semburat jingga

semburat jingga
tenggelam.... kembali

Sabtu, 16 Januari 2010

Sabun, Detergen Syntetik, dan Detergen Mengadndung Enzim (Laporan Praktikum Biokimia)

I. Sabun, Detergen Syntetik, dan Detergen Mengadndung Enzim
Oleh Kedawung Senja (080210193047-P.bio Unej)
II. Tujuan Percobaan
2.1 Untuk membuat sabun
2.2 Untuk mempelajari sifat-sifat sabun, detergen sintetik, detergen mengandung enzim.

III. Tinjauan Pustaka
Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga telah telah meluas, terutama pada sarana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang, deterjen sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci.
Sabun memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air yang menyebabkan larutan sabun dalam air bersifat basa.
2. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.
3. Sabun mempunyai sifat membersihkan yang disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak), digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar
Banyak jenis sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80–100 °C melalui suatu proses yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Secara tradisional, alkali yang digunakan adalah kalium yang dihasilkan dari pembakaran tumbuhan, atau dari arang kayu. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun. Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.
Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan menghasilkan gliserol dan garam yang disebut sebagai sabun. Asam lemak yang digunakan yaitu asam lemak tak jenuh, karena memiliki paling sedikit satu ikatan ganda diantara atom-atom karbon penyusunnya dan bersifat kurang stabil sehingga sangat mudah bereaksi dengan unsure lain. basa alkali yang digunakan yaitu basa-basa yang menghasilkan garam basa lemah seperti Naoh, Koh, Nh4oh, k2co3 dan lainnya. Sabun, menjadi produk berasal dari garam asam karboksilat yang tinggi.
Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin. Reaksi penyabunan tersebut adalah sebagai berikut:
C3H5(OOCR)3 + 3 NaOH -> C3H5(OH)3 + 3 NaOOCR
Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.(http://kuliah.wikidot.com/deterjen-sabun).
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Pembuatan sabun komersial di Amerika kolonial dimulai pada tahun 1608 dengan datangnya beberapa pembuat sabun di kapal kedua dari Inggris untuk mencapai Jamestown, Virginia. Bagaimanapun, untuk beberapa tahun, pembuatan sabun pada dasarnya tinggal pekerjaan rumah tangga. Akhirnya, pembuat sabun profesional mulai biasa mengumpulkan pemborosan lemak dari rumah tangga, di perubahan untuk beberapa sabun.
Sains dari pembuatan sabun modern lahir 20 tahun kemudian dengan pemjelajahan oleh Michel Eugene Chevreul, kimiawan Perancis lainnya, dari kimia alam and lemak yang terkait, gliserin dan asam lemak. Penelitiannya yang tidak bisa dipungkiri dasar untuk lemak dan bahan kimia sabun.
Bahan kimia dari manufaktur sabun dasarnya sama sampai tahun 1916, ketika deterjen sintetik pertama berkembang di Jerman di jawaban ke Perang Dunia I - berkaitan kekurangan lemak untuk membuat sabun. Deterjen sederhana, deterjen sintetis adalah pembersih non-sabun dan produk pembersih itu adalah menjadi satu atau mengambil bersama dari jenis bahan mentah. Penjelajahan dari deterjen juga diterbangkan oleh kebutuhan untuk alat kebersihan itu, tidak seperti sabun, tidak akan dikombinasi dengan garam mineral di air untuk membentuk sesuatu yang tidak dapat dipecahkan diketahui itu adalah dadih sabun. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sabun)
Deterjen sintentik dikembangkan setelah Perang Dunia II. Seperti sabun, detergen adalah surfaktan anionik – garam daru sulfonat atau sulfat berantai panjang dari natrium (RSO3- Na+ dan ROSO3- Na+). Detergen mempunyai keunggulan dalam hal tidak mengendap bersama logam dalam air. (Fessenden & Fessenden.1982 : 412)
Detergen sintetik mempunyai sifat-sifat mencuci yang baik dan tidak membentuk garam-garam tidak larut dengan ion-ion kalsium dari magnesium yang biasa terdapat dalam air sadah. Deterjen sintetik mempunyai keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat asam kuat, oleh karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang mengendap suatu karakteristik yang tidak nampak pada sabun.
Unsur kunci dari deterjen adalah bahan surfaktan atau bahan aktif permukaan yang bereaksi dalam menjadikan air menjadi basah (wetter) dan sebagai bahan pencuci yang lebih baik. Surfaktan terkonsentrasi pada batas permukaan antara air dengan gas (udara), padatan-padatan (debu) dan cairan-cairan yang tidak dapat bercampur (minyak). Hal ini terjadi karena struktur “Amphiphilic” yang berarti bagian yang satu dari molekul adalah suatu yang bersifat polar atau gugus ionik (sebagai kepala) dengan afinitas yang kuat untuk air dan bagian lainnya suatu hidrokarbon (sebagai ekor) yang tidak suka air. (http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-lingkungan/)
Produksi deterjen rumah tangga di Amerika Serikat dimulai di awal tahun 1930-an, tetapi tidak benar-benar membuka sampai akhir Perang Dunia II. Waktu perang berhentinya persediaan lemak dan minyak juga militer membutuhkan untuk alat kebersihan itu akan bekerja di air laut kaya mineral dan di air dingin mempunyai lebih lanjut merangsang meneliti di deterjen.
Deterjen pertama digunakan terutama untuk mencuci piring dan mencuci baju bahan lembut. Penerobosan di perkembangan dari detergen untuk mencuci baju serba guna digunakan muncul pada tahun 1946, ketika deterjen pembangun (berisi surfaktan/kombinasi pembangun)dikenalkan di Amerika Serikat. Surfaktan adalah produk deterjen bahan pembersih dasar, saat pembangun membantu surfaktan untuk bekerja lebih efisien. Senyawa fosfat digunakan sebagai pembangun di detergen ini sangat meningkat perfomanya, membuat mereka cocok untuk mencuci baju dengan tingkat kekotoran berat.
Di tahun 1953, penjualan deterjen di negara tersebut melebihi sabun. Kini, detergen memiliki semua tetapi menggantikan produk dengan dasar sabun untuk mencuci baju, mencuci piring dan pembersih rumah tangga. Deterjen (sendiri atau berkombinasi dengan sabun) adalah juga penemuan di banyak dari penggunaan batangan dan cair untuk pembersih pribadi.
Sejak prestasi deterjen dan bahan kimia pembangun itu, aktivitas produk baru memiliki lanjutan utntuk fokus ke membangun produk pembersih praktis dan mudah untuk digunakan, juga menyelamatkan konsumen dan untuk lingkungan. Beberapa penemuan tersebut adalah:
1. Tahun 1950-an
• Pencuci piring otomatis bubuk
• Sabun pencuci baju cair, pencuci piring tangan dan produk pembersih serba guna
• Deterjen dengan pemutih oksigen
2. 1960-an
• Pracuci kotoran dan penghilang noda
• Bubuk pencuci baju dengan enzim
• Prarendam dengan enzim
3. 1970-an
• Sabun cuci tangan cair
• Pelembut kain (ditambah lembaran dan putaran cuci)
• Produk multifungsi (contoh, deterjen dengan tambahan pelembut kain)
4. 1980-an
• Deterjen untuk pencucian dengan air dingin
• Pencuci piring otomatis cair
• Pencuci baju konsentrat bubuk
5. 1990-an
• Deterjen bubuk dan cair ultra (superkonsentrat)
• Pelembut kain ultra
• Pencuci piring otomatis gel
• Produk pencuci baju dan pembersih refil

IV. Alat dan Bahan
4.1 Alat yang Dipakai
4.1.1 Beaker Gelas 250 ml
4.1.2 Gelas pengaduk
4.1.3 Penangas air
4.1.4 Kompor listrik
4.1.5 Tabung reaksi
4.1.6 Kertas saring
4.1.7 Kertas tissue
4.2 Bahan yang Dipakai
4.2.1 Lemak, Minyak, NaOH 3M, Ethyl alcohol, PP, Sabun serbuk, Larutan Mg2+, Minyak kapas, HCL 3M, dan Detergen padat
4.2.2 Milk instat
4.3 Gambar alat utama yang dipakai dalam percobaan







V. Cara Kerja
5.1 Pembuatan Sabun

masukkan

beaker gelas tambahkan
tambahkan

mengaduk
memanaskan
air mendidih
mengurangi api
penangas air
mengaduk
komponen dalam beaker gelas tidak terpisah
volume terkurangi
menambahkan

memindahkan
material dengan bantuan gelas pengaduk
melarutkan
+ tabung reaksi
mengocok
busa baik dan tidak ada lemak
menambahkan


beaker gelas +

sabun terpisah ke dalam lapisan homogen. Biarkan dingin, meninggalkan cake ketika padat
menyaring
kertas tissue


5.2 rekasi sabun

menambahkan

mengamati kembali


melarutkan
tabung reaksi terpisah
menambahkan




mengisi
tabung reaksi
menambahkan

menutup tabung, mengocok
mengamati
menambahkan
mencatat dan interpretasi
melarutkan


melakukan kembali


menambahkan

menutup tabung
mengocok
mengamati


5.3 reaksi detergen synthetic


menambahkan


tabung lain, menambahkan


menguji




mengisi
2 tabung reaksi
menambahkan
tabung 1
menambahkan



mengisi
2 tabung reaksi
menambahkan

menutup dan mengocok
menambahkan



melarutkan
tabung reaksi
menambahkan

5.4 eksperimen dengan detergen mengandung enzim

memasukkan
3 tabung reaksi

tabung 1 tabung 2 tabung 3
menambahkan




mencampurkan
besker gelas+ air, suhu 40oC

mencatat perubahan terhadap waktu

V. Hasil Percobaan dan Pembahasan
5.1 Hasil Percobaan
1. Pembuatan Sabun
No Perlakuan Hasil
a. 10 gr lemak (minyak wijen) + 30 ml NaOH 3M + 40 ml ethyl alkohol Larutan berwarna coklat.
b. Larutan diaduk dan dipanaskan Terdapat busa coklat
c. Pemanasan selama 30 menit Warna menjadi putih kekuningan
d. Dilakukan penyaringan Warna menjadi putih susu (terdapat busa)

2. Reaksi sabun
No Perlakuan Hasil
a. Melarutkan sejumlah kecil sabun yang dibuat dan sabun serbuk dalam tabung dengan masing-masing setengah penuh air hangat + setetes Phenolphthalin. Warna menjadi sabun buatan menjadi ungu, sedangkan warna sabun serbuk juga menjadi ungu tetapi lebih pekat.
b. Melarutkan sabun buatan dan sabun serbuk dalam tabung reaksi dengan masing-masing setengah penuh aquades dan ditambah beberapa tetes larutan encer Mg2+ dan Ca2+. Warna sabun buatan menjadi putih keruh, sementara warna sabun sinthetyc agak keruh.
c. Mencampur Sabun buatan dan sabun serbuk dalam tabung reaksi masing-masing dengan setengah penuh aquades hangat dan minyak wijen Sabun buatan berwarna keruh dan terdapat endapan minyak wijen; sabun serbuk terdapat endapan minyak wijen dan warnanya lebih keruh.
d. Mencampur Sabun buatan dan sabun serbuk dalam tabung reaksi masing-masing dengan setengah penuh aquades hangat dan 2 ml HCl 3M. Warna sabun buatan putih keruh, sementara warna sabun serbuk menjadi agak keruh kebiruan.

3. Reaksi Detergent Synthetic
No Perlakuan Hasil
a. Detergen padat dan detergen cair masing-masing dilarutkan dalam tabung reaksi dengan setengah penuh aquades dan ditambah beberapa tetes Phenolphthalin Warna larutan detergen padat menjadi ungu atau merah bella, sedangkan warna larutan detergen cair menjadi putih bening
b. Detergen padat dan detergen cair masing-masing dilarutkan dalam tabung reaksi dengan setengah penuh aquades dan ditambah beberapa tetes larutan encer Mg2+ dan Ca2+. Warna larutan detergen padat menjadi bening (putih bening), sedangkan warna larutan detergen cair menjadi putih agak keruh.
c. Detergen padat dan detergen cair masing-masing dilarutkan dalam tabung reaksi dengan setengah penuh aquades hangat dan I ml minyak wijen Larutan larutan detergen padat menjadi putih bening kebiruan, sedangkan larutan detergen cair berwarna putih bening.
d. Sabun buatan dan sabun serbuk masing-masing dicampur dengan aquades hangat dan ditambahkan 2 ml HCl 3M. Warna sabun buatan putih keruh, sementara warna sabun serbuk menjadi agak keruh kebiruan.

5.2 Pembahasan
Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Banyak jenis sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80–100 °C melalui suatu proses yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah.
Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun. Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.
Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan menghasilkan gliserol dan garam yang disebut sebagai sabun. Asam lemak yang digunakan yaitu asam lemak tak jenuh, karena memiliki paling sedikit satu ikatan ganda diantara atom-atom karbon penyusunnya dan bersifat kurang stabil sehingga sangat mudah bereaksi dengan unsure lain. basa alkali yang digunakan yaitu basa-basa yang menghasilkan garam basa lemah seperti Naoh, Koh, Nh4oh, k2co3 dan lainnya. Sabun, menjadi produk berasal dari garam asam karboksilat yang tinggi.
Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin. Reaksi penyabunan tersebut adalah sebagai berikut:
C3H5(OOCR)3 + 3 NaOH -> C3H5(OH)3 + 3 NaOOCR
Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Pada praktikum “Sabun, Detergen Syntetik, dan Detergen Mengadndung Enzim” dilakukan tiga sub percobaan. Percobaan tersebut adalah Pembuatan sabun, reaksi sabun, dan reaksi etergen sintetik.
Pada percobaan pertama dilakukan pembuatan sabun dari minyak tumbuhan. Minyak tumbuhan yang digunakan adalah minyak wijen. Langkah pertama yang dilakukan adalah memasukkan 10 gram/10 ml minyak wijen ke dalam gelas beaker 250 ml dengan menambahkan 30 ml NaOH 3M dan 40 ml ethyl alkohol. Campuran yang terbentuk berwarna coklat. Campuran diaduk dan dipanaskan ke dalam penangas air selama 30 menit. Saat dilakukan pemanasan, campuran tetap berwarna coklat, tetapi terdapat busa dengan warna yang sama. Pemanasan dan pengadukan kemudian dilakukan secara perlahan atau dikurangi agar komponen dalam beaker gelas tidak terpisah satu sama lain. Setelah pemanasan selama 30 menit, warna menjadi putih kekuningan. Larutan dibiarkan agar menjadi dingin atau suhu larutan turun. Kemudian dilakukan penyaringan melalui corong dengan menggunakan kertas saring. Setelah penyaringan, substrat yang tidak tersaring berwarna putih susu, terdapat busa. Sedangkan cairan yang tersaring, berwarna agak kekuningan. Substrat yang tidak tersaring inilah yang merupakan gumpalan sabun.
NaOH merupakan basa lemah (alkali) dan ethyl alcohol berperan sebagai bahan baku pembuatan sabun. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. Sabun yang dibuat dengan bahan baku NaOH merupakan sabun yang berbentuk padat.
O O
║ ║
R – C – O–Na+ + H – OH R – C – OH + Na+OH–
sabun alkali
Sedangkan larutan garam (NaCl) merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Sabun yang dibuat dengan bahan alkali, cenderung susah larut dalam air dan larutannya agak basa karena adanya hidrolisis parsial. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.
Sabun dapat dibuat dengan cara menghidrolisis lemak atau minyak dalam kondisi basa untuk menghasilkan garafm karboksilat.
Ester dari Trihidroksi alkohol + NaOH = gliserol + sabun
Sabun = RCOONa + R’COONa + R”COONa
Sabun merupakan garam dari asam lemak seteglah terjadi hidrolisis ester trigliserol. Biasanya merupakan campuran garam karboksilat yang memiliki 12, 14, 16 dan 18 atom karbon rantai lurus.
Pada percobaan kedua yaitu Reaksi Sabun, dilakukan percobaan dengan salah satu bahan dari sabun yang telah dibuat. Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Melarutkan sebagian kecil dari sabun yang telah dibuat dan sabun serbuk dalam tabung terpisah masing-masing dengan setengah penuh aquades hangat dan ditambah Phenolphthalin beberapa tetes. Pada tabung reaksi yang berisi sabun buatan dengan aquades dan PP, tampak bahwa larutan berwarna ungu. Sedangkan pada tabung reaksi yang berisi sabun serbuk, larutan juga berwarna ungu, tetapi lebih pekat. Pada percobaan digunakan aquades hangat untuk mempercepat kelarutan. Penambahan PP dimaksudkan untuk mengetahui bahwa sabun merupakan basa, mampu melarutkan lemak.
2. Melarutkan sabun buatan dan sabun serbuk dalam tabung reaksi dengan masing-masing setengah penuh aquades dan ditambah beberapa tetes larutan encer Mg2+ dan Ca2+. Dari percobaan dihasilkan warna sabun buatan menjadi putih keruh, sementara warna sabun sinthetyc agak keruh. Mg2+ dan Ca2+ memiliki peranan dalam pembuatan sabun. Keduanya merupakan unsur golongan IIA, merupakan logam alkali. Alkali sebagian besar digunakan dalam pembuatan sabun, karena merupakan unsur atau senyawa yang mampu menetralkan lemak atau minyak. Penambahan Mg2+ dan Ca2+ dimaksudkan untuk mempercepat kelarutan minyak dalam sabun. Pada percobaan tidak dilakukan ketelitian terhadap ukuran sampel sabun sintetik maupun sabun buatan, sehingga hasil yang didapatkan terdapat perbedaan kelarutan minyaknya.
3. Mencampur sabun buatan dan sabun serbuk dalam tabung reaksi masing-masing dengan setengah penuh aquades hangat dan minyak wijen. Dari percobaan dihasilkan sabun buatan berwarna keruh dan terdapat endapan minyak wijen; sabun serbuk terdapat endapan minyak wijen dan warnanya lebih keruh. Pada percobaan tidak dilakukan ketelitian terhadap kadar atau jumlah dari sampel sabun yang diuji, sehingga hasil keduanya memiliki perbedaan dalam hal kelarutan. Pada larutan sabun buatan terlihat keruh dan terdapat endapan minyak wijen, sedangakan pada larutan sintetik lebih keruh dan terdapat endapan minyak wijen. Kekeruhan tersebut juga terlihat dengan adanya busa yang lebbih banyak pada sabun sintetik daripada pada larutan sabun buatan. Hal ini menunjukkan daya untuk melarutkan lemak atau minyak lebih baik pada larutan sabun sintetik. Penggunaan aquades hangat dalam percoabaan dimaksudkan untuk mempercepat pelarutan.
4. Mencampur Sabun buatan dan sabun serbuk dalam tabung reaksi masing-masing dengan setengah penuh aquades hangat dan 2 ml HCl 3M. Warna sabun buatan putih keruh, sementara warna sabun serbuk menjadi agak keruh kebiruan. HCl merupakan senyawa asam, sedangkan sabun merupakan senyawa basa. Uji ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penetralan asam dan basa. Penggunaan aquades hangat dalam percoabaan dimaksudkan untuk mempercepat pelarutan.
Keempat langkah percobaan di atas bertujuan untuk membandingkan hasil penetralan atau pelarutan dari masing-masing sabun terhadap indicator yang digunakan.
Percobaan yang terakhir adalah reaksi detergen sintetik. Percobaan ini dilakukan dengan 4 sub percobaan. Percobaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Detergen padat dan detergen cair masing-masing dilarutkan dalam tabung reaksi dengan setengah penuh aquades dan ditambah beberapa tetes Phenolphthalin. Percobaan ini menghasilkan hasil uji sebagai berikut: warna larutan detergen padat menjadi ungu atau merah bella, sedangkan warna larutan detergen cair menjadi putih bening. Penambahan PP dimaksudkan untuk mengetahui bahwa sabun merupakan basa, mampu melarutkan lemak. Berdasarkan hasil percobaan, sabun sintetik merupakan basa kuat, lebih kuat daripada sabun buatan. Hal ini bias diamati Karena tidak ada ketelitian dalam kadar atau jumlah dari masing-masing sampel sabun yang digunakan dalam percobaan.
2. Detergen padat dan detergen cair masing-masing dilarutkan dalam tabung reaksi dengan setengah penuh aquades dan ditambah beberapa tetes larutan encer Mg2+ dan Ca2+. Warna larutan detergen padat menjadi bening (putih bening), sedangkan warna larutan detergen cair menjadi putih agak keruh. Mg2+ dan Ca2+ merupakan unsur golongan IIA, merupakan logam alkali. Alkali sebagian besar digunakan dalam pembuatan sabun, karena merupakan unsur atau senyawa yang mampu menetralkan lemak atau minyak. Penambahan Mg2+ dan Ca2+ dimaksudkan untuk mempercepat kelarutan minyak dalam sabun. Pada percobaan tidak dilakukan ketelitian terhadap ukuran sampel sabun sintetik maupun sabun buatan, sehingga hasil yang didapatkan terdapat perbedaan perbedaan reaksi antar keduanya.
3. Detergen padat dan detergen cair masing-masing dilarutkan dalam tabung reaksi dengan setengah penuh aquades hangat dan I ml minyak wijen. Larutan larutan detergen padat menjadi putih bening kebiruan, sedangkan larutan detergen cair berwarna putih bening. Penambahan aquades hangat dalam percobaan bertujuan untuk mempercepat pelarutan. Minyak wijen merupakan lemak atau minyak, yang dalam percobaan ini digunakan untuk menguji reaksi pelarutan dari masing-masing sampel sabun yang diuji.
4. Sabun buatan dan sabun serbuk masing-masing dicampur dengan aquades hangat dan ditambahkan 2 ml HCl 3M. Warna sabun buatan putih keruh, sementara warna sabun serbuk menjadi agak keruh kebiruan. Uji ini untuk menunjukkan bagaimana basa (sabun) bereaksi dengan asam (HCl). Penggunaan aquades hangat bertujuan untuk mempercepat kelarutan.
Dari percobaan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa fenomena larutnya minyak alam larutan sabun, tidak lepas dari gaya tarik menarik molekul. Gaya tarik antara dua molekul polar (gaya tarik dipol-dipol) menyebabkan larutan polar larut dalam larutan polar. Molekul polar mempunyai dipol yang permanen sehingga menginduksi awan elektron non polar sehingga terbentuk dipol terinduksi, maka larutan nonpolar dapat larut dalam non polar.
Contoh fenomena terjadi saat mencuci tangan menggunakan sabun. Saat pencucian tangan, air yang merupakan senyawa polar menginduksi awan elektron sabun sehingga dapat membantu larutnya asam lemak/minyak yang juga merupakan senyawa non polar.

VI. Kesimpulan
1. Dari percobaan dengan memasukkan 10 gram/10 ml minyak wijen ke dalam gelas beaker 250 ml dengan menambahkan 30 ml NaOH 3M dan 40 ml ethyl alcohol, diperoleh hasil substrat yang tidak tersaring berwarna putih susu, terdapat busa, Sedangkan cairan yang tersaring, berwarna agak kekuningan. Substrat yang tidak tersaring inilah yang merupakan gumpalan sabun. NaOh berperan sebagai alkali atau basa lemah. Sedangkan larutan garam (NaCl) merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun.
2. Pada percobaan kedua, menguji sabun sintetik dan sabun buatan masing-masing dengan PP, Mg2+ dan Ca2+, minyak wijen dan HCl, menunjukkan bahwa sabun mampu melrutkan lemak. Sabun bersifat basa.
3. Untuk menguji kelarutan minyak dalam air, digunakan minyak, sabun hasil dari percobaan 1 dan detergent padat. Larutnya minyak dalam larutan sabun, tidak lepas dari gaya tarik menarik molekul. Gaya tarik antara dua molekul polar ( gaya tarik dipol-dipol) menyebabkan larutan polar larut dalam larutan polar. Molekul polar mempunyai dipol yang permanen sehingga menginduksi awan elektron non polar sehingga terbentuk dipol terinduksi, maka larutan nonpolar dapat larut dalam non polar.
4. Pada uji reaksi sabun sintetik, menunjukkan bahwa detergen padat lebih cepat melarutkan lemak daripada detergen cair.

Daftar Pustaka
http://kuliah.wikidot.com/deterjen-sabun
http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun
http://arifqbio.multiply.com/journal/item/17/Seri_Pengantar_Biokimia_III
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-lingkungan/pencemaran_lingkungan/sabun-dan-deterjen/
http://yprawira.wordpress.com/reaksi-saponifikasi-pada-proses-pembuatan-sabun/
Campbell, N.A.Reece, J.B.Mitchell, L.G. (2002). Biologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Fessenden & Fessenden, 1982. Kimia Organik. Jilid 2. Erlangga. Jakarta
Hart, Harold. 1983. Kimia Organik. Jakarta. Erlangga
Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga
Tim Biokimia.2009. Petunjuk Praktikum Biokimia. Jember : Universitas Jember

Tidak ada komentar: