati. Periosteum dan endosteum di sekitar patahan akan bereaksi dengan terjadinya proliferasi fibroblastnya. Sehingga terjadi penumpukan sel-sel di celah patahan.
Proses tersebut akan disusul dengan terbentuknya tulang rawan hialin di daerah tersebut. Kemudian akan terjadi proses osifikasi secara Endochondral dan membranous. Trabeculae terbentuk di celah patahan, yang menghubungkan kedua ujung patahan, disebut callus. Ossifikasi berlangsung terus, sampai semua celah tersebut terisi kembali dengan bahan tulang.
Dalam rangka menyembuhkan patah tulang biasanya dilakukan penekanan dari luar, biasanya berupa bilah papan. Hal tersebut akan menolong remodeling callus sehingga kedua tepi patahan bertaut dengan rata oleh callus. Pada tahap akhir, callus akan diresap dan diganti oleh tulang lamella.
Tulang rawan
Tulang rawan sulit beregenerasi setelah dewasa. Biasanya hasil regenerasi tersebut tidak sempurna seperti semula. Seperti halnya dengan penyembuhan patah tulang, di sisi sel-sel fibroblast dari perichondrium masuk patahan dan menghasilkan jaringan tulang rawan disitu. Jika terjadi kerusakan tulang rawan yang besar, maka sel fibroblast di tempat patahan akan membentuk jaringan ikat rapat.
Otot
Otot jantung pada orang dewasa tidak dapat beregenerasi. Jika terjadi kerusakan (seperti infarct jantung), bekas otot yang rusak ditempati jaringan ikat berupa parut. Pada otot lurik, regenerasi dilakukan oleh sel satelit yang terletak bersebar di lamina basalis yang menyelaputi serat otot. Ketika terjadi kerusakan, sel-sel satelit sekitar kerusakan tersebut akan aktif dan berproliferasi, membentuk sel-sel otot lurik baru. Otot polos dapat beregenerasi sendiri dengan melakukan mitosis berulang-ulang untuk menggantikan bagian yang rusak.
Saraf
Serat saraf tepi yang putus dapat beregenerasi, asalkan perikaryon (soma neuron) tidak ikut rusak. Jika urat saraf terpotong, bagian ujung yang lepas dari perikaryon akan berdegerasi dan debrisnya diphagocytisis makrofag. Bagian pangkal yang berhubungan dengan perikaryon tetap bertahan dan akan beregenerasi.
Proses yang terjadi adalah sebagai berikut:
1. Chromatolysis, yakni melarutnya badan Nissl
2. Perikaryon membesar.
3. Inti berpindah ke tepi
4. Bagian ujung akson yang dekat luka berdegenerasi sedikit, lalu tumbuh lagi.
5. Di ujung akson yang putus, setelah semua hancur dan dibersihkan makrofag, sel Schwann berproliferasi membentuk batang sel-sel. Bagian proximal akson kemudian tumbuh dan bercabang-cabang mengikuti batang sel-sel Schwann ke bagian distal, sehingga mencapai alat effector (otot, kelenjar).
Jika jarak antara proksimal dengan distal yang putus jauh sekali dan batang sel-sel Schwann tak mencapai ujung bagian proksimal itu, ujung proksimal yang tumbuh tak sampai ke alat effector. Terbentuk gumpalan serabut saraf lepas di bawah kulit bekas luka atau amputasi, yang akan terasa sangat nyeri. Oleh karena itu, kehadiran sel-sel Schwann di bagian effector sangat perlu untuk mengarahkan atau jadi pedoman bagi axon untuk tumbuh.
Jika neuron yang putus jaraknya terlalu dekat dengan bagian perikaryon, tidak aka nada reaksi sel-sel Schwann di bagian effector dan perikaryon lama-kelamaan akan mati.
Neuroglia, termasuk sel Schwann, dapat beregenerasi dengan melakukan mitosis. Celah-celah bekas tempat neuron yang rusak dan hancur di saraf pusat (otak atau sumsum tulang belakang), misalnya karena penyakit atau kerusakan lain, akan diisi lagi oleh neuroglia, bukan oleh neuron baru.
Hati
Daya regenerasi hati cukup tinggi. Pada tikus, 2/3 belahan hati dapat diangkat, dan beberapa hari kemudian akan tumbuh lagi sampai sebesar semula. Jika hati terkontaminasi zat kimia yang sifatnya meracun sel-selnya, seperti hidrokarbon berchlor atau karena saluran empedu tersumbat, sebagian belahan hati dapat rusak. Yang rusak ini dapat diperbaiki lagi. Sel-sel epitel pelapis saluran empedu dalam hati dapat ikut bermitosis untuk menumbuhkan saluran-saluran baru bagi bagian yang sedang beregenerasi. Semakin lanjut umur seseorang, maka daya regenerasi hati akan semakin susut atau berkurang.
Namun demikian, berdasarkan temuan baru, regenerasi memiliki proses yang lebih sederhana daripada yang diperkirakan sebelumnya. Cara hati memperbaiki diri lebih sederhana daripada yang diperkirakan sebelumnya oleh para ahli. Sebuah studi baru yang ditampilkan di the Journal of Biological Chemistry edisi April 2007 memberikan informasi baru mengenai kerja sel-sel yang meregenerasi hati. Sehingga dapat berefek nyata bagi para dokter dalam upaya membuat hati tumbuh kembali pada pasien-pasien dengan penyakit hati seperti sirosis, hepatitis dan kanker hati.
Menurut Seth Karp, asisten professor bagian bedah di Harvard Medical School, Boston dan penulis utama pada studi tersebut, hati manusia adalah salah satu organ diantara beberapa organ yang dapat beregenerasi kira-kira 25 % dari jaringannya. Tidak diketahui bagaimana hati melakukannya, tapi hasil penemuan kami memberikan beberapa detail apa yang membuat hati menjadi begitu unik.
Walaupun regenerasi organ telah diteliti pada banyak hewan, detil bagaimana terjadinya pada tingkat seluler tidak begitu dipahami secara menyeluruh. Sampai saat ini, para ahli telah berhasil menunjukkan sel-sel yang berpartisipasi dalam regenarasi jaringan hanya berperan jika mereka merupakan bagian dari organ yang tumbuh dalam embrio. Dengan kata lain, sel-sel bertindak pada saat hati sedang bertumbuh, seperti organ lain saat embrio berkembang.
Telah banyak protein yang menginduksi regenerasi organ diidentifikasi. Para ahli berusaha membuat organ-organ tumbuh kembali dengan menstimulasi protein-protein tersebut. Menumbuhkan kembali hati dengan cara tadi sangat berguna, khususnya pasien-pasien dengan kerusakan yang parah pada hatinya sehingga sebagian besar harus dihilangkan, misalnya karena tumor. Biasanya mereka tidak dapat bertahan hidup, kecuali pasien-pasien tersebut menerima cangkok hati dari donor organ yang tepat. Menstimulasi pertumbuhan secara cepat bagian hati yang masih ada dapat memeberikan kesempatan bertahan hidup kepada mereka.
Untuk menyelidiki bagaimana hati beregenerasi, Karp dan koleganya menentukan protein mana yang berperan dalam sel-sel regenerasi. Para ahli juga tertarik menguji apakah sel-sel regenerasi berperan menyerupai bentuk embrioniknya, seperti yang biasa diasumsikan pada organ lain. Para ahli berpikir, proses baru dapat menjelaskan mengapa hati begitu unik memiliki kemampuan memperbaharui dan memperbaiki setalah luka.
Team peneliti mengambil dua sampel tikus putih. Yang pertama terdiri dari tikus putih embrio pada berbagai tahap perkembangan, sedangkan yang kedua terdiri dari tikus dewasa yang dua pertiga hatinya sudah dihilangkan. Menggunakan teknik seperti DNA microarray (untuk menetukan gen yang aktif dalam sel) dan perangkat lunak untuk manganalisis informasi yang terkumpul, para ahli menyusun semua protein yang membantu pertumbuhan dan pengembangbiakan pada kedua sampel.
Hasilnya tidak diharapkan. Para peneliti mencatat bahwa hanya sedikit protein yang umum pada kedua proses. Protein yang disebut faktor transkripsi (yang mempengaruhi DNA dalam inti sel) berperan sangat tinggi pada hati embrio yang berkembang tapi tidak pada regenerasi hati dewasa. Namun demikian, protein yang membantu sel-sel memperbanyak diri, aktif pada pengembangan dan regenerasi hati.
Temuan ini menujukkan bahwa hati yang beregenerasi tidak berperilaku seperti embrio yang berkembang. Namun demikian, regenerasi hanya berdasarkan peningkatan sel-sel yang berlipat ganda melalui pembelahan sel, yang disebut proses hiperplasia. Hasil baru ini memiliki dampak medis yang penting. Faktor-faktor transkripsi diketahui lebih sulit dimanipulasi dibandingkan protein lain yang telah diidentifikasi. Karena faktor transkripsi berada dalam hati yang beregenerasi, dapat dengan mudah untuk menstimulasi regenerasi hati dengan hanya mengaktifkan protein lain yang teridentifikasi.
Tahap berikutnya bagi para ahli untuk memahami bagaimana sel-sel beregenerasi adalah stem sel. Studi telah menunjukkan bahwa stem sel dewasa berperan dalam perbaikan banyak organ, tapi dalam kasus hati, sel-sel yang memperbaiki hati melalui regenerasi adalah sel-sel biasa bukan stem sel. Menurut Karp hati bertumbuh kembali melalui proses yang relatif sederhana, yang dapat menjelaskan kemampuannya yang luar biasa untuk memperbaiki diri. (http://www.kalbefarma.com)
Pancreas
Daya regenerasi pancreas sangat rendah. Jika segumpal pancreas rusak dan lepas, regenerasi tidak akan dapat mengembalikan alat tersebut seperti semula, hanya terjadi perbaikan di daerah pinggir yang sangat tipis. Gumpalan yang hilang tadi tidak akan terganti. Tapi jika sebagian kecil saja yang rusak, dapat terjadi regenerasi pada saluran danpulau Langerhans, sedangkan regenerasi pada kelenjar acini sangat rendah dan sedikit.
BAB III KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
3.1 Regenerasi adalah memperbaiki bagian tubuh yang rusak atau lepas kembali seperti semula. suatu organisme khususnya hewan memiliki kemampuan untuk memperbaiki struktur atau jaringan yang mengalami kerusakan akibat kecelakaan yang tidak disengaja karena kondisi natural atau kerusakan yang disengaja oleh manusia untuk keperluan penelitian atau experimen.
3.2 Daya regenerasi tak sama pada berbagai organisme. Hubungan linier antara kedudukan sistematik hewan dengan daya regenerasinya belum terungkap secara jelas.
3.3 Proses regenerasi yang efektif adalah pada masa embrio hingga masa bayi, setelah dewasa kemampuan regenerasi ini terbatas pada sel atau jaringan tertentu saja.
3.4 Studi regenerasi mengungkapkan bahwa sel-sel dewasa dari jaringan tertentu yang telah berdiferensiasi misalnya epidermis, mensintesis dan menghasilkan zat yang secara aktif menghambat mitosis-sel-sel muda dari jaringan yang sama, zat ini disebut kolona.
3.5 Kulit bisa menghambat terjadinya regenerasi, namun saraf dibutuhkan dalam proses regenerasi.
3.6 Pada Mammalia, termasuk manusia, daya regenerasinya sangat rendah, hanya terbatas pada taraf histologist, tidak sampai anatomis. Jaringan yang dapat beregenerasi ialah tulang, tulang rawan, otot, saraf, jaringan ikat dan juga beberapa kelenjar pencernaan seperti hati dan pancreas.
Daftar Pustaka
Balinsky, B. I. 1981. An Introduction to Embriology. W. B. Saunders Company, Philadelpia.
Kalthoff, Klaus. 1996. Analysis of Biological Development. Mc Graw-Hill Mc, New York.
Kimball, John W. 1992. Biology. Addison-Wesley Publishing Company, Inc., New York.
_____________. 1992. Biologi Jilid 2. Erlangga, Jakarta.
Majumdar, N. N. 1985. Text Book of Vertebrae Embriology. Mc Graw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi.
Manylov, O.G.1994. Regeneration in Gastrotricha –I Light Microscopical Observation on The Regeneration in Turbanella sp.St. Petersburg State University. Russia.
Tjitrosoepomo. 1984. Biologi Jilid 2. Erlangga, Jakarta.
Willis, S. 1983. Biology. Holt Rinehart & Winston Inc, USA.
Yatim, W. 1982. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito, Bandung.
________. 1990. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito, Bandung.
http://www.free.vlsm.org
http://www.kalbefarma.com
http://www.id.wikipedia.org
http://www.syl4r.blogspot.com
hembusan angin terasa semakin lembut... membawaku berkelana dalam kidung senja-NYA, tercipta berjuta makna, yang hanya aku dan DIA...yang tahu..
semburat jingga
Sabtu, 29 Mei 2010
Jumat, 28 Mei 2010
Evaluasi dan Organisasi Kurikulum
oleh:
Diana Eka Siskarini (080210193001)
Rachmita Rafikasari (080210193005)
Kedawung Senja (080210193047)
BAB I PENDAHULUAN
Memasuki tahun 2004 ini, sejak Indonesia merdeka, kita telah mengenal berbagai kurikulum, ada kurikulum 1947, kurikulum tahun 1950-an, kurikulum tahun 1964, kurikulum tahun 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, dan kurikulum 1994. Mengapa kurikulum yang satu diganti dengan kurikulum yang lainnya. Sampai dengan kurikulum 1984, perubahan kurikulum banyak yang dipengaruhi oleh perubahan politik. Kurikulum 1964 disusun untuk meniadakan MANIPOL-USDEK, kurikulum 1975 digunakan untuk memasukkan Pendidikan Moral Pancasila, dan kurikulum 1984 digunakan untuk memasukkan mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Kurikulum 1994, disamping meniadakan mata pelajaran PSPB juga diperkenalkannya system kurikulum SMU yang dimaksudkan untuk menjadikan pendidikan umum benarbenar sebagai pendidikan persiapan ke perguruan tinggi.
Dari serangkaian perubahan kurikulum, yang didasarkan atas hasil penilaian nasional pendidikan (national assessment) hanyalah kurikulum 1975 dan kurikulum PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (1974–1981). Selebihnya merupakan perubahan yang didasarkan atas asumsi teoretik, bukan atas dasar temuan-temuan hasil evaluasi yang dilakukan secara sistematik. Karena itu kita sukar untuk menjawab pertanyaan “Seberapa jauh kurikulum 1975, 1984, 1994 telah, belum atau tidak berhasil mempengaruhi peningkatan mutu pendidikan?” Sesungguhnya pada tahun 1981 Balitbang Depdikbud telah selesai (dimulai tahun 1978) melakukan studi evaluasi kurikulum secara nasional yang komprehensif dengan datanya terkumpul dalam 6 (enam) disket komputer. Tetapi penggantian kurikulum 1975 menjadi kurikulum 1984 sama sekali tidak didasarkan atas hasil evaluasi tersebut.
Bahkan data yang terkumpul dari hasil penelitian evaluatif yang berlangsung dari tahun 1978 sampai tahun 1980-pun tidak sempat diolah lebih lanjut. Memang tradisi penelitian dan pengembangan yang dirintis oleh almarhum Menteri Mashuri dan diperkuat oleh Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro nampaknya berhenti sejak Menteri Nugroho Notosusanto.
Organisasi kurikulum penting sekali karena kaitan-kaitan antara kegiatan-kegiatan belajar dan materi pelajaran satu sama lain akan menimbulkan dampak yang berbeda, baik tentang apa yang dipelajari maupun tentang cara bagaimana bahan, konten atau materi yang tertentu dipelajari. Organisasi kurikulum pasti juga akan berdampak lain dalam mengajarkan sesuatu konten atau materi tertentu kalau dilengkapi dengan kegiatan tambahan seperti latihan, prakek lapangan, atau penguatan tentang konsep atau keterampilan tertentu. (Mc Neil, 1977:155).
Selama ini model kurikulum yang berlaku adalah model kurikulum yang bersifat akademik. Kurikulum yang demikian cenderung terlalu berorientasi pada isi atau bahan pelajaran. Berdasarkan hasil beberapa penelitian ternyata model kurikulum yang demikian kurang mampu meningkatkan kemampuan anak didik secara optimal. Hal ini terbukti dari rendahnya kualitas pendidikan kita dibandingkan dengan negara lain. Sebagai contoh bahwa di beberapa negara Asean menunjukkan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada tingkat terendah, untuk mata pelajaran matematika berada pada urutan ke 32 pada tingkat SLTP. Bukti ini hanya sebagian kecil saja dari keterpurukan output pembelajaran yang selama ini dikembangkan berdasarkan kurikulum akademik yang berlaku.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Organisasi Kurikulum
Organisasi kurikulum mencakup urutan, aturan dan integrasi kegiatan-kegiatan belajar sedemikian rupa guna pencapaian tujuan-tujuan.
Beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya terdapat enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
1. Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama
2. Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
3. Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
4. Program yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
5. Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
6. Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
Berkenaan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih cenderung menggunakan pengorganisasian yang bersifat eklektik, yang terbagi ke dalam lima kelompok mata pelajaran, yaitu : kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; kelompok mata pelajaran estetika; dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Kelompok-kelompok mata pelajaran tersebut selanjutnya dijabarkan lagi ke dalam sejumlah mata pelajaran tertentu, yang disesuaikan dengan jenjang dan jenis sekolah. Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan lokal disediakan mata pelajaran muatan lokal serta untuk kepentingan penyaluran bakat dan minat peserta didik disediakan kegiatan pengembangan diri.
a. Ruang lingkup Organisasi Kurikulum
Oleh karena begitu banyaknya informasi dan pengetahuan yang muncul tiap saat, terutama pada abad teknologi maju zaman sekarang ini, dirasa tidak mungkin mengajarjan semuanya pada anak-anak dalam waktu yang terbatas. Jeas tidak cukup waktu untuk dapat memberikan atau menyajikan berapa banyak pengetahuan yang harus diberikan kurikulum sekolah, maah juga tidak mungkin untuk memberikan sampel untuk setiap bidang studi, juga untuk setiap konsep atau topic. Sehubungan dengan itu, Schubert (1986:234) mengajukan 5 macam konsep ruang lingkup: mata pelajaran, bidang besar (broad field), projek, kurikulum inti dan integrasi.
1. Mata pelajaran
Ruang lingkup berdasarkan mata pelajaran yang terpisah-pisah (separate subject matters) sudah amat lumrah didapat pada setiap kurikulum sekolah dimana-mana. Berapa mata pelajaran tertentu dipilih berdasarkan anggapan bahwa mata pelajaran tersebut berguna dan relevan untuk dipelajari pelajar atau anak-anak. Sedangkan mata pelajaran lainnya yang dianggap tidak perlu dikesampingkan. Misalnya, hampir semua kurikulum mencantumkan bahasa, sains dan matematika.
Penyokong mata pelajaran tertentu yang dipilih untuk dimasukkan dalam kurikulum berdasarkan asumsi bahwa disiplin ilmu merupakan satu pengetahuan yang terpisah-pisah, yang harus dipelajari secara terpisah pula, dan beberapa disiplin ilmu atau bidang studi tertentu lebih penting dari disiplin ilmu atau bidang studi lainnya. Penantang masalah ini mengemukakan bahwa masalah-masalah hidup tidak berada pada paket-paket disiplin ilmu. Menurut mereka, adalah suatu kekeliruan jika menganggap bahwa disiplin ilmu tertentu, seperti sains, atau matematika, lebih penting atau lebih berguna bagi anak didik daripada yang lain seperti seni, music dan lain-lain.
2. Bidang besar (broad field)
Karena kritik terhadap mata pelajaran terpisah-pisah, maka beberapa ahli kurikulum menyatukan beberapa mata pelajaran atau disiplin ilmu menjadi satu bidang studi yang lebih besar, seperti menyatukan matematika dan sains menjadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau ilmu pengetahua social (IPS) sebagai gabungan beberapa mata pelajaran social.
Penyokong penggabungan ini mengemukakan bahwa kita harus mengajarkan kepada anak-anak saling kaitan antara bidang-bidang ilmu yang berdekatan.
3. Projek
Meode proyek yang dikembangkan Kilpatrick melibatkan para siswa untuk melakukan suatu proyek yang penyelesaiannya memerlukan pengetahuan dan mencakup banyak bidang studi atau disiplin ilmu. Menurut konsep ini, proyek ini ditentukan oleh para siswa, walau pada prakteknya seringkali proyek yang akan dilakukan para siswa ini ditentukan oleh guru.
Kesan yang ingin dimiliki siswa dalam melakukan proyek adalah bahwa untuk memahami suatu masalah dengan jelas di masyarakat diperlukan perspektif yang lebih luas dengan mengambil pengetahuan dari disiplin imu yang berbeda-beda dan terkait. Dengan perkataan lain, metode ini menanamkan pengertian kepada para anak didik, bahwa diperlukan perspektif ilmu yang berbagai macam untuk dapat memahami suatu faset atau masalah yang terdapat dalam kultur masyarakat, kehidupan pribadi, atau masalah intelektual. Orang yang tidak setuju dengan metode ini mengajukan keberatan dengan mengemukakan bahwa proyek direncanakan tanpa mempertimbangkan keinginan atau kebutuhan para siswa. Oleh karena itu, proyek seringkali artificial tidak berdasarkan minat siswa yang sesungguhnya diinginkan mereka.
4. Kurikulum inti
Kurikulum inti yang diajukan Aberty, Faunce dan Bassing menyatakan beberapa disiplin ilmu bersama-sama dalam satu pusat kesatuannya yang biasanya mengenai masalah social. Misalnya, masalah seperti perang dan damai, penghancuran ekologi, kelaparan, peledakan penduduk, kemiskinan atau kecemburuan social, dapat dipeljarai dengan membimbing para para pelajar melakukan riset sehingga mereka memperoleh pengertian yang cukup dalam dari berbagai disiplin ilmu atau dari pengalaman praktis mereka di masyarkat.
Penyokong kurikulum ini mengatakan bahwa siswa memahami ilmu pengetahuan bahwa ilmu pengetahuan dapat diaplikasikan sambil mempelajarinya. Kegiatan belajar melalui kurikulum inti ini dapat mendorong siswa untuk mmpelajrai masalah-masalahbesar dan yang menarik untuk dikaji bersama, sehingga dapat pula melihat saling kaitan yang lebih dalam mengenai masalah itu daripada hanya mempelajarinya dari satu segi saja. Kurikulum inti biasa ditawarkan pada siswa sekolah menengah, baik tingkat pertama maupun atas sedangkan proyek biasa ditawarkan di sekolah dasar.
Kritik terhadap kurikulum inti, dan mungkin juga terhadap kurikulum proyek, adalah bahwa masalah social sangat abstrak bagi sebagian besar siswa, dan mereka belum dapat menghayatinya sendiri. Mata pelajaran tidak diajarkan secara sistematik karena siswa cenderung mempelajari hanya apa yang diharuskan untuk dipelajari dan malahan banyak yang berada dalam setiap disiplin ilmu tidak dapat dipeljari dengan baik. Selain itu, kurikulum inti ini saat ini sudah berubah artinya menjadi seperangkat mata pelajaran tertentu yang haris diambil semua anak sebelum ia dibolehkan mengambil mata pelajaran pilihan.
5. integrasi.
Seorang atau sekelompok siswa merupakan suatu pusat yang menetapkan ruang lingkup studinya. Secara bersama-sama atau secara individual, mereka mengeksplorasi arah studi mereka dalam suatu proses yang dituntun oleh suatu pertumbuhan personal dan social mereka.
Penyokong kurikulum integrasi menyatakan bahwa integrasi memungkinkan anak didik menyadari kemampuan mereka mengendalikan hidup mereka sendiri dan memiliki pengalaman untuk bertanggung jawab bagi pendidikan mereka sendiri.
Kritik terhadap konsep integrasi menyatakan bahwa anak-anak belum matang untuk memikul tanggung jawab itu. Mereka belum memiliki latar belakang bagi kurikulum berimbang untuk mereka sendiri dan sekolah tidak dapat menjamin apa yang mereka pelajari pada semua tingkat sekolah, sedangkan keseimbangan kurikulum amat penting jika masalah ruang lingkup harus diselesaikan.
b. Urutan
Urutan adaah rangkaian materi, konten atau kegiatan belajar yang dipresentasikan kepada para anak didik. Sebenarnya urutan dan ruang lingkup saling berkaitan. Schubert memaparkan kriteria penentuan urutan, yaitu presentasi menurut buku teks, preferensi guru, struktur disiplin ilmu, minat anak didik, hirarkhi belajar dan perkembangan.
1. Buku teks
Urutan yang amat umrah dari konten diskolah-sekolah saat ini adalah urutan presentasi menurut yang tertera pada buku teks. Guru hanya mengikuti saja organisasi dan urutan materi dan konten kurikulum seperti yang tertera pada buku teks, paket belajar atau unit-unit pelajaran yang telah disiapkan terlebih dahulu. Dalam hal ini seringkali guru merasa kurang aman kalau mereka tidak mengikuti dan tidak meliput bahan dan konten yang tersedia. Yang lbih lagi adalah ketakutan guru mempertanyakan bahan atau materi yang terdapat dalam buku teks atau paket belajar.
Penyokong urutan konten atau materi menurut yang terdapat dalam buku teks, paket belajar dan lain-lain adalah bahwa urutan tersebut sudah sangat baik karena buku paket belajar, atau ateri instruksional lainnya disusun para ahli disiplin ilmu atau bidang studi masing-masing.
Orang yang tidak setuju dengan ide ini mengemukakan bahwa bahan atau materi tersebut tidak disusun menurut bakat, minat atau tingkat kematangan pelajar: itu hanya disusun berdasarkan urutan logika mata pelajaran atau disiplin itu. Apalagi penyusun materi lebih berperan sebagai ilmuwan daripada pengembang atau ahli kurikulum. Dengan perkataan lain, materi mata pelajaran atau konten kurikulum tersusun dalam buku teks secara struktur logika (logical structure), belum tentu tersusun meurut tingkat kemampuan anak didik atau urutan psikologis (psychological structure).
2. Preferensi guru
Para guru menentukan sendiri suunan dan urutan materi atau konten yang diajarkannya sesuai dengan pertimbangan logika, psikologis atau professional masing-masing guru. Penelitian Hunter memperkuat dugaan ini yaitu guru bukanlah orang yang mengimplementasikan kurikulum secara pasif. Mereka adalah pengmbil keputusan kurikulum yang aktif. Maksudnya, mereka ternyata seringkali menentukan urutan konten atau materi sendiri menyimpang dari urutan yang telah ditetapkan. Hal ini memungkinkan para guru menyajikan organisasi kurikulum dan konten pelajaran sesuai dengan hasi pengamatannya tentang anak didik atau siswa yang diajarnya.
Penyokong urutan guru tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa guru adalah seorang yang profesiona, yaitu seorang yang mampu memahami tingkat kemampuan siswa mereka untuk mempelajari materi yang disajikan. Oleh karena itu mereka dapat menerima, menolak, mengadaptasi, atau memberikan tambahan yang diperlukan karena merekalah orang yang paling tahu dan memahami anak didik mereka secara mendalam sebab mereka berhadapan dengan anak didik mereka itu setiap saat.
Walaupun begitu, para kritisi urutan prefensi guru ini menyangsikan kemampuan guru untuk secara professional menentukan organisasi dan urutan konten atau materi kurikulum.
3. Struktur disiplin ilmu
Disiplin ilmu diasumsikan memiliki struktur yang melekat. Dalam struktur ini termasuk urutan konten kurikulum. Oleh karena itu, para penyusun kurikulum harus percaya pada susunan yang telah dibuat para ahli disiplin ilmu yang teah diorganisir dan diurut menurut struktur logika bidang studi masing-masing.
Orang yang tidak setuju dengan pendapat ini menyatakan bahwa sebagian besar bidang studi tidak memiliki struktur yang melekat terutama kalau kita berbicara tentang bidang studi atau pengetahuan di luar matematika dan ilmu pengetahuan alam seperti fisika dan kimia. Bahkan pada ilmu pengetahuan alam, para ahli mengakui bahwa strukturnya bertukar dengan cepat setelah temuan-temuan baru diperoleh. Hal ini akan ternyata benar apabila kita mengingat bahwa factor-faktor lain seperti pengetahuan awal, keinginan pelajar, relevansi, persepsi pelajar dan lain-lain memegang peranan penting bagi keberhasilan belajar siswa. Hasil riset psikologi kognitif menyatakan bahwa sanagt banyak variable yang harus diperhitungkan waktu memutuskan urutan (sequence), bukan hanya berdasarkan struktur logika dari disiplin ilmu itu saja.
4. Perhatian pelajar atau minat anak didik
Jika para pelajar tertarik dan ingin mempelajari lebih mendalam tentang suatu masalah, mereka cenderung berusaha keras mempelajarinya. Usaha yang memberikan hasil untuk menemukan sesuatu membuka pintu bagi masalah-masalah baru.
Urutan konten atau materi harus berdasarkan pada pngertian bahwa suatu pengetahuan akan sangat relevan kalau pengetahuan itu diminati dan dipelajari sendiri oleh peserta didik sesuai denan minat dan keinginannya. Jika sesuati diminati dan diinginkan pelajar untuk dipelajarinya, mendalaminya lebih mudah daripada sesuatu yang ditentukan orang lain urutannya.
Orang yang menolak pendapat tersebut menyatakan bahwa perhatian pelajar tidak dapat dipakai sebagi dasar pertimbangan bagi struktur dan urutan kurikulum. Anak didik masih memerlukan bimbingan orang dewasa waktu belajar. Pendidik yang professional dapat secara teliti mempelajari siswa sebagai dasar untuk menetapkan urutan atau susunan kurikulum berdasarkan kebutuhan dan tingkat perkembangan mereka, bukan hanya perhatian mereka saja.
5. Hirarkhi belajar
Belajar harus berangkat dari hahal sederhana menuju hal-hal yang lebih kompleks. Oleh karena itu, urutan harus sesuai dengan apa yang diketahui dari teori-teori belajar. Secara berangsur-angsur dimulai dengan mempelajari konstruk (construct) dan prinsip-prinsip berdasarkan data dan konsep. Pengertian secara keseluruhandari suatu konstruk itu akan muncul kalau itu dipresentasikan secara sistematik dan analitis. Akan lebih baik kalau urutan kurikulum didasarkan pada hasil-hasil kajian empiris yang memberikan pengertian tentang kondisi apa yang dapat menumbuhkan belajar.
Kritik terhadap urutan berdasarkan hirarkhi belajar juga banyak. Tidak ada teori belajar atau riset yang mengatakan bahwa urutan mode hirarkhi ini efektif. Beberapa peneliti menganjurkan agar kita berangkat dari yang khusus menuju yang lebih umum, sedangkan yang lain menganjurkan yang sebaiknya. Argumentasi yang sama juga diberikan terhadap tepat mulai antara urutan konten yang abstrak dan yang konkrit. Ada yang menyatkan bahwa pelajaran harus dimulai dari konten atau materi yang dekat dengan kehidupan anak (keluarga, tetangga, dan lain-lain) menuju ke yang agak jauh seperti kabupaten, propinsi, negara dan dunia. Tetapi yang lain menganjurkan sebaliknya karena anak suka berfantasi, kemudian menuju kehidupan yang riil. Semua itu memang ada benarnya. Mungkin saja urutan yang satu sesuai dengan anak-anak tertentu atau konten tertentu, tetapi yang lain mungkin efektif bagi anak-anak atau materi yang lain.
6. Perkembangan
Konten atau kegiatan belajar yang diberikan kepada anak-anak atau pelajar harus sesuai dengan tingkat kematangan mereka, baik pada aspek kognitif maupun moral.
Teori perkembangan Piaget (Good and Braphy, 1977:272-274) mengemukakan bahwa tingkat perkembangan kognitif anak bergerak dari tingkat motorik sensori (18 bulan-7 tahun), ke operasi konkrit (8-12 tahun), ke tingkat operasi normal (12 tahun). Sementara Kohlberg telah mendapatkan 6 tingkat perkembangan moral: patuh pada hukuman, pembalasan (reciprocity), konformitas, hukum dan ketertiban, kontrak social atau orientasi konstitusional dan prinsip. Implikasi kurikuum berdasarkan teori-teori perkembangan ini ialah urutan kurikulum dan pengajaran harus menyesuaikan konten dengan tingkat perkembangan anak.
Orang yang tidak setuju dengan konsep ini menyatakan bahwa belum jelas bagaimana menjabarkan tingkat-tingkat perkembangan anak menurut teori Piaget atau Kohlberg ke dalam organisasi kurikulum. Sehingga yang paling baik dapat dilakukan menurut Schubert adalah mengikuti pandangan positif John Dewey terhadap anak dengan mendorong guru-guru untuk mempertimbangkan sendiri secara professional urutan kurikulum ada situasi tertentu.
c. Elemen Organisasi
Agar konten dan kegiatan belajar dapat saling berkaitan, baik secara vertical maupun secara horizontal, diperlukan suatu elemen pemersatu antara keduanya, agar kaitan atau hubungan keduanya lebih kuat dan terstruktur. Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Mc Neil, elemen pemersatu tersebut adalah sebagai berikut:
1. Konsep; konten atau materi kurikulum dikembangkan sekitar konsep tertentu seperti kebudayaan, pertumbuhan, nomor, ruang, entropy, evaluasi dan lain-lain.
2. Generalisasi; kesimpulan yang diambi oleh ilmuwan berdasarkan observasi yang mendalam.
3. Keterampilan; biasanya merupakan suatu keahlian atau kemampuan yang direncanakan untuk dimiliki anak didik menurut kurikulum bagi kelangsungan proses belajarnya. Misalnya, anak-anak SD menyusun pengalaman belajarnya sekitar pengenalan atau kemampuan untuk memahami, keterampilan dasar matematika yang fundamental. Serta keterampilan menafsirkan data.
4. Nilai, nilai filsafat di masyarakat agar dapat hidup dengan baik dan diterima oleh masyarakat seperti menghargai hakikat kemanusiaan setiap orang melihat suku, ras, bangsa, agama, pangkat, penghasilan serta harga diri. Jika kurikulum disusun sekitar nilai-nilai, maka sebagian besar kegiatan dan pengalaman belajar diatur sedemikian rupa agar nilai-nilai itu dihayati dan dimiliki anak didik. Tentu saja elemen organisasi itu dipilih dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan-tujuan yang ditetapkan kurikulum. Misalnya jika tujuan kurikulum berkaitan dengan teknik dan vokasional, elemen yang sesuai dengan itu barangkali keterampilan yang dibutuhkan dalam bidang teknik. Tetapi kalau yang ingin dicapai adalah moral dan etika, maka nilai barang merupakan elemen organisasi kurikulum yang cocok.
Tyer dan Zais berbicara tentang susunan atau organisasi kurikulum atau kegiatan belajar yang horizontal dan yang vertical. Susunan horizontal adalah kaitan atau hubungan konten dan kegiatan dan kegiatan beajar yang dilaksanakan pada suatu tingkat kurikulum teretentu, atau pada suatu kelas-kelas yang bersamaan pada mata pelajaran tertentu, baik sama-sama dilakukan dalam sekolah maupun luar sekolah.
Umpama kegiatan yang menyangkut kajian tentang persepsi masyarakat mengenai pemakaian alat kontrasepsi dapat dilakukan dengan menulis artikel, artikel, karangan mengenai hal yang sama pada kelas-kelas bahasa Indonesia atau Inggris. Alas an bagi penetapan organisasi kurikulum dan kegiatan-kegiatan belajar yang disusun bersamaan ini pada beberapa mata pelajaran yang berbeda dapat dikaitkan dengan peningkatan ranah afektif siswa terhadap masalah sosial yang cukup hangat saat ini dan pengaruhnya terhadap masyarakat.
Susunan vertical mengacu pada urutan konten materi atau kegiatan belajar dari suatu saat ke saat berikutnya menurut kurikulum. Umpama penelitian lapangan yang dibidang yang dibimbing guru diberikan sebelum siswa melaksanakan penelitian mandiri dilapangan
Kedua organisasi vertical dan horizontal diharapkan akan menimbulkan hasil kumulatif sebab kedua organisasi kurikulum ini dapat saling isi mengisi dan saling memperkuat untuk mencapai pengertian yang lebih dalam dan lebih luas dari konten kurikulum. (Muhammad Ansyar, 1989:122-130)
2.2 Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum. Hasil-hasil evaluasi dapat digunakan oleh pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan. Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah, dan para pelaksana pendidikan lainnya, dalam memahami dan membantu perkembangan siswa, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian, serta fasilitas pendidikan lainnya.
Evaluasi kurikulum sukar dirumuskan secata tegas, hal itu disebabkan beberapa faktor:
• Evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah
• Objek evaluais kurikulum adalah sesuatu yang berubah-rybah sesuai dengan konsep kurikulum yang digunakan
• Evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia yang sifatnya juga berubah.
Evaluasi kurikulum merupakan dua disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Ada pihak yang berpendapat antara keduanya tidak ada hubungan, tetapi ada pihak lain yang manyatakan keduanya memiliki hubungan sangat erat. Pihak yang memandang ada hibingan, hubungan tersebut merupakan pengaruh sebab akibat. Perubahan dalam kurikulum berpengaruh pada evaluasi kurikulum bersifat organis, dan prosesnya berlangsungf secara evolusioner. Pandangan –pandangan lama yang tidak sesuao lagi dengan tuntutan zaman, secara berangsur-angsur diganti denngan pandangan lain yang lebih sesuai.
R.A Becher, seorang ahli pendidikan dari Universitas Sussex Inggris menyatakan bahwa: tiap program pengembangan kurikulum mempunyai style dan karateristik yang sama pula. Seorang evaluator akan menyusun program evaluasi kurikulum sesuai dengan style dan karateristik kurikulum yang dikembangkannya. Ajauga terjadi sebaliknya, hasil program evalusi kurikulum akan mempengaruhui pelaksaan praktik kurikulum.
Konsep R.A. Becher tentang perkembangan kurikulum dan evaluasi kurikulum, pada mulanya bersifat dekskriptif yaitu menekankan pada what it is? Tetapi kemudian berkembang kepada sifat yang menekankan what ought tu be. KOnsep evaluais kurikulum yang bersifat perskriptif yaitu mempunyai tempat konsep kurikulum yang bersifat demikian pula. Sebagai contoh, teori Ralph Tylor dan Benyamin Bloom, berisikan pedoman praktis bagi perkembangan kurikulum, demikian juga dengan teori kurikulum lainnya.
Evaluasi merupakan kegiatan yang luas, kompleks dan terus menerus untuk mengetahui proses dan hasil pelaksanaan sistem pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi juga meliputi rentangan yang cukup luas, mualia dari yang bersifat sangat informal dampai dengan yang sangat formal. Pada tingkat yang lebih formal, evalusi kurikulum meliputi pengumpulan dan pencatatan data, sedangkan pada tingkat yang sangat formal berbentuk pengukuran berbagai bentuk kemajuan kea rah tujuan yang telah ditentukan.
Komponen kurikulum yang dievalusai juga sangat luas. Program evaluasi kurikulum bukan hanya mengevaluasi hasil belajar siswa dan proses pembelajarannya, tetapi juga desain implementasi kurikulum, kemampuan untuk kinerja guru, kemampuan dan kemajuan siswa, sarana, fasilitas dan sumber belajar, dan lain-lain.
Konsep kurikulum sangat luas mencakup segala komponen dan kegiatan pensisikan. Evaluasi kurikulum sering juga dibatasi secara sempit, yaitu hanya ditekankan pada hasil yang dicapai oleh murid. Luas atau sempitnya suatu program evaluasi sebenarnya ditentukan oleh tujuannya. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk menilai keseluruhan sistem kurikulum atau hanya komponen tertentu dalam sistem kurikulum tersebut. Apakah mengevaluasi keseluruhan sistem atau komponen tertentu saja, diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu, agar hasil evaluasi tersebut tetap bermakna. Doll (1976), mengemukakan syarat-syarat suatu program evaluasi kurikulum, yaitu acknowledge presence of values and valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostic worth and validity and integration. Suatu evaluasi kurikulum harus memiliki nilai dan penilaian, penya tujuan atau sasaran yang jelas, bersifat menyeluruh dan terus menerus , berfungsi diagnostic dan terintegrasi.
Evaluasi kurikulum juga dapat bervariasi tergantung dari dimensi-dimensi yang menjadi focus evaluasi. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif berbeda dengan instrument untuk mengevaluasi aspek-aspek perkembangan dan prestasi yang dicapai anak. Dimensi yang bersifat kuantitatif dapat diukur dengan menggunakan berbagai bentuk alat ukur atau tes standar. Tes tersebut ada yang diperuntukkan mengukur kemampuan yang bersifat potensial (kecerdasan, bakat) dan ada pula yang mengukur kemampuan yang diperuntukkan nyata atau archievement. Tes standar yang mengukur kecerdasan dan bakat umpamanya: intelilligence test, scholastic aptitude test, special aptitude test, prognostic aptitude test, dan lain-lain dan tes standart yang mengukur archievement seperti subject areas test, survey test, diagnostic test, dan lain-lain. Instrumen yang sering digunakan untuk mengevaluasi dimensi kualitatif umpamanya: questionnaire, interest inventories, temperament and adjustment inventories, nominating techniques, interviews, and anecdotal record (Writht, 1966: 306)
a. Konsep Kurikulum
Kurikulum merupakan daerah studi intelek yang cukup luas. Banyak teori tentang kurikulum. Beberapa teori menekankan pada rencana, yang lain pada inovasi, pada dasar-dasar filosofis, dan pada konsep-konsep yang diambil dari perilaku manusia. Ini menunjukkan betapa luasnya teori-teori tentang kurikulum. Secara sederhana teori kurikulum dapat diklasifikasikan atas teori-teori yang lebih menekankan pada isi kurikulum, pada situasi pendidikan serta pada organisasi kurikulum. ‘
Penekanan kepada isis kurikulum. Strategi pengembangan yang menekankan isi, merupakan yang paling lama dan banyak dipakai, tetapi juga menfapat penyempurnaan atau pembaharuan. Sebab-sebab yang mendorong pembaharuan tersebut bermacam-macam. Pertama,karena didorong oleh tuntutan untukmrnguatkan kembali nilai-nilai moral dan budaya masyarakat. Kedua, karena adnay perubahan dasar filosofis tentang struktur pengetahuan. Ketiga, karena adanya tuntutan bahwa kurikulum harus lebih berorientasi pada pekerjaan.
Faktor-faktor tersebut tidak timbul dari atau tidak ada hubungannya dengan sistem institusi persekolahan, tetapi sangat mempengaruhi perkembangan kurikulum. Pengaruhnya terhadap perkembangan kurikulum umpamanya, penguatan kembali nilai-nilai morak budaya akan meminta perhatian yang lebih besar pada kumpulan ilmu pengethuan masa lalu, orientasi kepada pekerjaan akan lebih banyak melihat kemasa depan, sedangkan titik tolak pada pendangan filosofis akan lebih menekankan pada disiplin keilmuan.
Apabila titik tolaknya penekanan pada isi kurikulum akan membawa beberapa akibat. Pengetahuan sebagia isi kurikulum mempunyai nilai instristik, sesuatu yang akan diwariskan, sesuatu yang beru atau diperbarui. Perkembangan kurikulum yang menekankan isi bersifat material centered. Kurikulum ini memandang bahwa murid adalah penerima resep yang pasif. Secra teoretis kurikulum yang menekankan isi dapat diukur, mempunyai tujuan yang apabila ditransfer pada anak dapt dikuasai oleh anak. Ini berbedaya. Bersama dengan teman-temannya yang lain dicetak melalui blue print masyarakat. Slah satu atribut organisasi kurikulum yang didasarkan pada pengetahuan (knowledge based curriculum), memungkinkan pengembangan dalam jumlah besar. Melalui proses diseminasi mereka dapat menggunakan teknik produksi massa untuk mendapatkan pendidikan massal.
Penekana pada situasi pendidikan. TIpe kurikulum ini lebih menekankan [pada maslah dimana (where), nersifat khusus, sangat memperhatikan dan berdasarkan situasi lingkungannya. TIpe ini menghasilkan kurikulum berdasarkan situasi lingkungan, seperti kurikulum pedesaan, kurikulum kelompok masyarakat nelayan, kurikulum daerah pesisir, pegunungan dan sebaginya. Tujuannya adalah menghasilkan kurikulum yang benar-benar merefleksikan dunia kehidupan dari lingkungan anak. Kurikulum yang menekankan situasi pendidikan akan sangat beraneka dibandingkan dengan kurikulum yang menekankan isi. Kurikulum ini bertujuan mencari kesesuaikan antara kurikulum dengan situasi dimana pendidikan berlangsung.
Sifat lain tipe ini adalah kurang atau tidak menakankan pada spesifikasi isi dan organisasi, lebih menunjukkan fleksibilitas dalam interpretasi dan pelaksanaannya. Pengetahuan dianggap bersifat relative terhadap situasi-situasi yang khusus sesuai dengan kondisi setempat . Kurikulum ini ruang lingkupnya sempit , masa pengembangannya justru relative lebih singkat daripada desiminasinya. Kalau kurikulum yang menekankan pada isi merupakan engineering approach maka kurikulum disusun sesuai dengan keadaan tanah, alam setempat, perhatian dangat ditumpahkan pada mempersiapka kebun atau sawah
Secara teoritis , mengevakuasi kurikulum menekankan pada situasi sangat sulit. Perencanaan dan pelaksanaan pengajaran sangat beraneka, peranan guru dalam mengembangkan dan menerapkan kreasinya sangat besar, sehingga cukup sulit merancang alat penilaian yang mencakup skala yang agak luas. Kesulitan lain adalah juga dalam menentukan standar criteria.
Penekanan pada organisasi. Tipe kurikulum ini sangat menekankan pada proses-belajar mengajar. Meskipun dengan berbagai perbedaan dan disana sini ada pertentangan, umpamanya antara konsep dengan pengajaran (perkembangan) dari Bruner dan Jean Piaget, keduanya dan keduanya sangat mempengaruhi perkembangan kurikulum tipe ini.
Perbedaan yang sangat jelas antara kurikullum yang menekankan organisasi dengan menekankan isi dan situasi, adalah memberikan perhatian yang sangat besar kepada pelajar atau siswa. Dalam pembelajaran model sistem instruksional aktivitas murid dangat ditekankan, tetapi aktivitas ini merupakan yang sudah dirancang secara ketat. Siswa mempunyai kesempatan, dan didorong untuk berinovasi, menyatakan kreativitasnya . Dalam belajar aktif tersebut penguasaan bahasa serta proses mental dari si pelajar sangat memegang peranan utama. Anak menurut Bruner merupakan hasil yang sangat kompleks dari sejarah, biologi dan sosial, harus berpartisipasi secar aktif dalam lingkungan belajar, menguasai bahasa dan menguasai kemampuan-kemampuan kognitif.
Apabila dalam bentuk sistem instruksional ataupun dalam sistem pengajaran (perkembangan) dari Bruner, kurikulumyang menekankan pada organisasi, memusatkan perhatiannya oada sekuens-sekuens belajar serta organisasi bahan pelajaran yang disususn melalui elaborasi isi dan prosedur pengukuran. Tipe kurikulum ini secara relative bersifat lepas darisituasi lingkungan atau situation free, berbeda dengan yang menekankan situasi. Akaurikulum yang menekankan masalah belajar-mengajar menekankan organisasi sebenarnya lebih dekat dengan pendekata kurikulum yang bersifat umum (generalized curriculum), berlaku dalam lingkungan yang cukup luas. Isi kurikulum bukan terletak pada bahan-bahan yang dipelajari anak tetapi pada techer’s guide.
Kurikulum yang menekankan pada organisasi menolak pendapat bahwa penguasaan pengetahuan merupakan alat untuk mencapai tujuan. Kurikulum yang menekankan organisasi juga sesungguhnya sukar untuk diukur. Secara teoretis penyusunan tes yang spesifik dapat dibuat, tetapi, seperti yang telah diutarakan sebelumnya, isi kurikulum tidak spesifik, tujuannya dapat dicapai dengan cara yang berbeda-beda, Tes yang disusun akan banyak mengangkut proses belajar yang bersifat umum. Lebih jauh, kalau penyusunan tes hasil belajar didasarkan pada tujuan, maka kurikulum yang menekankan pada organisasi, tesnya akan lebih banyak mengukur tujuan-tujuan tingkat tinggi pada klasifikasi Bloom (analisis, sintesis dan evaluasi).
b. Implementasi dan evaluasi kurikulum
Perbedaan penekanan dalam kurikulum mengakibatkan perbedaan dalam pola rancangan, dalam perkembangan serta desiminasinya.
Konsep kurikulum yang menekankan isi, memberikan perhatian besar pada analisis pengetahuan beru yang ada, konsep situasi menuntut penilaian secara rinci tentang lingkungan belajar, dan konsep organisasi member perhatian besar pada struktur dan sekuens belajar. Perbedaan-perbedaan dalam rancangan tersebut mempengaruhi langkah selanjutnya.
Pengembangan kurikulum yang menekankan isi, membutuhkan waktu mempersiapkan situasi belajar dan menyatukannya dengan menyatukan dengan tujuan pengajaran yang cukup lama. Kurikulum yang menekankan situasi, waktu oengajaran yang cukup lama. Kurikulum yang menekankan situasi, waktu untuk mempersiapkannya lebih pendek, sedangkan kurikulum yang menekankan organisasi persiapannya hamper sama dengan cukup banyak dipusatkan struktur konsep yang tidak tampak (covert) daripada analisis tujuan yang tampak.
Kurikulum yang menekankan isi sangat mengutamakan peranan desiminasi , meskipun umpamanya kurikulum itu kurang baik, mereka dapat memaksanya melalui jalur birokrasi. Tipe kurikulum ini mengikuti model penyebaran (difusi) dari pusat kedaerah. Sebaliknya penyebrab kurikulum yang menekankan situasi dangat mementingkanpenyiapan unsure yang terkait (catalyc ingredient). Pengembangan kurikulum bersifat local, individual dank has. Dengan demikian, penyebaran kurikulum ini memiliki network yang terpisah. Tertapi masing-masing dapat menyesuaikan diri serta mencari keserasian antara arah yang bersifat pusat dengan tuntutan kebutuhan dan sifat-sifat local. Kurikulum menekankan organisasi, strategi pneyebarannya ini lebih menekankan pembaharuan dair dalam dan bukan karena paksaan atau keharusan dari luar.
CARE (Centre forApplied Research in Education) di auaniversitas East Anglia Norwegia, aktif dalam mengadakan pelatihan guru. Salah satu proyeknya yang pertama adalah Nuffied/Schools Coucil Humanities usia anak yang meninggalkan sekolah, disediakan bagi anak yang usia 14 sampai 16 tahun dan kecerdasannya dibawah rata-rata. Banyak kesulitan yang dialami proyek ini , yang paling kritis adalah mengenai komunikasi antara timproyek dengan guru-guru , para administrator, dan para siswa. Proyek ini juga memiliki suatu tim evaluasi Salah satu kesimpulan dari hasil evaluasi mereka adalah jasil yang dicapai oleh gurur-guru yang terlatih (yang mengerti maksud serta latar belakang proyek) tidak dapat dicapai oleh guru yang tidak terlatih. Ini menunjukkan bahwa latihan guru memegang peranan penting dalam penyebaran program.
Model evaluasi kaitannya dengan teori kurikulum. Perbedaan konsep dan strategi pengembangan dan penyebaran kurikulum, juga menimbulkna perbedaan dalam rancangan evaluasi. Model evaluasi yang bersifat komparatif atau menekankan pada objektif sangat sesuai bagi kurikulum yang bersifat rasional dan menekankan isi. Dalam kurikulum yang menekankan situasi sukar disusun evaluasi yang bersifat komparatif., karena konteksnya bukan terhadap guru atau satu tujuan, tetapi terdapat banyak tujuan. Dengan menggunakan konsep Ralph Tylor atau Benyamin Bloom mungkin dapat dibuat suatu modifikasi dengan menyususn tujuan yang bersifat universalyang dapat digunakan pada senmua situasi, tetapi tujuan yang bersifat umum seperti itu akan kabur, dan sukar menyusun alat evaluasinya. Pendekatan yang bersifat goal free (lebih menekankan penguasaan actual dan bukan ideal) lebih memungkinkan, tetapi harus dihindari perjenjangan tujuan sampai pada perumusan tujuna yang sangat khusus, dengan criteria yang khusus pula.
Pada kurikulum yang menekankan organisasi, tugas evaluasi lebih sulit ;agi, karena isi dan hasil kurikulum bukan hal yang utama, yang utamanya adalah aktivitas dan kemampuan siswa. Slah satu pemecahan bagi masalah ini adalah dengan pendekatan yang bersifat eklektik seperti dalam proyek Kurikulum Humaniti dari CARE. Dalam proyek itu dicari perbandingan materi antara proyek yang menggunakan gurur yang terlatih dengan proyek yang tidak terlatih, dalam evaluasinya juga diteliti pengaruh umum dari proyek. Dengan cara mengumpulkan bahab-bahan secara studi kasus dari sekolah-sekolah proyek. Meskipun pendekatan perbandingan banyak memberikan hasil yang berharga, tetapi meminta waktu terlalu banyak dari para evalustor. Dalam perkembangan delanjutnya ternyata, bahan dari hasil studi evaluasi memberikan hasil yang lebih berharga bagi evalusi kurikulum.
Teori kurikulum dan teori evaluasi. Amaodel evaluasi kurikulum berkaitan erat sengan konsep kurikulu, yang digunakan, sperti model pengembangan dan penyebaran dihasilkan oleh kurikulum yang menekankan isi. Evaluasi kurikulum bebas tujuan (goals free evaluation) dalam kebanyakan kurikulum bukan merupakan salah satu alternetif evaluasi tetapi merupakan satu-ssatunya prosedur evaluasi yang peling memungkinkan.
Macam-macam model evaluasi yang digunkan bertumpu pada aspek-aspek tertentu yang diutamakan dalam proses pelaksanaan kurikulum. Model evaluasi yang bersifat komparatif berkaitan dengan tingkah laku individu, evaluasi yang menekankan pada bahan ajaran atau isis kurikulum, model (pendekatan) antropologis dalam evaluasi ditujukan untuk mengevaluasi tingkah laku dalam suatu lembaga sosial. Dengan demikian sesungguhnya terdapat hubungsn yang sangat erat antara evaluasi dengan kurikulum sebab teori kurikulum juga merupakan teori dari evaluasi kurikulum.
c. Peranan evaluasi kurikulum
Evaluasi kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial dan sebagia institusi sosial. Proyek-proyek evaluasi yang dikembangkan di Inggris umpamanya, juga di negara lain merupakan institusu sosial dari gerakan penyempurnaan kurikulum. Evaluasi kurikulum sebagai institusi sosial memiliki usul-usul, sejarah, struktur serta interest sendiri. Beberapa karakteristik dari proyek kurikulum yang telah dikembangkan di Inggris, umpamanya lebih berkenaan dengan inovasi daripada dengan kurikulum yang ada, lebih berskala nasional daripada local, dibiayai oleh grant dari luar yang berjangka pendek daripada anggapan tetap, lebih dipengaruhi oleh kebiasaan penelitian yang bersifat psikometris daripada oleh kebiasaan lama yang berupa penelitian sosial.
Peranan evaluasi kebijaksaan dalam kurikulum khususnya pendidikan umumnya minimal berkenaan dengan tiga hal, yaitu : evaluasi sebagai moral judgement, evaluasi dan penentuan keputusan, evaluasi, dan consensus nilai.
Evaluasi sebagia moral judgement. Konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai. Hasil dari evalusi berisis suatu nilai yang akan digunkana untuk tindakan selanjutnya. Hal ini mengandung dua pengertian, pertama evaluasi berisi suatu skala nilai ,oral, berdasarkan skala tersebut suatu objek evaluasi dapat dinilai. Kedua, evaluasi berisi suatu perangkat criteria praktis berdasarkan criteria-keriteria tersebut suatu hasil dapat dinilai.
Evaluasi bukan merupakan suatu proses tunggal, minimal meliputi dua kegiatan, pertama mengumpulkan informasi dan kedua menentukan suatu keputusan. Kegiatan yang pertama mungkin juga mengandung segi-segi nilai (terutama dalam memilih dumber informasi dan jenis informasi yang akan dikumpulkan), tetapi belum menunjukkan suatu evaluasi. Dalam kegiatan yang kedua, yaiu menentukan keputusan menunjukkan suatu evaluasi, dasar pertimbangan yang digunkakan adlah suatu perangkat nilai-nilai.
Karena masalah-masalah dan konsep-konsep dalam pendidikan selalu mengalami perkembangan, maka pertaliam antara informasi pendidikan yang diperoleh dengan keputusan yang diambil tidak selalu sama, mengalami perkembangan pula. Perkembangan ini terutama berkenaan dengan perkembangan atau perubahan nilai-nilai. Oleh karena itu, salah satu tugas dari para evaluator pendidikan mempelajari kerangka nilai-nilai tersebut. Atas dasar kernagka nilai-nilai tersebut maka keputusan pendidikan diambil.
Dalam evaluasi kurikulum salah satu hal yang sering menjadi inti perdebatan antara para ahli adalah pemisahan abtara pengumpulan dan penyusunan informasi berdasarkan keputusan. Perbedaan pendapat mengenai hal ini akan direfleksikan dalam perbedaan –perbedaan perumusan tentang evaluasi. Daniel Stufflebeam (1971) merumuskan evaluation is the process of delinating, obtaining and providing useful information for delinating, obtaining and providing useful information for judging decision alternative. Stake (1976), dari universitas Illinois merumuskan evaluation is an observed value compared to some standard. Michael Scriven (1969) dari universitas Indiana, memberikan perumusan tentang evaluator, it’s (tehe evaluator’s) task is to try very hard to condense all tahat mass of data into one word: good, or bad.
Kutipan-kutipan tersebut bukan saja melukiskan perbedaan tekanan pada pengumpulan informasi atau penentuan keputusan, tetapi juga memperlihatkan adanya perbedaan karateristik, mereka yang lebih menekankan pengumpulan informasi memandang terlepas atau tidak melibatkan nilai-nilai. Hal itu tidak benar, sebab baik pada pemilihan masalah yang akan diteliti , pengumpulan data, pemilihan teknik penentuan sampel serta penyajian hasil penelitian melibatkan atau menyangkut masalah nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut baik dilihat dari evaluasi, para sponsor, atau dari subjek yang dinilai. Apabila terdapat perbedaan nilai antara mereka, dapat timbul ketegangan atau konflik.
Pemisahan antara pengumpulan informasi dengan penentuan keputusan merupakan salah satu kerakteristik institusional hal ini dipengaruhi oleh kebiasaan pemisahan pekerjaan administrator dan peneliti. Dalam hal pendidikan perbedaan formal tersebut tidak ada, pengumpul data adalah pengambil keputusan pula.
Evaluasi dan penentuan keputusan. Siapa pengambil keputusan dalam pendidikan atau khususnya dalam pelaksanaan pendidikan atau kurikulum banyak, yaitu: guru, murid, orang tua, kepala sekolah, para inspektur, pengembang kurikulum, dan sebaginya. Siapa diantara mereka yang memegang peranan paling besar dalam penetuan keputusan. Pada prinsipnya tiap indibidu diatas membuat keputusan sesuai dengan posisinya sebagai murid. Guru mengambil berbagai keputusan sesuai dengan posisinya sebagai guru. Besar atau kecilnya peranan keputusan yang diambil oleh seseorang sesuai dengan lingkup tanggung jawabnya serta lingkup masalah yang dihadapinya pada suatu saat. Beberapa hasil evaluasi menjadi bahan pertimbangan bagi murid untuk mengambil keputusan apakah ia harus memilih jurusan IPA atau IPS, dan sebagainya. Dengan perkataan lain penentuan keputusan diambil oleh murid, sebagian besar berkenaan dengan kepentingan dirinya.
Lain halnya dengan keputusan yang diambil oleh seorang guru, ia mengambil keputusan bagi kepentingan seseorang atau beberapa murid , atau dapat pula mengambil keputusan bagi seluruh murid. Demikian juga lingkup keputusan yang diambil oleh kepala sekolah, inspektur, pengembang kurikulum, dan sebagainya berbeda-beda. Jadi, tiap pengambil keputusan dalam proses evaluasi memegang posisi nilai yang berbeda, sesuai dengan posisinya. Salah satu kesulitan yang dihadapi dalam pengunaan hasil evaluasi bagi pengambilan keputusan adalah, hasil evaluasi yang diterima berbagai pihak oengambil keputusan adalah sama. Masalah yang timbul adalah, apakah hasik evaluasi tersebut dapat bermanfaat bagi pihak tertentu, tetapi kurang bermanfaat bagi pihak lain.
Evaluasi adalah consensus nilai. Dalam bagian yang terdahulu sudah dikemukakan bahwa penelitian pendidikan dan evaluasi kurikulum sebagi perilaku sosial berisi nilai-nilai. Dalam berbagai situasi pendidikan serta kegiatan pelaksanaan evaluasi kurikulu, sejumlaj nilai-nilai dibawakan oleh orang-orang yang turut terlibat (berpartisispasi) dalamkegiatan penilaian atau evaluasi. Para partisipan dalam evaluasi pendidikan dapat terdiri atas: orang tua, murid, guru, pengembang kurikulum, administrator, ahli politik, ahli ekonomi, penerbit, arsitek, dan sebagainya.
Pernah dimimpikan bahwa partisipan tersebut meruoakan suatu kelompok yang homogeny sebagai pengambil keputusan atas hasil penelitian, tetapi beberapa pengalaman menunjukkan bahwa hal utu tidak mungkin. Mereka mempunyai sudut pandangan, kepentingan nilai-nilai serta pengalaman tersendiri. Bagaimana caranya agar diantara mereka terdapat kesatuan penilaian. Penilaian hanya dapat dicapai melalui suatu consensus.
Secara historis consensus nilai dalam evaluasi kurikulum berasal dari tradisi tes mental serta eksperimen. Konsensus tersebut erupakan kerangka kerja penelitian, yang dipusatkan pada tujuan khusus, pengukuran prestasi belajar yang bersifat behavioral, penggunaan analisis statistic dari pre test dan post test dan lain-lain. Model penelitian diatas merupakan suatu social engineering atau sistem approach dalam pendidikan. Dalam model penelitian tersebut keseluruhan kegiatan dapat digambarkan dalam suatu flow chart yang merumuskan secara operasional input (pre test) cara-cara kegiatan (treatment) serta output (post test).
Model diatas mendapatkan beberap kritik, tetapi kritik atau kesulitan tersebut paling utama adalah merumuskan tujuan-tujuan khusus, yang dapat diterima oleh seluruh partisipan evaluasi kurikulu, serta perencanaan kurikulum. Juga diantara partisipan harus ada persetujuan tentang tujuan-tujua mana yang paling penting.
Selain harus terdapat consensus tentang tujuan-tujuan yang akan dicapai, dalam pengunaan model diatas juga harus ada consensus tentang siapa diantara partisipan tersebut yang turut terlibat secara langsung. Tanpa adanya persetujuan flow cahrt yang definitive. Model sistem approach atau model social engineering bersifat goal based evaluation, karena bertitik tolak dari tujuan-tujuan khusus. Krena model ini mempunyai bebrapa keberatan, maka berkembang model evaluasi yang lain yang bersifat goal free evaluation.
Pendekatan evaluasi yang bersifat goal free bertolak dari sikap kebudayaan yang majemuk (cultural pluralism). Sikap kebudayaan yang mejemuk mempunyai dasar relativis, memandang bahwa tiap pandangan sama baiknya. Dalam evaluasi kurikulum sudah tentu pandangan ini mempunyai kesulitan yang cukup besar, sabab alat0alat evaluasi yang digunakan bertolak dari dasar posisi nilai yang berbeda. Dengan demikian evaluasi juga bersifat relative. Evaluasi model ini dapat ditemukan pada peneliti yang memandang pekerjaannya semata0mata hanya sebagia pengumpulan data.
d. Ujian sebagai evaluasi sosial
Sejak diperkenalkannya sistem ujian atau tes untuk umum di Amerika aerikat dan Negara-negara lain., pengukuran yang berbentuk umum (publik) tersebut merupakan salah satu model evaluasi dalam pendidikan. Menguji adalah mengevaluasi kemampuan individu. Dengan adanya ujian-ujian tersebut, maka jenis-jenis kemampuan tertentu dipandang menunjukkan status lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan skolastik umpamanya sering dipandang memiliki status lebih tinggi daripada penguasaan kemampuan yang lainnya.
Keberhasilan dalam ujian pengetahuan dan kemampuan skolastik selama bertahun-tahun ditentukan oleh kemampuan yang mengingat fakta-fakta. Kecenderungan ini bukan saja didasari oleh teori psikologi lama, yang memandang bahwa otak yang lebih baik mampu menguasai fakta lebih banyak, tetapi juga oleh keadaanmasyarakat dimana buku-buku sumber (teks) pengetahuan secara relative tifak berubah selama dua abad. Westmister shoter catechism umpamanya digunakan sebagai buku teks disekolah-sekolah di scotlandia abad 17 sampai 19. Karena adanya berbagai kemajuan dalam masyarakat, maka dalam perkembnagan selanjutnya jenis kemampuan mempunyai nilai yang lebih tinggi.
Ujian bukan saja menunjukkan nilai pengetahuan atau kemampuan secara sosial, tetapi juga telah merupakan peraturan dari sekolah. Dalam dua decade pertama dari abad 20 sejumlah ahli psikologi dikumpulkan dalam satu komisi untuk menyusun tes kecerdasan. Hasilnya digunakan untuk menyeleksi setiap anak-anak yang akan masuk sekolah menengah yang tidak mempu membayar uang sekolah. Kemudian tes tersebut juga digunakan sebagai alat bagi penentuan kenaikan kelas serta sebagai saringan masuk. Pelaksanaan ujian-ujian tersebut sejalan dengan anggapan masyarakat pada waktu itu, bahwa hanya sebagian dari penduduk yang mempunyai kemampuan untuk menguasai pengetahuan pada suatu jenis sekolah atau paa jenjang sekolah tertentu. Sistem ujian yang mempunyai nilai historis ini digunakan untuk mengontrol efisiensi dan efektifitas pelaksanaan sekolah. Apakah sistem ini dipandang baik atau jelek baergantung pada pandangan yang menggunakannya.
Sistem ujian yang dilaksanakan diatas, lebih banyak digunkakan untuk mengukur atau menguji kemampuan individu (siswa). Untuk menilai gambaran sekolah secara keseluruhan, yaitu menilai tentang keadaan murid, guru, kurikulum, pembiayaan sekolah, fasilitas sekolah, keseragaman sekolah, penyusunan rancangan dan pemeliharaan sekolah diperlukan sistem pengumpulan data serta penilaian yang lain. Kalau untuk mengukur kemampuan siswa digunakan siswa digunakan istilah examination atau assessment maka untuk penilaian keseluruhan situasi sekolah atau kurikulum lebih tepat digunakan istilah evaluation.
Para evaluation menyadari bahwa anneka macam kerangka kerja evaluasi mempunyai implikasu terhadap penentuan keputusan pendidikan. Barry mc Donald (1975), mendasarkan argumentasnya pada anggapan dasar bahwa evaluasi merupsksn krgistsn politik. Is membedakan adanya tiga tipe evaluasi dalam pendidikan dan kurikulum, yaitu evaluasi birokaratik, otokratik dan demokratik.
Evaluasi birokratikm merupakan suatu layanan yang bersifat unconditional terhadap lembaga-lembaga pemerintahan yang memiliki wewenag control terbesar dalam alokasi sumber-sumber pendidikan. Evaluator menerima kebijaksanaan dari pemegang jabatan, dengan menggunakan berbagai informasi yang diperoleh akan membantu mereka mencapai tujuan dari kebijaksanaan yang telah digariskan. Evaluator tidak mempunyai kekuasaan sendiri, atau control sendiri terhadap penggunaan informasi yang diperoleh. Prinsip utama evaluasi birokratik adalah pelayanan(service), penggunaan(utility), dan efisiensi(efficiency).
Evaluasi birokratik, merupakan layanan evaluasi terhadap lembaga pemerintah yang weweng control cukup besar dalam mengalokasikam sumber-sumber pendidikan. Tugas para evaluator adalah membantu pelaksanaan kebijaksanaan, ketentuan –ketentuan hukum dan moral dari birokrasi. Peranan evaluator tidak dicampuri pleh pihak yang dilayaninya, dan ia mempunyai wewenang penuh dalam bidangnya. Bila rekomendasi evaluator ditolak maka kebijaksanaannya tidak bisa dilaksanakan. Sumber kekuatan evaluator adalah penelitian kemasyarakatan. Konsep utama evaluator otokratik adalah evaluasi yang bersifat prinsipil dan objektif (principles and objectivity).
Evaluasi demokratik, merupakan layanan pemberian informasi terhadap masyarakat, tentang program-program pendidikan. Evaluasi ini menganut nilai pluralism serta menguhasakan memenuhi berbagai minat masyarakat dalam memberikan informasi. Tugasnya adalah memberikan informasi terhadap kelompok-kelompok masyarakat, dan evaluator bertindak sebagai pelantara dalam pertukaran informasi yang bukan ahli. Criteria keberhasilannya adalah pihak yang dilayani seluas-luasnya/konsep utama evaluator demokratis adalah kerahasiaan, musyawarah, dan ketercapaian sasaran.
Sebagai contoh Mc Donald memandang bahwa pelaksanaan evaluasi di Amerika Serikat dewasa ini bersifat birokratik, karena kenyataannya evaluasi sebagian besar dibiayai oleh pemerintah pusat atau negara bagian, kedudukan evaluator berbeda-beda dibawah lembaga federal. Lembaga-lembaga pendidikan setempat berada dibawah lembaga-lembaga yang memberikan biaya.
e. Model-Model Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum merupakan suatu tema yang luas, meliputi banyak kegiatan, meliputi sejumlah prosedur, bahkan dapat merupakan suatu lapangan studi yang berdiri sendiri. Evaluasi kurikulum juga merupakan suatu fenomena yang multifaset, memiliki banyak segi. Perkembangan evaluasi kurikulum, yaitu evaluasi kurikulum sebagai fenomena sejarah, suatu elemen dalam proses sosial dihubungkan dengan perkembangan pendidikan.
1. Evaluasi model penelitian
Model evaluasi kurikulum yang menggunakan model peneletian didasarkan atas teori dan metode tes psikologi serta eksperimen lapangan.
Tes psikologi atau tes psikometrik pada umumnya mempunyai mempunyai dua bentuk, yaitu tes intelegensi yang ditujukan untuk mengukur perilaku skolastik.
Eksperimen lapangan dalam pendidikan , dimulai pada tahun 1930 dengan menggunakan metode yang biasa digunakan dalm penelitian botani menggunakan metode yang biasa digunakan dalam penelitian botanipertanian. Para ahli botani pertanian mengadakan percobaan untuk ditanam pada petak-petak tanah yang memiliki kesuburan dan lain-lain yang sama. Dari percobaan tersebut dapat diketahui produk mana yang paling produktif. Percobaan serupa dapat juga digunakan untuk mengetahui pengaruh tanah, pupuk dan sebagainya terhadap produktifitas suatu masam benih.
Model eksperimen dalam botani pertanian dapat digunakan dalam pendidikan, anak disamakan dengan benih , sedangkan kurikulum serta berbagai fasilitas serta system sekolah dapat disamakan dengan tanah dan pemeliharaannya. Umtuk mengetahui tingkat kesuburan benihy(anak) serta hasil yang dicapai pada akhir percobaan dapat digunakan tes (pretest dan posttes).
Salah satu pendekatan dalam evaluasi yang menggunakan eksperimen lapangan adalah menggunakan mengadakan perbandingan antara dua macam kelompok anak, umpamanya yang menggunakan dua metode belajar yang berbeda. Kelompok pertama belajar membaca dengan metode global dan kelompok lain menggunakan metode unsure. Untuk mengetahui kelompok mana yang lebih baik atau keberhasilan metode tersebut dapat ditransfer ke metode lain dibutuhkan suatu penelitian lapangan yang membutuhkan persiapan yang sngat teliti dan rinci. Besarnya sampel, variable yang terkontrol, Hipotesis, treatment, tes hasil beljar dan sebagainya perlu dirumusakan secara tepat dan rinci.
Ada beberapa kesulitan yang dihadapi dalam eksperimen tersebut. Pertama, kesulitan administrative, sedikit sekali sekolah yang besedia dijadikan sekolah eksperimen. Kedua, masalah teknis dan logis, yaitu kesulitan menciptakan kondisi kelas yang sama unutk kelompok-kelompok yang diuji. Ketiga, sukar unutk mencampurkan guru-guru untuk mengajar pada kelompok eksperimen dengan kelompok control, pengaruh guru-guru tersebut sukar dikontrol. Keempat, ada keterbatasan mengenai manipulasi eksperimen yang dapat dilakukan. Dalam botani pertaniandengan rancangan yang sempurna dapat memanipulasi eksperimen damapu 25 treatment, tetapi dalam penelitian pendidikan tidak mungkin sapat dila,ukan treatment sebanyak itu.
2. Evaluasi model objektif
Evaluasi model ojektif ( model tujuan) berasal dari amerika serikat. Perbedaan model objektif dengan model komparatif adalah dalam dua hal. pertama dalam model objektif, evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pengembangan kurikulum. Para evaluator juga mempunyai peranan menghimpun pendapat-pendapat orang luar tentang inovasi kurikulum yang dilaksanakan. Evaluasi dilakukan pada akhir kurikulum, kegiatan penilaian ini juga sering evaluasi sumatif. Dalam hal tertentu sering evaluator bekerja sebagai bagian dari tim pengembang. Informasi-informasi yang diperoleh dari hasil penilaiannya digunakan untuk penyempurnaan informasi inovasi yang sedang berjalan. Evaluasi ini sering disebut evaluasi formatif. Kedua kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain tetapi diukur dengan seperangkat objektif (tujuan khusus). Keberhasilan pelaksanan kurikulum diukur oleh penguasan siswa akan tujuan-tujuan tersebut. Para pengenbang kurikulum yang menggunakan system intruksional (model objektif) menggunakan standar pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Tujuan dari comparative approach adalah menilai apkah kegiata yang dilakukan kelompok eksperimen lebih baik dari pada kelompok control. Oleh karena itu, kedua kelompok tersebut harus ekuivalen, tetapi dalam model objektif hal itu menjadi soal.
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh tim pengembang model objektif, antara lain:
1. Ada kesepakatan tentang tujuan-tujuan kurikulum;
2. Merumuskan tujuan-tujuan tersebut dalam perbuatan siswa;
3. Menyusun materi kurikulum yang sesuai dengan tujuan tersebut.
4. Mengukur kesesuain antara perilaku siswa dengan hasil yang diinginkan.
Pendekatan inilah yang digunakan oleh Ralph Tylor (1930) dalam menyusu tes dengan titik tolak pada perumusan tujuan tes, sebagai asal mula pendekatan system(system approach). Pada tahun 1950-an Benyamin S. Bloom dengan kawan-kawannya menyusu klasifikasi system tujuan yang meliputi daerah-daerah belajar (kognitif domain). Mereka membagi proses mental yang berhubungan dengan belajar tersebut dala 6 kategori, yaitu: knowledge, comprehension, application, analisys, synthesis, dan evaluation. Mereka membagi-bagi tujuan-tujuan tersebut pada sub-tujuan yang lebih khusus. Perumusan tujuan-tujuan dari Bloom dan kawan-kawannya belum sampai pada perumusan tujuan yang bersifat Behavioral, untuk itu diperlukan perumusan lebih lanjut yang khusus dan bersifat Behavioral.
Dasar–dasar teori Taylor dan Bloom menjadi prinsip sentral dalam rancangan kurikulum, dalam mencapai puncaknya dalam system belajar berprogram dan system instruksional. System pengajaran yang terkenal adalah IPI (Individually Prescribe Instruction), suatu program yang dikembangkan oleh Learnig Research and Development Centre Universitas Pitsburg. Dalam IPI anak mengikuti kurikulum yang memiliki tujuh unsure, yaitu:
1. Tujuan –tujuan pengajaran yang disusun dalam daerah-daerah, tingkat-tingkat, unit-unit;
2. Suatu prosedur program testing;
3. Pedoman prosdur program penulisan; materi dan alat-alat pengajaran;
4. Kegiatan guru dalam kelas;
5. Kegiatan murid dalam kelas;
6. Prosedur pengelolaan kelas.
Tes untuk mengukur prestasi belajar anak merupakan bagian integral dari kurikulum. Tiap butir tes berkenaan dengan ketrampilan , unit tau tingakta tertentu dari tujuan khusus. Untuk mengikutu profram pendidikan, siswa harus mengambil dulu tes penempatan, untuk menentukan dimana mereka harus mulai belajar. Kemajuan siswa dimonitor oleh guru dengan memberikan tes yang mengukur tingkat penguasaan tujuan-tujuan khusus mellalui pre-test atau post-test. Siswa dianggap menguasai suatu unit bila memperolah skor minimal 80. Bila ia sudah dikuasai berarti penguasaan siswa sudah sesuai dengan criteria.
3. Model campuran multivariasi
Evaluasi medel perbandingan (comparative approach) dan model Tylor dan Bloom melahirkan evaluasi model campuran multivariasi, yaitu strategi evluasi yang menyatukan unsur-unsur dari kedua pendekatan tersebut. Strategi ini memungkinkan pembandinganlebih dati satu kurikulum dan secara serempak keberhasilan tiap kurikulum diukur berdasarkan khusus dari masing-masimg kurikulum.
Seperti halnya pada eksperimen lapangan serta usaha-usaha awal dari Tylor dan Bloom, metode inipun terlepas dari proyek evaluasi. Metode-metode tersebut masuk kebidang kurikulum setelah omputer dan program paket berkembang, yaitu pada tahun 1960. Program paket berisi program statistic yang sederhanayang tidak membutuhkan pengetahuan computer memungkinkan studi lapangan tidak dihambat oleh kesalahan dan kelambatan. Semua masalah pengolahan statistic dapat dikerjakan dengan computer.
Langkah-langkah model campuran multivariasi tersebut adalah sebgai berikut:
1. Mencari sekolah yang berminat untuk divaliasi atau di teliti;
2. Pelaksanaan program. Bila tidak ada pencampuran sekolah tekanannya pada partisipasi yang optimal;
3. Sementara tim menyuun tujuan yang meliputi semua tujuan dari pengajaran yang umpamanya dengan metode globaldan metode unsur, dapat disiapkan tes tambahan;
4. Bila semua informasi yang diharapkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan computer;
5. Tipe analisis dapat juga digunakan untuk mengukur pengaruh bersama dari bebrapa variable yang berbeda.
Beberapa kesulitan yang dilalui dalam evaluasi model campuran multivariasi, antara lain:
1. Diharapkan memberikan tes statistic yang signifikan,maka diperlukan 100 kelas dengan 10 pengukuran dan ini lebih memungkinkan dari pada 10 kelas dengan 100 pengukuran. Jadi model multivariasi ini lebih sesuai begi evaluasi kurikulum skala.
2. Terlalu bayaknya variable yang perlu dihitung pada suatu sat kemampuan computer hanya sampai 40 variabel, sedangkan dalam model ini dapat dikumpulkan sampai 300 variabel.
3. Meskipun model multivariasi telah mengurangi masalah control berkenaan dengan eksperimen lapangan tetapi menghadap masalah-masalah pembandingan.
Model-model evluasi kurikulum tersebut berkembang dari dan digunakan untuk mengevaluasi model atau pendekatan kurikulum tertentu. Model pembandingan lebih sesuai untuk mengevaluasi pengembangan kurikulum yang menekankan isi(content based curriculums), model tujuan lebih sesuai digunakan dalam pengembangan kurikulum yang menggunakan pendekatan tujuan (Goal Based Curiculum), model campuran dapat digunakan untuk mengevaluasi baik kurikulum yang menekankan isi, tujuan, maupun situasi (situation based curriculum).
Disamping model-model evaluasi kurikulum yang telah dijelaskan diatas, masih ada lagi beberapa model kurikulum yang lebih bersifat umum, seperti model EIPC, CEMREL, dan model CDPP.
BAB III KESIMPULAN
3.1 Organisasi kurikulum mencakup urutan, aturan dan integrasi kegiatan-kegiatan belajar sedemikian rupa guna pencapaian tujuan-tujuan.
3.2 ruang lingkup organisasi kurikulum meliputi: mata pelajaran, bidang besar (broad field), projek, kurikulum inti dan integrasi.
3.3 kriteria penentuan urutan organisasi kurikulum dibedakan dalam beberapa presentasi, yaitu presentasi menurut buku teks, preferensi guru, struktur disiplin ilmu, minat anak didik, hirarkhi belajar dan perkembangan.
3.4 Elemen pemersatu dari organisasi kurikulum adalah konsep, generalisasi, keterampilan, dan nilai.
3.5 Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum.
3.6 Evaluasi kurikulum sukar dirumuskan secata tegas, hal itu karena evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah, Objek evaluasi kurikulum adalah sesuatu yang berubah-rybah sesuai dengan konsep kurikulum yang digunakan dan Evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia yang sifatnya juga berubah.
3.7 Program evaluasi kurikulum bukan hanya mengevaluasi hasil belajar siswa dan proses pembelajarannya, tetapi juga desain implementasi kurikulum, kemampuan untuk kinerja guru, kemampuan dan kemajuan siswa, sarana, fasilitas dan sumber belajar, dan lain-lain.
3.8 Banyak teori tentang kurikulum. Beberapa teori menekankan pada rencana, yang lain pada inovasi, pada dasar-dasar filosofis, dan pada konsep-konsep yang diambil dari perilaku manusia.
3.9 Pengembangan kurikulum yang menekankan isi, membutuhkan waktu mempersiapkan situasi belajar dan menyatukannya dengan menyatukan dengan tujuan pengajaran yang cukup lama.
3.10 Peranan evaluasi kebijaksaan dalam kurikulum khususnya pendidikan umumnya minimal berkenaan dengan tiga hal, yaitu : evaluasi sebagai moral judgement, evaluasi dan penentuan keputusan, evaluasi, dan consensus nilai.
3.11 Ujian bukan saja menunjukkan nilai pengetahuan atau kemampuan secara sosial, tetapi juga telah merupakan peraturan dari sekolah.
3.12 Perkembangan evaluasi kurikulum, yaitu evaluasi kurikulum sebagai fenomena sejarah, suatu elemen dalam proses sosial dihubungkan dengan perkembangan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Anssyar, Mohammad, Ph.D. 1989. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi.
Sadulloh, Uyoh.1994. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: P.T. Media Iptek.
Soedijarto, Prof. Dr. H. MA. Kurikulum, Sistem Evaluasi, dan Tenaga Pendidikan sebagai Unsur Strategis dalam Penyelenggaraan Sistem Pengajaran Nasional (Jurnal Pendidikan Penabur - No.03 / Th.III / Desember 2004).
Sukmadinat, Prof.Dr. Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sandra Santosa. Evaluasi Kurikulum dan Implementasinya Di Program Studi Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang Dengan Model CIPP. (Tesis)
Langganan:
Postingan (Atom)