semburat jingga

semburat jingga
tenggelam.... kembali

Minggu, 05 September 2010

Untitle

sebuah catatan panjang dari setumpuk keluh yang meradang.

Ruang berukuran 3x5 m tempat aku biasa menyibukkan diri selain kuliah, kini terasa seperti kuburan, tempat dimana mayat-mayat bergelimpangan. Diam-diam aku mulai merasakan kengerian di tempat ini.
Ruang itu telah kehilangan pesonanya untuk dijadikan alasan sebagai tempat untuk menenangkan diri. Mungkin benar, tempat paling sunyi dan tenang itu adalah di kuburan. Dan disanalah kuburan itu. Setiap yang kutemui disana tampak seperti mayat-mayat dengan nisan yang teronggok tanpa suara. Aku merasa sangat muak. Semua mata disana tampak seperti lampu 5 watt yang mulai redup, hanya mampu menyinarkan keremangan.
Tak jauh berbeda dengan ruang 5x6 m di sebelahnya; ruang yang sejak April 2009 lalu menjadikan aku banyak bertemu dengan serpihan-serpihan embun yang menebarkan bau basah penuh kelembutan. Aku sempat terlena, merasa bangga karena ku bisa menjadi bagian dari ruangan itu. Ya, setidaknya sesekali aku perlu memberikan reward untuk diriku sendiri. Aku mendapatkan semuanya dengan susah payah. Tidak ada yang kebetulan. Tapi ruangan itu kini bagaikan warung yang hanya menyediakan nasi basi, bagi orang-orang gila profesi dan posisi. Aku kekurangan nutrisi. Hanya benih-benih penyakit yang masuk ke tubuhku. Benih-benih penyakit yang akan menggerogoti batin dan ragaku menuju ujung maut. Serpihan embun itu pun perlahan sirna, memporak-porandakan seluruh aliran darah segar di tubuhku, membuyarkan konsentrasi syarafku, melambatkan denyut nadi dan meretakkan makna-makna.
Kedua ruangan itu benar-benar telah membunuhku perlahan-lahan. Ya, aku telah salah memilih ladang tempatku tumbuh dan berkembang. Aku kekurangan nutrisi.
Tuhan... aku tak mampu berbohong lagi. Hati dan jiwaku tidak sebodoh kebohongan yang aku ciptakan. Hatiku mulai tahu bahwa aku terlalu jauh mengubur diri. Semua tidak sesederhana yang aku yakinkan. Jiwaku tau... ini bukan lelucon, ini juga bukan emosi sesaat. Hatiku tau, ini adalah penguburan hidup-hidup suatu cita, pengungkungan yang begitu kejam.
Tuhan... apakah aku salah memilih?

Tidak ada komentar: