semburat jingga

semburat jingga
tenggelam.... kembali

Sabtu, 16 Januari 2010

Sabun, Detergen Syntetik, dan Detergen Mengadndung Enzim (Laporan Praktikum Biokimia)

I. Sabun, Detergen Syntetik, dan Detergen Mengadndung Enzim
Oleh Kedawung Senja (080210193047-P.bio Unej)
II. Tujuan Percobaan
2.1 Untuk membuat sabun
2.2 Untuk mempelajari sifat-sifat sabun, detergen sintetik, detergen mengandung enzim.

III. Tinjauan Pustaka
Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga telah telah meluas, terutama pada sarana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang, deterjen sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci.
Sabun memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air yang menyebabkan larutan sabun dalam air bersifat basa.
2. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.
3. Sabun mempunyai sifat membersihkan yang disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak), digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar
Banyak jenis sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80–100 °C melalui suatu proses yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Secara tradisional, alkali yang digunakan adalah kalium yang dihasilkan dari pembakaran tumbuhan, atau dari arang kayu. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun. Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.
Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan menghasilkan gliserol dan garam yang disebut sebagai sabun. Asam lemak yang digunakan yaitu asam lemak tak jenuh, karena memiliki paling sedikit satu ikatan ganda diantara atom-atom karbon penyusunnya dan bersifat kurang stabil sehingga sangat mudah bereaksi dengan unsure lain. basa alkali yang digunakan yaitu basa-basa yang menghasilkan garam basa lemah seperti Naoh, Koh, Nh4oh, k2co3 dan lainnya. Sabun, menjadi produk berasal dari garam asam karboksilat yang tinggi.
Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin. Reaksi penyabunan tersebut adalah sebagai berikut:
C3H5(OOCR)3 + 3 NaOH -> C3H5(OH)3 + 3 NaOOCR
Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.(http://kuliah.wikidot.com/deterjen-sabun).
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Pembuatan sabun komersial di Amerika kolonial dimulai pada tahun 1608 dengan datangnya beberapa pembuat sabun di kapal kedua dari Inggris untuk mencapai Jamestown, Virginia. Bagaimanapun, untuk beberapa tahun, pembuatan sabun pada dasarnya tinggal pekerjaan rumah tangga. Akhirnya, pembuat sabun profesional mulai biasa mengumpulkan pemborosan lemak dari rumah tangga, di perubahan untuk beberapa sabun.
Sains dari pembuatan sabun modern lahir 20 tahun kemudian dengan pemjelajahan oleh Michel Eugene Chevreul, kimiawan Perancis lainnya, dari kimia alam and lemak yang terkait, gliserin dan asam lemak. Penelitiannya yang tidak bisa dipungkiri dasar untuk lemak dan bahan kimia sabun.
Bahan kimia dari manufaktur sabun dasarnya sama sampai tahun 1916, ketika deterjen sintetik pertama berkembang di Jerman di jawaban ke Perang Dunia I - berkaitan kekurangan lemak untuk membuat sabun. Deterjen sederhana, deterjen sintetis adalah pembersih non-sabun dan produk pembersih itu adalah menjadi satu atau mengambil bersama dari jenis bahan mentah. Penjelajahan dari deterjen juga diterbangkan oleh kebutuhan untuk alat kebersihan itu, tidak seperti sabun, tidak akan dikombinasi dengan garam mineral di air untuk membentuk sesuatu yang tidak dapat dipecahkan diketahui itu adalah dadih sabun. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sabun)
Deterjen sintentik dikembangkan setelah Perang Dunia II. Seperti sabun, detergen adalah surfaktan anionik – garam daru sulfonat atau sulfat berantai panjang dari natrium (RSO3- Na+ dan ROSO3- Na+). Detergen mempunyai keunggulan dalam hal tidak mengendap bersama logam dalam air. (Fessenden & Fessenden.1982 : 412)
Detergen sintetik mempunyai sifat-sifat mencuci yang baik dan tidak membentuk garam-garam tidak larut dengan ion-ion kalsium dari magnesium yang biasa terdapat dalam air sadah. Deterjen sintetik mempunyai keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat asam kuat, oleh karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang mengendap suatu karakteristik yang tidak nampak pada sabun.
Unsur kunci dari deterjen adalah bahan surfaktan atau bahan aktif permukaan yang bereaksi dalam menjadikan air menjadi basah (wetter) dan sebagai bahan pencuci yang lebih baik. Surfaktan terkonsentrasi pada batas permukaan antara air dengan gas (udara), padatan-padatan (debu) dan cairan-cairan yang tidak dapat bercampur (minyak). Hal ini terjadi karena struktur “Amphiphilic” yang berarti bagian yang satu dari molekul adalah suatu yang bersifat polar atau gugus ionik (sebagai kepala) dengan afinitas yang kuat untuk air dan bagian lainnya suatu hidrokarbon (sebagai ekor) yang tidak suka air. (http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-lingkungan/)
Produksi deterjen rumah tangga di Amerika Serikat dimulai di awal tahun 1930-an, tetapi tidak benar-benar membuka sampai akhir Perang Dunia II. Waktu perang berhentinya persediaan lemak dan minyak juga militer membutuhkan untuk alat kebersihan itu akan bekerja di air laut kaya mineral dan di air dingin mempunyai lebih lanjut merangsang meneliti di deterjen.
Deterjen pertama digunakan terutama untuk mencuci piring dan mencuci baju bahan lembut. Penerobosan di perkembangan dari detergen untuk mencuci baju serba guna digunakan muncul pada tahun 1946, ketika deterjen pembangun (berisi surfaktan/kombinasi pembangun)dikenalkan di Amerika Serikat. Surfaktan adalah produk deterjen bahan pembersih dasar, saat pembangun membantu surfaktan untuk bekerja lebih efisien. Senyawa fosfat digunakan sebagai pembangun di detergen ini sangat meningkat perfomanya, membuat mereka cocok untuk mencuci baju dengan tingkat kekotoran berat.
Di tahun 1953, penjualan deterjen di negara tersebut melebihi sabun. Kini, detergen memiliki semua tetapi menggantikan produk dengan dasar sabun untuk mencuci baju, mencuci piring dan pembersih rumah tangga. Deterjen (sendiri atau berkombinasi dengan sabun) adalah juga penemuan di banyak dari penggunaan batangan dan cair untuk pembersih pribadi.
Sejak prestasi deterjen dan bahan kimia pembangun itu, aktivitas produk baru memiliki lanjutan utntuk fokus ke membangun produk pembersih praktis dan mudah untuk digunakan, juga menyelamatkan konsumen dan untuk lingkungan. Beberapa penemuan tersebut adalah:
1. Tahun 1950-an
• Pencuci piring otomatis bubuk
• Sabun pencuci baju cair, pencuci piring tangan dan produk pembersih serba guna
• Deterjen dengan pemutih oksigen
2. 1960-an
• Pracuci kotoran dan penghilang noda
• Bubuk pencuci baju dengan enzim
• Prarendam dengan enzim
3. 1970-an
• Sabun cuci tangan cair
• Pelembut kain (ditambah lembaran dan putaran cuci)
• Produk multifungsi (contoh, deterjen dengan tambahan pelembut kain)
4. 1980-an
• Deterjen untuk pencucian dengan air dingin
• Pencuci piring otomatis cair
• Pencuci baju konsentrat bubuk
5. 1990-an
• Deterjen bubuk dan cair ultra (superkonsentrat)
• Pelembut kain ultra
• Pencuci piring otomatis gel
• Produk pencuci baju dan pembersih refil

IV. Alat dan Bahan
4.1 Alat yang Dipakai
4.1.1 Beaker Gelas 250 ml
4.1.2 Gelas pengaduk
4.1.3 Penangas air
4.1.4 Kompor listrik
4.1.5 Tabung reaksi
4.1.6 Kertas saring
4.1.7 Kertas tissue
4.2 Bahan yang Dipakai
4.2.1 Lemak, Minyak, NaOH 3M, Ethyl alcohol, PP, Sabun serbuk, Larutan Mg2+, Minyak kapas, HCL 3M, dan Detergen padat
4.2.2 Milk instat
4.3 Gambar alat utama yang dipakai dalam percobaan







V. Cara Kerja
5.1 Pembuatan Sabun

masukkan

beaker gelas tambahkan
tambahkan

mengaduk
memanaskan
air mendidih
mengurangi api
penangas air
mengaduk
komponen dalam beaker gelas tidak terpisah
volume terkurangi
menambahkan

memindahkan
material dengan bantuan gelas pengaduk
melarutkan
+ tabung reaksi
mengocok
busa baik dan tidak ada lemak
menambahkan


beaker gelas +

sabun terpisah ke dalam lapisan homogen. Biarkan dingin, meninggalkan cake ketika padat
menyaring
kertas tissue


5.2 rekasi sabun

menambahkan

mengamati kembali


melarutkan
tabung reaksi terpisah
menambahkan




mengisi
tabung reaksi
menambahkan

menutup tabung, mengocok
mengamati
menambahkan
mencatat dan interpretasi
melarutkan


melakukan kembali


menambahkan

menutup tabung
mengocok
mengamati


5.3 reaksi detergen synthetic


menambahkan


tabung lain, menambahkan


menguji




mengisi
2 tabung reaksi
menambahkan
tabung 1
menambahkan



mengisi
2 tabung reaksi
menambahkan

menutup dan mengocok
menambahkan



melarutkan
tabung reaksi
menambahkan

5.4 eksperimen dengan detergen mengandung enzim

memasukkan
3 tabung reaksi

tabung 1 tabung 2 tabung 3
menambahkan




mencampurkan
besker gelas+ air, suhu 40oC

mencatat perubahan terhadap waktu

V. Hasil Percobaan dan Pembahasan
5.1 Hasil Percobaan
1. Pembuatan Sabun
No Perlakuan Hasil
a. 10 gr lemak (minyak wijen) + 30 ml NaOH 3M + 40 ml ethyl alkohol Larutan berwarna coklat.
b. Larutan diaduk dan dipanaskan Terdapat busa coklat
c. Pemanasan selama 30 menit Warna menjadi putih kekuningan
d. Dilakukan penyaringan Warna menjadi putih susu (terdapat busa)

2. Reaksi sabun
No Perlakuan Hasil
a. Melarutkan sejumlah kecil sabun yang dibuat dan sabun serbuk dalam tabung dengan masing-masing setengah penuh air hangat + setetes Phenolphthalin. Warna menjadi sabun buatan menjadi ungu, sedangkan warna sabun serbuk juga menjadi ungu tetapi lebih pekat.
b. Melarutkan sabun buatan dan sabun serbuk dalam tabung reaksi dengan masing-masing setengah penuh aquades dan ditambah beberapa tetes larutan encer Mg2+ dan Ca2+. Warna sabun buatan menjadi putih keruh, sementara warna sabun sinthetyc agak keruh.
c. Mencampur Sabun buatan dan sabun serbuk dalam tabung reaksi masing-masing dengan setengah penuh aquades hangat dan minyak wijen Sabun buatan berwarna keruh dan terdapat endapan minyak wijen; sabun serbuk terdapat endapan minyak wijen dan warnanya lebih keruh.
d. Mencampur Sabun buatan dan sabun serbuk dalam tabung reaksi masing-masing dengan setengah penuh aquades hangat dan 2 ml HCl 3M. Warna sabun buatan putih keruh, sementara warna sabun serbuk menjadi agak keruh kebiruan.

3. Reaksi Detergent Synthetic
No Perlakuan Hasil
a. Detergen padat dan detergen cair masing-masing dilarutkan dalam tabung reaksi dengan setengah penuh aquades dan ditambah beberapa tetes Phenolphthalin Warna larutan detergen padat menjadi ungu atau merah bella, sedangkan warna larutan detergen cair menjadi putih bening
b. Detergen padat dan detergen cair masing-masing dilarutkan dalam tabung reaksi dengan setengah penuh aquades dan ditambah beberapa tetes larutan encer Mg2+ dan Ca2+. Warna larutan detergen padat menjadi bening (putih bening), sedangkan warna larutan detergen cair menjadi putih agak keruh.
c. Detergen padat dan detergen cair masing-masing dilarutkan dalam tabung reaksi dengan setengah penuh aquades hangat dan I ml minyak wijen Larutan larutan detergen padat menjadi putih bening kebiruan, sedangkan larutan detergen cair berwarna putih bening.
d. Sabun buatan dan sabun serbuk masing-masing dicampur dengan aquades hangat dan ditambahkan 2 ml HCl 3M. Warna sabun buatan putih keruh, sementara warna sabun serbuk menjadi agak keruh kebiruan.

5.2 Pembahasan
Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Banyak jenis sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80–100 °C melalui suatu proses yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah.
Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun. Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.
Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan menghasilkan gliserol dan garam yang disebut sebagai sabun. Asam lemak yang digunakan yaitu asam lemak tak jenuh, karena memiliki paling sedikit satu ikatan ganda diantara atom-atom karbon penyusunnya dan bersifat kurang stabil sehingga sangat mudah bereaksi dengan unsure lain. basa alkali yang digunakan yaitu basa-basa yang menghasilkan garam basa lemah seperti Naoh, Koh, Nh4oh, k2co3 dan lainnya. Sabun, menjadi produk berasal dari garam asam karboksilat yang tinggi.
Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin. Reaksi penyabunan tersebut adalah sebagai berikut:
C3H5(OOCR)3 + 3 NaOH -> C3H5(OH)3 + 3 NaOOCR
Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Pada praktikum “Sabun, Detergen Syntetik, dan Detergen Mengadndung Enzim” dilakukan tiga sub percobaan. Percobaan tersebut adalah Pembuatan sabun, reaksi sabun, dan reaksi etergen sintetik.
Pada percobaan pertama dilakukan pembuatan sabun dari minyak tumbuhan. Minyak tumbuhan yang digunakan adalah minyak wijen. Langkah pertama yang dilakukan adalah memasukkan 10 gram/10 ml minyak wijen ke dalam gelas beaker 250 ml dengan menambahkan 30 ml NaOH 3M dan 40 ml ethyl alkohol. Campuran yang terbentuk berwarna coklat. Campuran diaduk dan dipanaskan ke dalam penangas air selama 30 menit. Saat dilakukan pemanasan, campuran tetap berwarna coklat, tetapi terdapat busa dengan warna yang sama. Pemanasan dan pengadukan kemudian dilakukan secara perlahan atau dikurangi agar komponen dalam beaker gelas tidak terpisah satu sama lain. Setelah pemanasan selama 30 menit, warna menjadi putih kekuningan. Larutan dibiarkan agar menjadi dingin atau suhu larutan turun. Kemudian dilakukan penyaringan melalui corong dengan menggunakan kertas saring. Setelah penyaringan, substrat yang tidak tersaring berwarna putih susu, terdapat busa. Sedangkan cairan yang tersaring, berwarna agak kekuningan. Substrat yang tidak tersaring inilah yang merupakan gumpalan sabun.
NaOH merupakan basa lemah (alkali) dan ethyl alcohol berperan sebagai bahan baku pembuatan sabun. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. Sabun yang dibuat dengan bahan baku NaOH merupakan sabun yang berbentuk padat.
O O
║ ║
R – C – O–Na+ + H – OH R – C – OH + Na+OH–
sabun alkali
Sedangkan larutan garam (NaCl) merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Sabun yang dibuat dengan bahan alkali, cenderung susah larut dalam air dan larutannya agak basa karena adanya hidrolisis parsial. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.
Sabun dapat dibuat dengan cara menghidrolisis lemak atau minyak dalam kondisi basa untuk menghasilkan garafm karboksilat.
Ester dari Trihidroksi alkohol + NaOH = gliserol + sabun
Sabun = RCOONa + R’COONa + R”COONa
Sabun merupakan garam dari asam lemak seteglah terjadi hidrolisis ester trigliserol. Biasanya merupakan campuran garam karboksilat yang memiliki 12, 14, 16 dan 18 atom karbon rantai lurus.
Pada percobaan kedua yaitu Reaksi Sabun, dilakukan percobaan dengan salah satu bahan dari sabun yang telah dibuat. Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Melarutkan sebagian kecil dari sabun yang telah dibuat dan sabun serbuk dalam tabung terpisah masing-masing dengan setengah penuh aquades hangat dan ditambah Phenolphthalin beberapa tetes. Pada tabung reaksi yang berisi sabun buatan dengan aquades dan PP, tampak bahwa larutan berwarna ungu. Sedangkan pada tabung reaksi yang berisi sabun serbuk, larutan juga berwarna ungu, tetapi lebih pekat. Pada percobaan digunakan aquades hangat untuk mempercepat kelarutan. Penambahan PP dimaksudkan untuk mengetahui bahwa sabun merupakan basa, mampu melarutkan lemak.
2. Melarutkan sabun buatan dan sabun serbuk dalam tabung reaksi dengan masing-masing setengah penuh aquades dan ditambah beberapa tetes larutan encer Mg2+ dan Ca2+. Dari percobaan dihasilkan warna sabun buatan menjadi putih keruh, sementara warna sabun sinthetyc agak keruh. Mg2+ dan Ca2+ memiliki peranan dalam pembuatan sabun. Keduanya merupakan unsur golongan IIA, merupakan logam alkali. Alkali sebagian besar digunakan dalam pembuatan sabun, karena merupakan unsur atau senyawa yang mampu menetralkan lemak atau minyak. Penambahan Mg2+ dan Ca2+ dimaksudkan untuk mempercepat kelarutan minyak dalam sabun. Pada percobaan tidak dilakukan ketelitian terhadap ukuran sampel sabun sintetik maupun sabun buatan, sehingga hasil yang didapatkan terdapat perbedaan kelarutan minyaknya.
3. Mencampur sabun buatan dan sabun serbuk dalam tabung reaksi masing-masing dengan setengah penuh aquades hangat dan minyak wijen. Dari percobaan dihasilkan sabun buatan berwarna keruh dan terdapat endapan minyak wijen; sabun serbuk terdapat endapan minyak wijen dan warnanya lebih keruh. Pada percobaan tidak dilakukan ketelitian terhadap kadar atau jumlah dari sampel sabun yang diuji, sehingga hasil keduanya memiliki perbedaan dalam hal kelarutan. Pada larutan sabun buatan terlihat keruh dan terdapat endapan minyak wijen, sedangakan pada larutan sintetik lebih keruh dan terdapat endapan minyak wijen. Kekeruhan tersebut juga terlihat dengan adanya busa yang lebbih banyak pada sabun sintetik daripada pada larutan sabun buatan. Hal ini menunjukkan daya untuk melarutkan lemak atau minyak lebih baik pada larutan sabun sintetik. Penggunaan aquades hangat dalam percoabaan dimaksudkan untuk mempercepat pelarutan.
4. Mencampur Sabun buatan dan sabun serbuk dalam tabung reaksi masing-masing dengan setengah penuh aquades hangat dan 2 ml HCl 3M. Warna sabun buatan putih keruh, sementara warna sabun serbuk menjadi agak keruh kebiruan. HCl merupakan senyawa asam, sedangkan sabun merupakan senyawa basa. Uji ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penetralan asam dan basa. Penggunaan aquades hangat dalam percoabaan dimaksudkan untuk mempercepat pelarutan.
Keempat langkah percobaan di atas bertujuan untuk membandingkan hasil penetralan atau pelarutan dari masing-masing sabun terhadap indicator yang digunakan.
Percobaan yang terakhir adalah reaksi detergen sintetik. Percobaan ini dilakukan dengan 4 sub percobaan. Percobaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Detergen padat dan detergen cair masing-masing dilarutkan dalam tabung reaksi dengan setengah penuh aquades dan ditambah beberapa tetes Phenolphthalin. Percobaan ini menghasilkan hasil uji sebagai berikut: warna larutan detergen padat menjadi ungu atau merah bella, sedangkan warna larutan detergen cair menjadi putih bening. Penambahan PP dimaksudkan untuk mengetahui bahwa sabun merupakan basa, mampu melarutkan lemak. Berdasarkan hasil percobaan, sabun sintetik merupakan basa kuat, lebih kuat daripada sabun buatan. Hal ini bias diamati Karena tidak ada ketelitian dalam kadar atau jumlah dari masing-masing sampel sabun yang digunakan dalam percobaan.
2. Detergen padat dan detergen cair masing-masing dilarutkan dalam tabung reaksi dengan setengah penuh aquades dan ditambah beberapa tetes larutan encer Mg2+ dan Ca2+. Warna larutan detergen padat menjadi bening (putih bening), sedangkan warna larutan detergen cair menjadi putih agak keruh. Mg2+ dan Ca2+ merupakan unsur golongan IIA, merupakan logam alkali. Alkali sebagian besar digunakan dalam pembuatan sabun, karena merupakan unsur atau senyawa yang mampu menetralkan lemak atau minyak. Penambahan Mg2+ dan Ca2+ dimaksudkan untuk mempercepat kelarutan minyak dalam sabun. Pada percobaan tidak dilakukan ketelitian terhadap ukuran sampel sabun sintetik maupun sabun buatan, sehingga hasil yang didapatkan terdapat perbedaan perbedaan reaksi antar keduanya.
3. Detergen padat dan detergen cair masing-masing dilarutkan dalam tabung reaksi dengan setengah penuh aquades hangat dan I ml minyak wijen. Larutan larutan detergen padat menjadi putih bening kebiruan, sedangkan larutan detergen cair berwarna putih bening. Penambahan aquades hangat dalam percobaan bertujuan untuk mempercepat pelarutan. Minyak wijen merupakan lemak atau minyak, yang dalam percobaan ini digunakan untuk menguji reaksi pelarutan dari masing-masing sampel sabun yang diuji.
4. Sabun buatan dan sabun serbuk masing-masing dicampur dengan aquades hangat dan ditambahkan 2 ml HCl 3M. Warna sabun buatan putih keruh, sementara warna sabun serbuk menjadi agak keruh kebiruan. Uji ini untuk menunjukkan bagaimana basa (sabun) bereaksi dengan asam (HCl). Penggunaan aquades hangat bertujuan untuk mempercepat kelarutan.
Dari percobaan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa fenomena larutnya minyak alam larutan sabun, tidak lepas dari gaya tarik menarik molekul. Gaya tarik antara dua molekul polar (gaya tarik dipol-dipol) menyebabkan larutan polar larut dalam larutan polar. Molekul polar mempunyai dipol yang permanen sehingga menginduksi awan elektron non polar sehingga terbentuk dipol terinduksi, maka larutan nonpolar dapat larut dalam non polar.
Contoh fenomena terjadi saat mencuci tangan menggunakan sabun. Saat pencucian tangan, air yang merupakan senyawa polar menginduksi awan elektron sabun sehingga dapat membantu larutnya asam lemak/minyak yang juga merupakan senyawa non polar.

VI. Kesimpulan
1. Dari percobaan dengan memasukkan 10 gram/10 ml minyak wijen ke dalam gelas beaker 250 ml dengan menambahkan 30 ml NaOH 3M dan 40 ml ethyl alcohol, diperoleh hasil substrat yang tidak tersaring berwarna putih susu, terdapat busa, Sedangkan cairan yang tersaring, berwarna agak kekuningan. Substrat yang tidak tersaring inilah yang merupakan gumpalan sabun. NaOh berperan sebagai alkali atau basa lemah. Sedangkan larutan garam (NaCl) merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun.
2. Pada percobaan kedua, menguji sabun sintetik dan sabun buatan masing-masing dengan PP, Mg2+ dan Ca2+, minyak wijen dan HCl, menunjukkan bahwa sabun mampu melrutkan lemak. Sabun bersifat basa.
3. Untuk menguji kelarutan minyak dalam air, digunakan minyak, sabun hasil dari percobaan 1 dan detergent padat. Larutnya minyak dalam larutan sabun, tidak lepas dari gaya tarik menarik molekul. Gaya tarik antara dua molekul polar ( gaya tarik dipol-dipol) menyebabkan larutan polar larut dalam larutan polar. Molekul polar mempunyai dipol yang permanen sehingga menginduksi awan elektron non polar sehingga terbentuk dipol terinduksi, maka larutan nonpolar dapat larut dalam non polar.
4. Pada uji reaksi sabun sintetik, menunjukkan bahwa detergen padat lebih cepat melarutkan lemak daripada detergen cair.

Daftar Pustaka
http://kuliah.wikidot.com/deterjen-sabun
http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun
http://arifqbio.multiply.com/journal/item/17/Seri_Pengantar_Biokimia_III
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-lingkungan/pencemaran_lingkungan/sabun-dan-deterjen/
http://yprawira.wordpress.com/reaksi-saponifikasi-pada-proses-pembuatan-sabun/
Campbell, N.A.Reece, J.B.Mitchell, L.G. (2002). Biologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Fessenden & Fessenden, 1982. Kimia Organik. Jilid 2. Erlangga. Jakarta
Hart, Harold. 1983. Kimia Organik. Jakarta. Erlangga
Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga
Tim Biokimia.2009. Petunjuk Praktikum Biokimia. Jember : Universitas Jember

Analisis Urine (Laporan Praktikum Biokimia)

I. Analisis Urine
Oleh Kedawung Senja (080210193047-P.Bio Unej)
II. Tujuan Percobaan
2.1 Untuk melakukan tes untuk menunjukkan hasil metabolisme normal di dalam urine.
2.2 Untuk melakukan tes untuk menunjukkan zat-zat abnormal atau pathologi di dalam urine.
2.3 Untuk mendemonstrasikan perilaku buffer urine.

III. Tinjauan Pustaka
Cairan ekstra sel menyusun lingkungan internal sel-sel tubuh. Dalam medium ini sel-sel melakukan aktivitas vitalnya. Karena perubahan pada cairan ekstrasel pasti mengakibatkan perubahan cairan dalam sel dan dengan demikian juga perubahan fungsi sel, maka penting untuk fungsi normal sel-sel bahwa susunan cairan ini relatif konstan.
Lingkungan internal terutama diatur oleh dua pasang organ: paru-paru, yang mengatur konsentrasi oksigen dan CO2; dan ginjal, yang mempertahankan susunan optimal kimia cairan tubuh. Ginjal adalah snatu organ yang tidak hanya membuang sampah metabolisme tetapi sebenarnya melakukan fungsi homeostatik yang sangat penting. Ginjal juga memiliki kapasitas metabolik yang besar.

Peranan Ginjal dalam Homeostatis
Pengaturan lingkungan internal oieh ginjal adalah suatu gabungan 3 proses:
• fikrasi plasma darah oleh glomerulus;
• absorpsi kembali selektif zat-zat seperti garam, air, gula sederhana dan asam amino oleh tubulus yang diperlukan untuk mempertahankan lingkungan internal atau untuk membantu proses-proses metabolik; dan
• sekresi zat-zat oleh tubulus dari darah ke dalam lumen tubulus untuk dieksresikan ke dalam urin. Proses ini mengikutsertakan penahanan kalium, asam urat, anion organik, dan ion hidrogen. Tugasnya untuk memperbaiki komponen buffer darah dan untuk mengeluarkan zat-zat yang mungkin merugikan.

Stuktur nefron
Urin dibentuk oleh penggabungan 3 proses tersebut di atas. Unit anatomi yang melakukan fungsi ini adalah nefron. Tiap-tiap ginjal memiliki sekitar 1 juta nefron.
Darah dihantarkan dari aorta melalui arteri renalis dan cabang-cabang arteria renalis ke arterioli afferen. Tepat distal dari stuktur ini adalah glomerulus, suatu jaringan kapiler yang menyerupai jumbai yang terdiri atas unit penyaringan. Kapiler ini bergabung untuk membentuk arteriole efferen, suatu pembuluh darah dengan dinding ototyang karenanya mampu mengubah diameter lumennya. Arteriole efferen segera membagi lagi menjadi kapiler kedua yang mengelilingi bagian lainnya dari nefron.
Jumbai glomerulus terletak dalam kapsula Bowman, suatu kantung epitel berdinding rangkap yang merupakan bagian dari sistem tubulus paling proksimal. Kapsula Bowman langsung berubah menjadi tubulus kontortus proksimalis dan dari sini menjadi komponen-komponen berikutnya: tubulus rektus proksimalis dan lengkung Henle sendiri, terdiri dari pars descendens, pars decendens yang tipis, dan pars decendens yang tebal. Yang terakhir terletak dalam medulla dan korteks ginjal. Pars ascendens yang tebal dari lengkung Henle berubah menjadi tubulus kontortus distalis, tubulus kolligens kortikal, dan tubulus kolligens medulla dan papila. Tiap-tiap bagian sistem tubular ini mempunyai fungsiyang spesifik.

Filtrasi
Langkah pertama pembentukan urin adalah filtrasi plasma darah. Volume darah yang besai, kira-kira 1 liter/menit (atau 25% dari seluruh curah jantung waktu istirahat), mengalir melalui ginjal. Jadi, dalam 4-5 menit volume darah yang sama besarnya dengan volume darah total nielewati sirkulasi ginjal. Ini dirnungkinkan oleh sistem sirkulasi yang sangat luas dalam organ ini. Dengan pernyataan yang sama, ginjal khususnya gampang rusak oleh penyakit vaskuler yang merata.
Pembentukan filtrat glomerulus adalah prose yang terutama diatur oleh jumlah aljabar dari selisih tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik trans kapiler. Kemungkinan terakhir telah memungkinkan pengukuran secara langsung kekuatan-kekuatan hidrostatikyang dipersoalkan. Di bawah pengaturan keadaan hidropenik, tekanan hidrostatik kapiler glomerulus rata-rata 45 mmHg atau kira-kira 40% dari tekanan aorta rata-rata. Tekanan hidrostatik tubulus rata-rata 10 mmHg jadi terdapat tekanan hidrostatik sebesar 35 mmHg yang tampaknya tidak berubah sepanjang seluruh kapiler. Tekanan onkotik dalam kapiler naik dari sekitar 20 mmHg pada permulaan menjadi 35 mml Ig pada ujung glomelurus. Jadi keuntungan tekanan filtrasi ~ 15 mmHg timbul pada permulaan kapiler dan berkurang sewaktu darah mengalir melalui glomelurus.
Pengaturan filtrasi dianggap mempunyai hubungan dengan aliran plasma karena ia mempengaruhi cara meningkatnya tekanan onkotik glomerulus. Selain itu, dipikirkan bahwa modifikasi luas permukaan untuk filtrasi dapat terjadi oleh bertambahnya atau berkurangnya jumlah kapileryang dilalui oleh aliran darah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi filtrasi adalah obstruksi jalan arteri yang menuju ke glomerulus, kenaikan tekanan interstitial seperti yang dapat disebabkan oleh suatu proses peradangan, dan kenaikan resistensi untuk mengalir dalam sistem tubulus seperti oleh obstruksi tubulus kolligens, ureter, atau uretra. Membranglomerulus juga dapat dirusak oleh penyakit sehingga tidak dapat berfungsi sebagai saringan untuk darah. Akhirnya kapiler dapat tersumbat seluruhnya dan karena itu tidak terpakai dalam sirkulasi aktif. Selama berlangsungnya penyakit seperti ini, sel-sel darah dan proteinplasma akan merembes melalui kapiler yang rusak dan akan diekskresi ke dalam urine.

Laju filtrasi glomerulus
Pada orang dewasa normal, 1 liter darah difiltrasi tiap menit oleh kerja sama 2 juta n'efron kedua ginjal, dan 120 ml/menit filtrat glomerulus dibentuk pada kapsul bowman. Laju filtrasi glomerulus pada orang dewasa oleh karena itu adalah sekilar 120 ml/menit. Secara kimia, filtrat glomerulus pada hakekatnya adalah cairan ekstra selyang bebas protein atau filtrat seluruh darah yang bebas protein dan sel.

Kerja tubulus
Susunan urine sangat berbeda dari filtrat glomerulus. Juga terdapat perbedaan yang sangat besar antara volume cairan yang dibentuk pada glomerulus tiap menit dan jumlah yang sampai di papila dalam waktu yang sama. Glomeruli berperan hanya sebagai saringan; susunan filtrat glomerulus karena itu ditentukan semata-mata oleh permeabilitas membran kapiler terhadap zat-zat dari darah. Sebagai akibat, filtrat glomerulus mengandung banyak zat yang penting untuk metabolisme normal, seperti air, glukosa, asam amino, dan elektrolit, serta zat-zat yang hams diekskresi dan diulang seperti urea, kreatinin dan asam urat. Lagi pula, dalam berbagai keadaan, lebih banyak atau lebih sedikit jumlah zat-zat esensial ditahan sesuai dengan kebutuhan untuk mempertahankan ketetapan dalam likunganinternal. Fungsi ginjal yang sangat selektif ini adalah tugas tubulus. Dengan absorbsi kembali dan sekresi, tubulus mengubah filtrat glomerulus dan dengan demikian menghasilkan urine.
Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa.
Analisis urin secara fisik meliputi pengamatan warna urin, berat jenis cairan urin dan pH serta suhu urin itu sendiri. Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi analisis glukosa, analisis protein dan analisis pigmen empedu. Untuk analisis kandungan proteinm ada banyak sekali metode yang ditawarkan , mulai dari metode uji millon sampai kuprisulfa dan sodium basa. Yang terakhir adalah analisis secara mikroskopik, sampel urin secara langsung diamati dibawah mikroskop sehingga akan diketahui zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin tersebut, misalnya kalsium phospat, serat tanaman, bahkan bakteri.

IV. Alat dan Bahan
4.1 Alat yang Dipakai
4.1.1 pipet tetes, tabung reaksi, pHmeter atau pH paper
4.1.2 kompor listrik atau penangas air
4.2 Bahan yang Dipakai
4.2.1 Urine, urine orang tidak normal, seperti sakit DM, hamil, dll
4.2.2 HNO3 encer, AgNO3 encer, HCl encer, ammonium molybdate
4.2.3 Glukosa oksidase, Bennedict, CH3COOH encer.
4.3 Gambar alat utama









V. Cara Kerja
Tes untuk zat-zat yang terdapat dalam urine
a. pH


melakukan uji dengan kertas lakmus

hasil
b. Chlorida

ditambahkan
asam nitrat encer
tambahkan
larutan perak nitrat
Endapan putih menunjukkan klorida.

c. Sulfat

asamkan
HCl encer
menambahkan
Endapan putih mengindikasikan adanya sulfat.


d. Phosphates

mengasamkan
asam nitrat encer
menambahkan


meletakkan
beaker gelas + air 60oC
Warna endapan kuning ke hijau mengindikasikan adanya Phosphate.

e. Uji Gula (Glukosa) dalam Urine

menguji
potongan kertas atau alat uji lain yang mengandung glukosa oksidase
mencatat hasil
menambahkan

meletakkan
penangas air – mencatat hasilnya.

f. Uji Albumin dalam Urine

Menguji
Potongan ke rtas + reagen
Mencatat hasil
mengisi
tabung reaksi
memanaskan sampai keruh
menambahkan
5 % asam asetat. Keruh menandakan adanya albumin.

Data Analisa Urine
Jenis Uji Hasil Analisa
Sampel Normal Sampel Lain komponen Normal
pH
Chlorida
Sulfat
phosphat
Glukosa (kertas glukosa oksidase)
Gula
Albumin(tes strips)
Albumin (heating test)

V. Hasil Percobaan dan Pembahasan
5.1 Hasil Percobaan
Data analisa urine
Jenis Uji Hasil Analisa
Sampel Normal Urine Wanita Hamil apakah komponen ini normal?
pH 5 (lima) 6 (enam) normal
Chlorida Ada endapan Ada endapan klorida
Sulfat Putih keruh tidak ada endapan Kuning bening ada endapan sulfat
phosphat Tidak dilakukan percobaan Tidak dilakukan percobaan
Glukosa (kertas glukosa oksidase) Tidak dilakukan percobaan Tidak dilakukan percobaan
Gula (Benedict) Warna hijau bening, tidak ada endapan Warna coklat dan terdapat endapan
Albumin(tes strips) Larutan jernih tidak ada endapan albumin Tidak ada albumin normal
Albumin (heating test) Larutan jernih, tidak ada albumin Tidak ada albumin
Catatan:
Sampel urine orang normal berwarn aputih kekuningan;
Sampel urine wanita hamil berwarna kuning bening agak oranye.
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh (http://wikipediaindonesia.com). Dalam mempertahankan homeostasis tubuh peranan urin sangat penting, karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin. Selain urin juga terdapat mekanisme berkeringat dan juga rasa haus yang kesemuanya bekerja sama dalam mempertahankan homeostasis ini.
Urine atau air seni dihasilkan daalam proses penyaringan darah dan ginjal. Kandungan urine bergantung keadaan kesehatan daan makanan sehari-hari yang dikonsumsi oleh masing-masing individu. Individu normal meempunyai pH antara 5 sampai 7. Banyak faktor yang memperngaruhi pH urine seseorang adalah makanan sehari-hari, tempoh selepas pengutipan sampei, infeksi saluran urinary dan ketidakseimbangan hormonal. Warna urine dalah kuning keemasan yang dianggap berasal dari emas. Ciri-ciri warna air seni yang tidak sehat yaitu:
1. Merah muda, merah atau kecoklatan, hal ini karena terdapat darah dalam air seni yang diakibatkan infeksi, peradangan atau suatu pertumbuhan pada saluran kemih, serta bahan pewarna makanan juga bisa menyebabkan warna air seni lebih pekat dari biasanya.
2. Kuning gelap atau oranye, hal ini disebbakan jika kekurangan air minum dan kekurangan cairan karena diare, muntah atau banyak keringat.
3. Coklat bening dan gelap, hal ini terjadi karena penyakit kuning akibat gangguan pada hati atau empedu (Hepatitis).
4. Hijau atau biru, disebabkan sebagian besar akibat bahan pewarna makanan atau obat yang dikonsumsi, tetapi jika konsumsi terhadap makanan atu obat tersebut dikurangi, maka warna urine bisa kembali normal.
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang “kotor”. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnyapun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir tidak berbau ketika keluar dari tubuh. Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh, bakteri akan mengkontaminasi urin dan mengubah zat-zat di dalam urin dan menghasilkan bau yang khas, terutama bau amonia yang dihasilkan dari urea.
Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa.
Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui urinalisis, yaitu suatu metode analisis zat-zat yang dimungkinkan terkandung di dalam urin.
Pada proses urinalisis terdapat banyak cara metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin. Analisis urin dapat berupa analisis fisik, analisi kimiawi dan anlisis secara mikroskopik.
Analisis urin secara fisik meliputi pengamatan warna urin, berat jenis cairan urin dan pH serta suhu urin. Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi analisis glukosa, analisis protein dan analisis pigmen empedu. Untuk analisis kandungan protein ada banyak sekali metode yang ditawarkan, mulai dari metode uji millon sampai kuprisulfa dan sodium basa. Yang terakhir adalah analisis secara mikroskopik, sampel urin secara langsung diamati dibawah mikroskop sehingga akan diketahui zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin tersebut, misalnya kalsium phospat, serat tanaman, bahkan bakteri.
Dalam praktikum dilakukan berbagai macam uji terhadap urine. Urine yang dipergunakan sebagai bahan dalam praktikum adalah terdiri dari dua sample, yaitu urine mormal dan urine wanita hamil.
Pada percobaan yang pertama, dilakukan uji pH terhadap urine. Uji pH bisa dilakukan dengan menggunakan kertas pH, kertas indicator universal atau dengan fenolftalein. Namun dalam praktikum digunakan kertas pH. Pada uji terhadap sample urine normal, skala kertas pH menunjukkan pH 5. Hal ini menunjukkan bahwa urine probandus adalah normal, sesuai dengan teori bahwa urine normal memiliki derajat keasaman 5 – 7.
Percobaan yang kedua adalah menguji ada tidaknya klorida dalam urine. Dalam percobaan atau uji klorida ini, digunakan masing-masing 5 ml sampel urine, masing-masing diasamkan dengan asam nitrat encer kemudian ditambahkan dengan beberapa tetes larutan perak nitrat hingga terlihat terbentuk endapan berwarna putih. Setelah penambahan beberapa reagen tersebut warna urine berubah. Urine yang sebelumnya berwarna kuning bening berubah menjadi kuning keruh dan terdapat endapan kuning pekat. Hasil pengamatan yang menunjukkan adanya endapan tersebut membuktikan bahwa kinerja organ hati dari kedua orang tersebut (kedua orang yang diambil sampel urinnya) kurang normal sehingga proses netralisir yang dilakukan terhadap zat-zat tertentu menjadi tidak berlangsung sempurna. Klorida merupakan ion yang terbentuk sewaktu unsur klor mendapatkan satu electron untuk membentuk suatu anion. Chlorida yang terdapat dalam urine berasal dari makanan yang mengandung garam (NaCl).
Percobaan ketiga adalah menguji adanya sulfat dalam urine. Percobaan atau uji ini dilakukan dengan mengasamkan masing-masing 5 ml sampel urine menggunakan HCl encer dan ditambahkan dengan Barium klorida (BaCl2). Pengamatan menunjukkan bahwa pada urine wanita hamil, urine menjadi keruh dan terdapat sedikit endapan setelah ditambah dengan reagen-reagen tersebut. Endapan putih karena adanya endapan BaSO4 dari belerang etereal yang memiliki senyawa sulfat akan bereaksi dengan BaCl2. Endapan putih BaSO4 yang dimaksud menunjukkan bahwa urine wanita hamil yang dijadikan sampel mengandung sulfat. Sulfat merupakan salah satu bahan yang terlarut dalam urine. Sulfat etereal di dalam urin merupakan ester sulfat organik (R-O-SO3H) yang dibentuk di dalam hati dari fenol endogen dan eksogen, yang mencakup indol, kresol, esterogen, steroid lain, dan obat-obatan. Zat-zat organik tersebut berasal dari metabolisme protein atau pembusukan protein dalam lumen usus. Semuanya terurai pada pemanasan dengan asam. Jumlahnya 5-15 % dari belerang total urin. Sedangkan pada urine orang normal setelah ditambah dengan barium klorida (BaCl2), urine menjadi keruh tetapi tidak ada endapan sulfat.
Percobaan keempat adalah uji gula (glukosa) dalam urine. Uji saringan gluksa dalam urine aadalah petanda sseorang individu itu mempunyai penyakit, misalnya diabetes melitus. Adanya glukosa dalam urine individu yang normal biasanya pada individu yang mempunyai ambang glukosa rendah (glukosurid). Uji glukosa dilakukan dengan menambahkan 3 ml reagent benedict pada dua tabung reaksi dan menambahkan 10 tetes pada setiap sampel urine (orang normal dan orang hamil) pada tabung reaksi, kemudian meletakkan pada penangas air mendidih. Pada urine orang normal, setelah pencampuran dengan reagen benedict dan dilakukan pemanasan, urine berwarna hijau bening dan tidak ada endapan. Tetapi pada urine wanita hamil berwarna coklat dan terdapat endapan. Hasil pengamatan pada sampel urine wanita hamil menujukkan adanya kandungan glukosa dalam urine. Pereaksi Benedict yang mengandung kuprisulfat dalam suasana basa akan tereduksi oleh gula yang menpunyai gugus aldehid atau keton bebas (misal oleh glukosa), yang dibuktikan dengan terbentuknya kuprooksida berwarna merah atau coklat. Uji glukosa ini sering tidak valid jika reagen yang digunakan telah kedaluawarsa atau terbuka terlalu lama di udara dan bercampur dengan air.
Percobaan terakhir dari analisis urine adalah uji albumin dalam urine. Albumin merupakan suatu protein yang memiliki ukuran molekulnya cukup besar. Urine yang mengandung Albumin menandakan bahwa filtrasi yang dilakukan oleh ginjal tidak sempurna. Indikator adanya Albumin dalam urine ditandai dengan terdapatnya cincin putih diantara Asam nitrit pekat dan Urine. Albumin merupakan salah satu protein utama dalam plasma manusia dan menyusun sekitar 60% dari total protein plasma. Kadar albumin normal dalam urine berkisar antara 0-0,04 gr/L/hari. Keberadaan albumin dalam urin dengan jumlah yang melebihi batas normal, dapat mengindikasikan terjadinya gangguan dalam proses metabolisme tubuh. Uji ini dilakukan dengan memanaskan terlebih dahulu sampel urine yang akan digunakan. Sebelum dipanaskan urine berwarna kuning bening dan setelah dipanaskan, warna urine tetap putih bening meskipun telah ditambahkan asam asetat. Hal ini menunjukkan bahwa dalam urine keduanya, baik pada orang normal maupun orang hamil tidak mengandung albumin. Ini berarti kinerja ginjal kedua orang tersebut masih berfungsi dengan baik dan bisa menfiltrat protein yang masuk ke dalam ginjal.

VI. Kesimpulan
Dalam praktikum kali ini yaitu analisis urine, hasilnya adalah :
1. Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi.
2. Kandungan urine bergantung keadaan kesehatan daan makanan sehari-hari yang dikonsumsi oleh masing-masing individu. Individu normal meempunyai pH antara 5 sampai 7.
3. Analisis urin secara fisik meliputi pengamatan warna urin, berat jenis cairan urin dan pH serta suhu urin. Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi analisis glukosa, analisis protein dan analisis pigmen empedu.
4. Hasil uji Derajat keasaman (pH) pada sampel urine wanita hamil dan orang normal menunjukkan derajad normal karena pada manusia kadar pH normal berkisar antara 5 sampai 7.
5. Uji klorida dilakukan untuk mengetahui zat-zat abnormal yang terkandung dalam urine, indikatornya terdapat endapan putih, menunjukkan urin tersebut mengandung klorida Hasilnya sampel urine mengandung klorida, menunjukkan bahwa kinerja hati terganggu.
6. Uji sulfat dengan indicator ada tidaknya endapan. Endapan putih karena adanya endapan BaSO4 dari belerang etereal yang memiliki senyawa sulfat akan bereaksi dengan BaCl2. Pada sampel urine wanita hamil terdapat endapan sulfat, sedangkan pada urine orang normal tidak terdapat endapan.
7. Urine yang mengandung Albumin menandakan bahwa filtrasi yang dilakukan oleh ginjal tidak sempurna. Indikator adanya Albumin dalam urine ditandai dengan terdapatnya cincin putih diantara Asam nitrit pekat dan Urine.

Daftar Pustaka
Ali, I. 2008. http://iqbalali.com/2008/02/10/urinalisis-analisis-kemih/ (online: 13 Desember 2009).
Ganong, W. F, Fisiologi Kedokteran edisi 14, Penerbit buku kedokteran, EGC, alih bahasa oleh dr. Petrus Andrianto.
Hidayat, dkk. 2006. Mikrobiologi Industri.Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Lehninger, Albert L. 1990. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Pratiwi,D.A. 2004. Modul dasar-dasar biokimia. Jakarta : Bina Aksara.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia.
Sinosuke, N. 2009. http://bagiilmunohara,blogspot.com/2009/04/uji-urin.html. (online: 13 Desember 2009).
Team Biokimia. 2009. Petunjuk Praktikum Biokimia. Jember: Jember University Press.
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/laporan-praktikum-urinalisa. (online: 13 Desember 2009).

Identifikasi Karbohidrat (Laporan)

I. Identifikasi Karbohidrat
Oleh Kedawung Senja
II. Tujuan Percobaan

1. Untuk memberikan pengalaman dengan melakukan uji umum karbohidrat.

2. Untuk memberikan kepada siswa informasi yang diperlukan untuk mengidentifikaso senyawa karbohidrat tidak dikenal.

III. Tinjauan Pustaka

Karbohidrat sangat akrab dengan kehidupan manusia. Karena ia adalah sumber energi utama manusia. Contoh makanan sehari-hari yang mengandung karbohidrat adalah pada tepung, gandum, jagung, beras, kentang, sayur-sayuran dan lain sebagainya.

Karbohidrat adalah polihidroksildehida dan keton polihidroksil atau turunannya. selian itu, ia juga disusn oleh dua sampai delapan monosakarida yang dirujuk sebagai oligosakarida. Karbohidrat mempunyai rumus umum Cn(H2O)n. Rumus itu membuat para ahli kimia zaman dahulu menganggap karbohidrat adalah hidrat dari karbon.

Karbohidrat, berdasarkan massa, merupkan kelas biomolekul yang paling melimpah di alam. Rumus empiris karbohidrat dapat dituliskan sebagai berikut: Cm(H2O)n atau (CH2O). Tetapi ada juga karbohidrat yang mempunyai rumus empiris tidak seperti rumus diatas, yaitu deoksiribosa, deoksiheksosa dan lain- lain Semua jenis karbohidrat terdiri atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan Oksigen (O). Perbandingan antara hydrogen dan oksigen pada umumnya adalah 2:1 seperti halnya dalam air; oleh karena itu diberi nama karbohidrat. Dalam bentuk sederhana, formula umum karbohidrat adalah CnH2nOn. Hanya heksosa (6-atom karbon), serta pentosa (5-atom karbon), dan polimernya memegang perana penting dalam ilmu gizi.

Lebih lazimnya dikenal sebagai gula, karbohidrat merupakan produk akhir utama penggabungan fotosintetik dari karbon anorganik (CO2) ke dalam zat hidup. Karbohidrat bertindak sebagai sumber karbon untuk sintesis biomolekul lain dan sebagai bentuk cadangan polimerik dari energi. Karbohidrat juga dapat didefinisan sebagai polihidroksialdehid atau polihidroksiketon dan derivatnya. Suatu karbohidtrat merupakan suatu aldehid (-CHO) jika oksigen karbonil berkaitan dengan suatu atom karbon terminal, dan suatu keton (=C=O) jika olsigen karbonil berikatan sengan suatu karbon terminal. Dalam alam, karbohidrat terdapat dalam monosakarida, oligosakarida dan polisakarida.

Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Sedangkan dalam tubuh, karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein.

Kedudukan karbohidrat sangatlah penting pada manusia dan hewan tingkat tinggi lainnya, yaitu sebagai sumber kalori. Karbohidrat juga mempunyai fungsi biologi lainnya yang tak kalah penting bagi beberapa makhluk hidup tingkat rendah, ragi misalnya, mengubah karbohidrat (glukosa) menjadi alkohol dan karbon dioksida untuk menghasilkan energi

C6H12O6 ——> 2C2H5OH + 2CO2 + energi

Beberapa turunan karbohidrat yang penting adalah glulosa, fruktosa dan Deosiribosa. Glukosa disebut juga gula anggur karena terdapat dalam buah anggur, gula darah karena terdapat dalam darah atau dekstrosa karena memutarkan bidang polarisasi kekanan. Glukosa merupakan monomer dari polisakarida terpenting yaitu amilum, selulosa dan glikogen. Glukosa merupakan senyawa organik terbanyak. terdapat pada hidrolisis amilum, sukrosa, maltosa, dan laktosa. Fruktosa terdapat dalam buah2an, merupakan gula yang paling manis. Bersama2 dengan glukosa merupakan komponen utama dari madu. Larutannya merupakan pemutar kiri sehingga fruktosa disebut juga levulosa. Ribosa da 2-deoksiribosa adalah gula pentosa yg membentuk RNA dan DNA.

Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Selulosa berperan sebagai penyusun dinding sel tanaman. Buah-buahan mengandung monosakarida seperti glukosa dan fruktosa.

Beberapa sifat karbohidrat antara lain:

1. Mono dan disakarida memiliki rasa manis yang disebabkan oleh gugus hidroksilnya, oleh karena itu golongan ini disebut gula.

2. Semua jenis karbohidrat akan berwarna merah apabila larutannya (dalam air) dicampur dengan beberapa tetes larutan α-naftol (dalam alcohol) dan kemudian dialirkan pada asam sulfat pekat dengan hati-hati sehingga tidak tercampur. Sifat ini dipakai sebagai dasar uji kualitatif adanya karbohidrat (uji Molisch)

3. Warna biru kehijauan akan timbul apabila larutan karbohidrat dicampur dengan asam sulfat pekat dan anthroe. Warna ini timbul karena terbentuknya furfural dan hidroksi furfural sebagai senyawa derifat dari gula-gula.

Sedangkan sifat-sifat umum karbohidrat menurut Soeharsono (1978), adalah sebagai berikut:

1. Daya mereduksi

Bilamana monosakarida seperti glukosa dan fruktosa ditambahkan ke dalam larutan luff maupun benedict maka akan timbul endapan warna merah bata. Sedangkan sakarosa tidak dapat menyebabkan perubahan warna. Perbedaan ini disebabkan pada monosakarida terdapat gugus karbonil yang reduktif, sedangkan pada sakarosa tidak. Gugus reduktif pada sakarosa terdapat pada atom C nomor 1 pada glukosa sedangkan pada fruktosa pada atom C nomor 2. Jika atom-atom tersebut saling mengikat maka daya reduksinya akan hilang, seperti apa yang terjadi pada sakarosa.

Larutan yang dipergunakan untuk menguji daya mereduksi suatu disakarida adalah larutan benedict. Unsur atau ion yang penting yang terdapat pada larutan tersebut adalah Cu2+ yang berwarna biru. Gula reduksi akan mengubah atau mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu+ (Cu2O) yang mengendap dan berwarna merah bata. Zat pereduksi itu sendiri akan berubah menjadi asam.

2. Pengaruh asam

Monosakarida stabil terhadap asam mineral encer dan panas. Asam yang pekat akan menyebabkan dehidrasi menjadi furfural, yaitu suatu turunan aldehid.

3. Pengaruh alkali

Larutan basa encer pada suhu kamar akan mengubah sakarida. Perubahan ini terjadi pada atom C anomerik dan atom C tetangganya tanpa mempengaruhi atom-atom C lainnya. Jika D-glukosa dituangi larutan basa encer maka sakarida itu akan berubah menjadi campuran: D-glukosa, D-manosa, D-fruktosa. Perubahan menjadi senyawaan tersebut melalui bentuk-bentuk enediolnya. Bilamana basa yang digunakan berkadar tinggi maka akan terjadi fragmentasi atau polimerisasi. Sehingga monosakarida akan mudah mengalami dekomposisi dan menghasilkan pencoklatan non-enzimatis bila dipanaskan dalam suasana basa. Tetapi pada disakarida dalam suasana sedikit basa akan lebih stabil terhadap reaksi hidrolisis. (Soeharsono,1978)

Menurut kompleksitasnya karbohidrat digolongkan sebagai berikut :

1. Monosakarida

Monosakarida adalah monomer gula atau gula yang tersusun dari satu molekul gula berdasarkan letak gugus karbonilnya monosakarida dibedakan menjadi : aldosa dan ketosa. Sedang kan menurut jumlah atomnya dibedakan menjadi : triosa , tetrosa, dll. Monosakarida yang mengandung gugus aldehid dan gugus keton dapat mereduksi senyawa-senyawa pengoksidasi seperti : ferrisianida, hidrogen peroksida dan ion cupro. Pada reaksi ini gula direduksi pada gugus karbonilnya oleh senyawa pengoksidasi reduksi. Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mareduksi. Sifat mereduksi ini disebabkan adanya gugus hidroksi yang bebas dan reaktif. ( lehninger, 1982)

hexoses

Sifat-sifat monosakarida

1. Semua monosakarida zat padat putih, mudah larut dalam air.

2. Larutannya bersifat optis aktif.

3. Larutan monosakarida yg baru dibuat mengalami perubahan sudut putaran disebut mutarrotasi.

4. Semua monosakarida merupakan reduktor sehingga disebut gula pereduksi.

2. Disakarida

Tersusun oleh dua molekul monosakarida. Jika jumLahnya lebih dari dua disebut oligosakarida ( terdiri dari 2-10 monomer gula ). Ikatan antara dua molekul monosakarida disebut ikatan glikosidik yang terbentuk dari gugus hidroksil dari atom C nomer 1 yang juga disebut karbon nomerik dengan gugus hidroksil pada molekul gula yang lain. Ada tidaknya molekul gula yang bersifat reduktif tergantung dari ada tidaknya gugus hidroksil bebas yang reaktif yang terletak pada atom C nomer 1 sedangkan pada fruktosa teeletak pada atom C nomer 2. Sukrosa tidak mempunyai gugus hidroksil yang reaktif karena kedua gugus reaktifnya sudah saling berikatan. Pada laktosa karena mempunyai gugus hidroksil bebas pada molekul glukosanya maka laktosa bersifat reduktif .

3. Polisakarida

Polisakarida adalah polimer yang tersusun oleh lebih dari lima belas monomer gula. Dibedakan menjadi dua yaitu homopolisakarida dan heteropolisakarida. Monosakarida dan disakarida mempunyai rasa manis, sehingga disebut dengan "gula". Rasa manis ini disebabkan karena gugus hidroksilnya,. Sedangkan Polisakarida tidak terasa manis karena molekulnya yang terlalu besar tidak dapat dirasa oleh indera pengecap dalam lidah (Sudarmadji, 1996).

Ciri- ciri umum Polisakarida, yakni :

· Merupakan polimer unit monosakarida

· Unit monomer bisa :

o Homopolisakarida

o Heteropolisakarida

· Berbeda antara satu dgn yg lain pada unit penyusunnya, ikatan yang menghubungkan, dan rantai cabang yg terbentuk saat bereaksi dengan senyawa lain.

Contoh polisakarida yang penting yakni pati, yang merupakan polimer glukosa terdiri dari 2 macam polisakarida, yakni amilosa yang tidak bercabang, dan amilopektin yang bercabang banyak (C 1-6 setiap 10-30 residu). Bila dihidrolisis akan terbentuk a amilase (endoglikosidase), tidak larut dalam air, sehingga banyak digunakan sebagai bentuk simpanan karbohidrat pada tanaman.

Identifikasi Karbohidrat

1. Uji umum untuk karbohidrat adalah uji Molisch. bila larutan karbohidrat diberi beberapa tetes larutan alfa-naftol, kemudian H2SO4 pekat secukupnya sehingga terbentuk 2 lapisan cairan, pada bidang batas kedua lapisan itu terbentuk cincin ungu.

2. Tes Fermentasi, karbohidrat difermentasikan dengan ragi dalam waktu singkat, tetapi biasanya memerlukan 2-3 jam untuk memperoleh hasil meksimal. Hasli dari inkubasi yang lebih lama memungkinkan aktivitas bakteri.

3. Tes Benedict, yang biasa digunakan sebagai uji aldehid. Tes ini dapat juga digunakan untuk membedakan karbohidrat yang mengandung gugus reduksi dari yang tidak mengandung gugus reduksi. Reagen ini mengandung CuSO4, Natrium sitrat dan natrium karbonat dan didalam alkalin, larutan tersebut tidak mengkatalisis reagen benedict menunjukkan tes positif.

4. Tes Barfoed, reagen ini mengandung tembaga (II) asetat dalam larutan asam laktat. Asam tidak cukup kuat untuk menghidrolisis karbohidrat. Tingkat reaksi yang ditunjukkan dengan perubahan warna dan terjadinya oengendapan adalah berbeda untuk gugus karbohidrat yang berbeda. Dengan demikian, tes ini juga merupakan klasifikasi umum.

5. Reaksi Seliwanoff (khusus menunjukkan adanya fruktosa). Pereaksi seliwanoff terdiri dari serbuk resorsinol + HCl encer. Bila fruktosa diberi pereaksi seliwanoff dan dipanaskan dlm air mendidih selama 10 menit akan terjadi perubahan warna menjadi lebih tua.

6. Tes Iodin, yang akan memberikan perubahan warna bila bereaksi dengan beberapa polisakarida. Pati meberikan warna biru gelap, dextrin memberikan warna merah, glikogen memebrikan warna coklat kemerahan. Selulosa, disakarida dan monosakarida tidak memberikan warna dengan iodine.

7. Tes Asam Galaktarat (music), oksidasi karbohidrat dengan HNO3, menghsilkan asam dikarboksilat. Asam dikarboksilat ini berbeda dalam hal kelarutan dan yang dihasilkan oleh galaktosa adakah tidak larut. Sifat ini membedakan dari karbohidrat lain.


IV. Alat dan Bahan
4.1 Alat yang Dipakai
4.1.1 Tabung reaksi, penangas air, kompor pemanas
4.1.2 Pipet tetes, labu tetes, cawan penguap
4.1.3 Gelas ukur, beaker glass, gelas pengaduk
4.2 Bahan yang Dipakai
4.2.1 H2SO4 pekat, HNO3 pekat
4.2.2 Reagen Molisch, Reagen Barfoed, larutan KI, I2
4.2.3 Reagen Selliewanof, CuSO4, natrium Sitrat, Na2CO3
4.2.4 Glukosa, sukrosa, kanji
4.3 Gambar alat utama yang dipakai dalam percobaan




IV. Cara Kerja
6.4 Tes Klasifikasi Umum
a. Tes Molisch




2 tetes reagen Molisch



Menambahkan
mencampurkan




2 ml larutan 0,1% sampel



memiringkan tabung reaksi
3 ml asam sulfat



menuangkan dalam tabung


b.

10 gr Karbohidrat

Tes Fermentasi


Air 37o­­ C

melarutkan





1 ml suspensi yeast segar

menambahkan dan mencampurkan
diincubasikan (suhu 37o C), mencatat waktu

6.5 Tes Tergantung pada Kemampuan Karbohidrat untuk Mereduksi Logam
a.

0,1 ml 1% larutan sampel

Tes Benedict





2 ml reagen Benedict

Menambahkan dalam tabung reaksi tahan panas





Mengocok
Meletakkan dalam penangas air mendidih

Mencatat perubahan warna dan transparansi

b.

0,2 ml larutan sampel

Tes Barfoed





Menambahkan dalam tabung reaksi tahan panas




2 ml larutan Barfoed



Mengocok
Meletakkan dalam penangas air mendidih

Meletakkan tabung reaksi dalam air mendidih, 20 menit

Mencatat waktu untuk perubahan warna dan banyaknya endapan

6.6 Tes terhadap Monosakarida
a.

0,2 ml 0,1% larutan sampel

Tes Selliwanof





Menambahkan dalam tabung reaksi




Reagen selliwanof



Mengocok
Meletakkan dalam penangas air mendidih

Mencatat waktu untuk perubahan warna atau transparansi

Meninggalkan tabung dalam penangas selama 10 menit, mencatat reaksi.

Melakukan tes terhadap glukosa, fruktosa, maltose, sukrosa

b.

1 tetes iodine 0,01 M encer

Tes Iodin





Menambahkan dalam cawan penguap






Mencatat perubahan warna

6.7 Identifikasi Terhadap Unknown Karbohidrat
Mempersiapkan sampel unknown karbohidrat, Mencatat nomer
Menyiapkan






Identifikasi sampel dan senyawanya.


V. Hasil Percobaan dan Pembahasan
6.4 Hasil Percobaan
1. Tes Klasifikasi Umum
a. Tes Molisch
Jenis Reagen

Reaksi terhadap (2 ml)
Glukosa

sukrosa

pati
Molisch (2 tetes)

Awalnya bening agak pink

Bening agak pink

Putih bening
3 ml H2SO4

Bening keunguan dengan endapan ungu

Ungu kehitaman

Ungu muda dan endapan ungu







a.
b. Tes Fermentasi
Perlakuan

Hasil
Melarutkan 0,1 gr glukosa, menguji dalam 37o C air, menambahkan 1 ml suspense yeast segar, mengincubasi.

a. 15 menit pertama: tidak ada gelembung gas
b. 15 menit Kedua: tidak ada gelembung gas
c. 15 menit ketiga: tidak ada gelembung gas

2. Tes Tergantung pada kemampuan Karbohidrat untuk Mereduksi Logam
a. Tes Benedict
(0,1 ml)

Reaksi dengan 2 ml reagen Benedict setelah pemanasan
Glukosa

Berwarna hijau
Fruktosa

Berwarna orange
Maltosa

Berwarna biru kecoklatan
Sukrosa

Berwarna Biru
Galaktosa

Berwarna Biru
Laktosa

Berwarna Biru
Pati

Berwarna Biru

b. Tes Barfoed
0,2 ml

Reaksi dengan 2 ml reagen Barfoed setelah pemanasan
Glukosa

Berwarna Biru
Fruktosa

Berwarna Biru
Maltosa

Berwarna Biru
Sukrosa

Berwarna Biru
Galaktosa

Berwarna Biru
Laktosa

Berwarna Biru
Pati

Berwarna Biru
c. Tes Ba

3. Tes terhadap Monosakarida
1. Tes Selliwanof
0,2 ml

Reaksi dengan 2 ml reagen selliwanof setelah pemanasan
Glukosa

Berwarna bening kekuningan
Fruktosa

Berwarna merah
Maltosa

Berwarna bening
Sukrosa

Berwanrna orange

2. Tes Iodin
1 tetes

Reaksi dengan 1 tetes Iodin 0,01 ml pada cawan
Glukosa

kuning
Maltosa

kuning
Sukrosa

kuning
Pati

hitam

4. Identifikasi Terhadap Unknown Karbohidrat
Unknown A

Iodin

Selliwanof
Berwarna kuning

Warna bening, tidak terjadi perubahan warna

6.5 Pembahasan

Karbohidrat adalah polisakarida, merupakan sumber energi utama pada makanan. Nasi, ketela, jagung adalah beberapa contoh makanan mengandung karbohidrat. Penyusun utama karbohidrat adalah karbon, hidrogen, dan oksigen (C, H, O) dengan rumus umum Cn(H2O)n. Karena inilah maka nama karbohidrat diberikan. Karbohidrat berasal dari kata ‘karbon’ dan ‘hidrat’. Atom karbon yang mengikat hidrat (air).

Secara umum terdapat tiga macam karbohidrat berdasarkan hasil hidrolisisnya, yaitu monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Oligosakarida adalah rantai pendek unit monosakarida yang terdiri dari 2 sampai 10 unit monosakarida yang digabung bersama-sama oleh ikatan kovalen dan biasanya bersifat larut dalam air. Polisakarida adalah polimer monosakarida yang terdiri dari ratusan atau ribuan monosakarida yang dihubungkan dengan ikatan 1,4-a-glikosida (a=alfa).

Kedudukan karbohidrat sangatlah penting pada manusia dan hewan tingkat tinggi lainnya, yaitu sebagai sumber kalori. Karbohidrat juga mempunyai fungsi biologi lainnya yang tak kalah penting bagi beberapa makhluk hidup tingkat rendah, ragi misalnya, mengubah karbohidrat (glukosa) menjadi alkohol dan karbon dioksida untuk menghasilkan energi.








Didalam dunia hayati, kita dapat mengenal berbagai jenis karbohidrat, baik yang berfungsi sebagai pembangun struktur maupun yang berperan funsional dalam proses metabolisme.

Fungsi utama karbohidrat adalah penghasil energi di dalam tubuh sehingga tergolong sebagai salah satu jenis zat gizi. Tiap 1 gram karbohidrat yang dikonsumsi akan menghasilkan energi sebesar 4 kkal dan energi hasil proses oksidasi (pembakaran) karbohidrat ini kemudian akan digunakan oleh tubuh untuk menjalankan berbagai fungsi-fungsinya seperti bernafas, kontraksi jantung dan otot serta juga untuk menjalankan berbagai aktivitas fisik seperti berolahraga atau bekerja.

Karbohidrat dikelompokkan menjadi empat kelompok penting yaitu monosa-karida, disakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Monosakarida merupakan karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis dan tidak kehilangan sifat gulanya. Contoh dari monosakarida adalah ribosa, arabinosa, fruktosa, glukosa, dan lainnya. Golongan monosakarida ini biasanya dikelompokkan dalam triosa, tetrafosfat, pentosaheksosa, dan heptosa. Disakarida merupakan karbohidrat yang bila dihidrolisis menghasilkan dua monosakarida yang sama atau berbeda. Contohnya adalah sukrosa yang jika dihidrolisis akan menghasilkan glukosa dan fruktosa. Oligosakarida merupakan karbohidrat yang bila dihidrolisis menghasilkan tiga hingga sepuluh monosakarida. Contohnya adalah raffinosa yang dihidrolisis menghasilkan glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Kelompok karbohidrat yang terakhir adalah polisakarida yang merupakan polimer monosakarida yang memiliki bobot molekul yang tinggi. Bila dihidrolisis akan menghasilkan lebih dari sepuluh monosakarida. Contohnya adalah amilum, dekstrin, glikogen, selulosa dan lainnya.

Untuk mengidentifikasi karbohidrat, biasanya dilakukan uji terhadap karbohidrat. Berbagai uji telah dikembangkan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap keberadaan karbohidrat, mulai dari yang membedakan jenis-jenis karbohidrat dari yang lain sampai pada yang mampu membedakan jenis-jenis karbohidrat secara spesifik. Uji reaksi tersebut meliputi uji Molisch, Barfoed, Benedict, Selliwanof dan uji Iod, dan lain-lain.

Dalam percobaan bikimia yang dilakukan tentang identifikasi karbohidrat bertujuan untuk mengamati struktur beberapa karbohidrat melalui sifat reaksinya dengan beberapa reagen uji, melakukan uji umum karbohidrat, dan mengidentifikasi karbohidrat. Uji reaksi yang dilakukan meliputi uji Molisch, Barfoed, Benedict, Selliwanof dan uji Iod, dan uji unknown.

1. Tes Molisch

Tes ini didasarkan pada reaksi asam sulfat pekat dengan larutan karbonhidrat untuk menghasilkan furfural atau hydroxymethyl furfural. Reagen Molisch mengandung – napthol yang terkondensasi dengan hasil yang terbentuk oleh asam sulfat untuk memberikan senyawa berwarna. Perlu dicatat bahwa tes ini dengan yang menyertainya memerlukan larutan karbonhidrat 0.1%. Ini di hasilkan dari pengenceran larutan 1% yang digunakan (pelarutan 1: 10).

Dalam percobaan dilakukan penambahan 2 tetes reagen molisch pada 2 ml larutan 0,1 % larutan sampel. Sampel karbohidrat yang digunakan dalam percobaan ini adalah glukosa, sukrosa, dan pati. Dilakukan pencampuran dengan baik, kemudian dilakukan penambahan 3 ml asam sulfat. Dari perlakuan tersebut, diperoleh hasil sebagai berikut:

a. Glukosa + 2 tetes molisch, berwarna agak merah muda. Setelah penambahan asal sulfat, warna menjadi bening keunguan dengan endapan ungu.

b. sukrosa+ 2 tetes molisch, campuran berwarna bening agak merah muda. Setelah penambahan asal sulfat, warna menjadi ungu kehitaman.

c. Pati + 2 tetes molisch, campuran berwarna putih bening. Setelah penambahan asal sulfat, warna menjadi Ungu muda dan endapan ungu

Teori yang mendasari percobaan ini adalah penambahan asam organik pekat, misalanya H2­SO4 menyebabakan karbohidrat terhidrolisis menjadi monosakarida. Selanjutnya monosakarida jenis pentosa akan mengalami dehidrasi dengan asam tersebut menjadi furfural, semantara golongan heksisosa menjadi hidroksi-multifurfural. Pereaksi molisch yang terdiri dari a-naftol dalam alkohol akan bereaksi dengan furfural tersebut membentuk senyawa kompleks berwarna ungu.

Prinsip dari uji ini adalah Asam sulfat pekat menghidrolisa ikatan glikosida merubah monosakarida menjadi furfural dan devirat-deviratnya. Kemudian akan bergabung dengan α-naphtol tersulfonasi menghasilkan kompleks berwarna purple (ungu).

Uji ini bukan uji spesifik untuk karbohidrat, walalupun hasil reaksi yang negatif menunjukkan bahwa larutan yang diperiksa tidak mengandung karbohidrat. Warna ungu kemerah-merahan menyatakan reaksi positif, sedangka warna hijau adalah negatif.

Apabila larutan karbohidrat diberi beberapa tetes pelarut Molisch (alfa naftol dalam etanol) kemudian ditambah asam sulfat pekat secukupnya sehingga terbentuk 2 lapisan cairan, maka pada bidang batas kedua lapisan tersebut akan terbentuk cincin ungu yang disebut kwnoid. Terdapat dua lapisan dalam tabung reaksi, lapisan ungu dibagian atas dan lapisan hitam dibagian bawah. Pereaksi Molisch membentuk cincin yaitu pada larutan glukosa, sukrosa, dan pati menghasilkan cincin berwarna ungu pada larutan karbohidrat, yang dalam praktikum digunakan glukosa, sukrosa, dan pati. Hal ini menunjukkan bahwa uji molish sangat spesifik untuk membuktikan adanya golongan monosakarida, disakarida dan polisakarida pada larutan karbohidrat. Apabila larutan gula yang diberi pereaksi ini dipanaskan terlalu lama maka dapat menyebabkan cincin ungu terjadi lebih cepat.

Dari hasil yang diperoleh dalam percobaan menunjukkan bahwa glukosa, sukrosa dan peti merupakan karbohidrat.

Karbohidrat secara kualitatif dapat dikenali dengan melakukan beberapa uji. Karbohidrat memberikan reaksi positif dengan uji molish. Prinsip reaksi ini adalah dehidrasi senyawa karbohidrat oleh asam sulfat pekat. Dehidrasi heksosa menghasilkan senyawa hidroksi metil furfural, sedangkan dehidrasi pentosa menghasilkan senyawa fulfural. Uji positif jika timbul cincin merah ungu yang merupakan kondensasi antara furfural atau hidroksimetil furfural dengan -naftol dalam pereaksi molish.



2. Tes Fermentasi

Pada uji fermentasi, karbohidrat difermentasi dengan ragi dalam waktu yang singkat, tetapi biasanya memerlukan 2-3 jam untuk memperoleh hasil maksimal. Hasil dari inkubasi yang lebih lama memungkinkan aktivitas bakteri, bukan ragi (yeast) dan dipertimbangkan sebagai hasil negative.

Pada tes fermentasi gas CO2 yang dihasilkan ragi lebih cepat terjadi pada monosakarida, khususnya glukosa. Hal ini menunjukkan bahwa monosakarida lebih reaktif dari disakarida ataupun polisakarida. Selain itu, Pati dan disakarida lainnya merupakan molekul yang relatif lebih besar dibandingkan dengan monosakarida sehingga kemampuan ragi untuk mencerna atau mengubah pati tersebut menjadi etil alkohol dan karbon dioksida lebih banyak memerlukan energi dan waktu yang lebih lama.

Pada uji fermentasi ini, terjadi reaksi anaerob yaitu reaksi glikolisis yang akan menghasillkan etanol dan CO2. Percobaan ini untuk melihat perbedaan reaksi glikolisis tanpa atau dengan inhibitor. Sebelum tabung reaksi di letakkan dalam penangas air, glikolisis yang terjadi ditandai terbentuknya etanol dan gas CO2. Dari hasil pengamatan jika larutan tersebut semakin lama dipanaskan maka warnanya akan semakin bening sehingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas berupa cairan keruh dan lapisan bawah berupa endapan berwarna putih. Tetapi belum terdapat gelembung gas pada 15 menit pertama.

Proses ini dapat berlangsung baik karena enzim yang terdapat pada ragi masih aktif. Pada waktu 15 menit kedua, juga belum terdapat endapan. Hal ini mungkin dikarenakan tabung reaksi masih belum lama dimasukkan dalam penangas air. Setelah tabung reaksi berisi larutan diletakkan dalam penangas air dalam waktu yang lebih lama, yaitu setelah 15 menit ketiga dan terakhir, glikolisis yang terjadi dihambat dengan cara menambahkan air panas (mendidih) pada ragi. Suhu panas karena air panas tersebut menyebabkan enzim rusak, enzim terdenaturasi pada suhu tinggi. Akibatnya reaksi glikolisis tidak berjalan dan ditandai dengan tidak terbentuknya gelembung CO2.



3. Tes Benedict

Tes ini biasa digunakan dalam tes aldehid. Di samping itu juga dapat digunakan untuk membedakan karbonhidrat yang mengandung gugus reduksi dari yang tidak mengandung gugus reduksi. Reagen Benedict mengandung CuSO4, natrium sitrat, dan natrium karbonat dan di dalam larutan alkalin, larutan tersebut tidak mengkatalisasis reagen Benedict menunjukkkan tes positif.

Pada uji benedict, hasil uji positif ditunjukkan oleh fruktosa, glukosa, maltosa, dan laktosa, sedangkan untuk karbohidrat jenis sukrosa dan pati menunjukkan hasil negatif. Sekalipun aldosa atau ketosa berada dalam bentuk sikliknya, namun bentuk ini berada dalam kesetimbangannya dengan sejumlah kecil aldehida atau keton rantai terbuka, sehingga gugus aldehida atau keton ini dapat mereduksi berbagai macam reduktor, oleh karena itu, karbohidrat yang menunjukkan hasil reaksi positif dinamakan gula pereduksi.

Larutan tembaga alkalis akan direduksi oleh gula yang mempunyai gugus aldehid dengan kuprooksida yang berwarna merah bata. Larutan tembaga alkalis akan direduksi oleh gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas dengan membentuk kuprooksida yang berwarna. Gula pereduksi beraksi dengan pereaksi menghasilkan endapan merah bata (Cu2O). Pada gula pereduksi terdapat gugus aldehid dan OH laktol. OH laktol adalah OH yang terikat pada atom C pertama yang menentukan karbohidrat sebagai gula pereduksi atau bukan.

Uji benedict berdasarkan reduksi Cu2+ menjadi Cu+ oleh gugus aldehid atau keton bebas dalam suasana alkalis, biasanya ditambahkan zat pengompleks seperti sitrat atau tatrat untuk mencegah terjadinya pengendapan CuCO3. Uji positif ditandai dengan terbentuknya larutan hijau, merah, orange atau merah bata serta adanya endapan.

Dari percobaan diperoleh hasil positif pada larutan glukosa, maltosa dan fruktosa. Hal ini terjadi karena glukosa, maltosa dan fruktosa memiliki gugus yang masih memiliki ujung rantai yang bebas dan iktan antar karbonnya cukup lemah sehingga mudah lepas karena pemanasan. Uji benedict merupakan uji umum untuk karbohidrat yang memiliki gugus aldehid atau keton bebas, seperti yang terdapat pada laktosa dan maltosa.

Monosakarida segera mereduksi senyawa-senyawa pengoksidasi seperti ferisianida, hydrogen peroksida, atau ion cupri (Cu2+). Pada reaksi sepreti ini, guka dioksidasi pada gugus karbonil, dan senyawa pengoksidasi menjadi tereduksi dimana senyawa-senyawa pereduksi adalah pemberi electron dan senyawa pengoksidasi adalah penerima electron. Glukosa dan gula-gula lain yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi disebut gula pereduksi. Sifat ini berguna dalam analisis gula. Gula yang mengandung gugus aldehid atau keton bebas mereduksi indicator-indikator seperti kompleks ion kupri (Cu2+) menjadi bentuk kupro (Cu+). Bahan pereduksi pada reaksi-reaksi ini adalah bentuk rantai terbuka aldosa dan ketosa. Ujung peruduksi dari suatu gula adalah ujung yang mengandung ggus aldehida atau keto bebas.

Monosakarida bersifat redutor, dengan diteteskannya Reagen akan menimbulkan endapan merah bata. Selain menguji kualitas, secara kasar juga berlaku secara kuantitatif, karena semakin banyak gula dalam larutan maka semakin gelap warna endapan. Pada praktikum yang dilakukan, endapan tersebut belum tampak karena percobaannya singkat.

Sedangkan pati memberikan hasil negatif terhadap uji ini, karena pati merupakan polisakarida dan juga karena gugus aldehidnya terikat kuat satu sama lain dan panjang sehingga tidak dapat bereaksi dengan pereaksi. Sekalipun terdapat glukosa rantai terbuka pada ujung rantai polimer, namun konsentrasinya sangatlah kecil, sehingga warna hasil reaksi tidak tampak oleh penglihatan. Sukrosa tidak dapat mereduksi sebab tidak mempunyai OH-laktol (OH yang terikat pada atom C pertama), sehingga gugus O-nya sudah terikat pada atom C glukosa dan fruktosa dan membentuk sukrosa yang bergugus keton. Larutan sukrosa dan pati tidak merupakan senyawa pereduksi karena sukrosa tidak memilki atom karbon anomer bebas. Adanya gula reduksi pada suatu larutan ditandai dengan adanya perubahan warna khususnya merah tua pada larutan.



4. Tes Barfoed

Uji Barfoed itu adalah uji kimia untuk mendeteksi adanya monosakarida. Dasarnya adalah reduksi cuprum asetat menjadi cuprum oksida (ada endapan merahnya nanti). Kelompok aldehid dari monosakarida teroksidasi menjadi karboksilat. Pereaksi Barfoed terdiri atas larutan kupriasetat dan asam asetat dalam air, dan digunakan untuk membedakan antara monosakarida dengan disakarida, contohnya pada fruktosa dan sukrosa.

Reagen Barfoed mengandung tembaga (II) asetat di dalam larutan laktat. Asam tidak cukup kuat untuk menghidrolisis karbonhidrat. Tingkat reaksi (yang ditunjukkan dengan perubahan warna atau terjadinya pengendapan) adalah berbeda untuk gugus karbonhidrat yang berbeda. Reagen barfoed adalah pereaksi yang terdiri dari kuprisulfat dan asam acetate dalam air dan digunakan untuk membedakan antara monosakarida dan disakarida. Barfoed merupakan pereaksi yang bersifat asam lemah dan hanya direduksi oleh monosakarida.

Dalam asam, polisakarida atau disakarida akan terhidrolisis parsial menjadi sebagian kecil monomernya sehingga bereaksi positif dengan pemanasan yang lebih lama. Hal inilah yang menjadi dasar untuk membedakan antara polisakarida, disakarida, dan monosakarida. Monomer gula dalam hal ini bereaksi dengan fosfomolibdat membentuk senyawa berwarna biru. Dibanding dengan monosakarida, polisakarida yang terhidrolisis oleh asam mempunyai kadar monosakarida yang lebih kecil, sehingga intensitas warna biru yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan larutan monosakarida. Kelompok aldehid dari monosakarida teroksidasi menjadi karboksilat.

Dalam percobaan yang dilakukan, tidak terjadi perubahan warna pada campuran larutan Barfoed dengan glukosa, fruktosa, maltose, sukrosa, galaktosa, laktosa maupun pada pati. Warna campuran tetap berwarna biru. Monomer gula bereaksi dengan fosfomolibdat membentuk senyawa berwarna biru.

Fruktosa mempunyai gugus keton, sedangkan sukrosa merupakan disakarida yang terdiri dari glukosa dan fruktosa. Gugus aldehid dari sukrosa yang bereaksi dengan pereaksi Seliwanof. Percobaan yang terjadi lebih lambat, dibandingkan dengan fruktosa. Warna larutan yang dihasilkan oleh sukrosa lebih muda dibandingkan fruktosa. Seharusnya intensitas warna pada campuran berbeda satu sama lain, tetapi pada uji yang dilakukan, intensitas warnanya tetap sama.





5. Tes Selliwanof

Reagen ini mengandung resorsional dalam HCl 6M. reaksi melibatkan perubahan warna oleh karena reaksi antara furfural atau hidroxymenthyl furfural dan resorsinol. Reaksi ini berlangsung sangat cepat dengan beberapa zat dan lebih lambat dengan yang lain. HCl dapat menghidrolisis beberapa senyawa yang tidak memberikan hasil reaksi positif untuk menghasilkan zat yang dapat memberikan tes positif untuk menghasilkan.

Uji seliwanoff merupakan uji spesifik untuk karbohidrat yang mengandung gugus keton atau disebut juga ketosa. Pada pereaksi seliwanoff, terjadi perubahan oleh HCl panas menjadi asm levulinat dan hidroksilmetil furfural. Jika dipanaskan karbohidrat yang mengandung gugus keton akan menghasikan warna merah pada larutannya.

Pada percobaan, ketika ke dalam reagen Seelliwanof pada tabung reaksi ditambahkan larutan karbohidrat, masing-masing 2 tetes glukosa, fruktosa, maltosa, dan sukrosa, kemudian dipanaskan, diperoleh hasil sebagai berikut:

a. Reagen Selliwanof + glukosa : warna menjadi bening kekuningan

b. Reagen Selliwanof + fruktosa : warna menjadi merah

c. Reagen Selliwanof + maltosa : warna menjadi bening

d. Reagen Selliwanof + sukrosa : warna menjadi orange

Berdasarkan teori, warna merah bata yang terjadi pada larutan menunjukkan rekasi positif. Dalam hal ini berarti sukrosa memberikan reaksi positif terhadap reagen Selliwanof. Sukrosa memiliki gugus keton, sehingga mampu bereaksi positif dengan asam (HCl yang terdapt pada reagen selliwanof). Bila sukrosa dihidrolisis maka akan terpecah dan menghasilkan glukosa dan fruktosa. Sedangkan larutan lainnya menunjukkan hasil negatif.

Ketosa akan didehidrasi lebih cepat dari aldosa. Reaksi seliwanof disebabkan perubahan fruktosa oleh HCl panas menjadi levulinat dan hidroksimetil fultural, selanjutnya kondensasi hikroksimetil dengan resersinal akan menghasilkan senyawa. Sukrosa yang mudah dihidrolisa menjadi glukosa akan memberikan reaksi yang positif. Jika dipanaskan karbohidrat yang mengandung gugus keton akan menghasikan warna merah pada larutannya. Pada sampel yang digunakan, hasil yang menunjukkan karbohidrat yang mengandung gugus keton adalah glukosa dan maltosa karena larutan yang dihasilkan berwarna bening agak kemerahan. Sedangkan pada fruktosa dan sukrosa larutan berwarna kuning atau orange. Fruktosa merupakan ketosa, dan sukrosa terbentuk atas glukosa dan fruktosa, sehingga reaksi dengan pereaksi selliwanof menghasilkan senyawa berwarna jingga atau orange.



Berikut reaksinya :

CH2OH OH O OH OH

+HCl ║ │ │

H CH2OH ───→ H2C— —C—H + → kompleks

OH H │ berwarna merah jingga

OH

5-hidroksimetil furfural resorsinol

Uji seliwanof dapat membedakan sukrosa dan fruktosa karena fruktosa akan diakibatkan oleh asam chlorida panas menjadi asam levulinat dan hidroksimetil fultural, sedangkan sukrosa mudah dihidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa memberikan reaksi yang positif.



6. Tes Iodin

Beberapa polisakarida akan bereaksi dengan lodine untuk memberikan warna. Pati memberikan warna biru gelap, dextrin menghasilkan warna merah, gelikogen memberikan warna coklat kemerahan. Sellulose, disakarida, dan monosakarida tidak memberikan warna dengan lodine.

Pada uji iodine yang dilakukan terhadap glukosa, maltosa, sukrosa dan pati, diperoleh hasil reaksi sebagai berikut:

a. Setetes iodin 0,01 M + satu tetes larutan glukosa: campuran berwarna kuning;

b. Setetes iodin 0,01 M + satu tetes larutan maltosa: campuran berwarna kuning;

c. Setetes iodin 0,01 M + satu tetes larutan sukrosa: campuran berwarna kuning;

d. Setetes iodin 0,01 M + satu tetes larutan pati: campuran berwarna hitam;

Dari hasil tersebut, hanya pati yang menunjukkan reaksi positif bila direaksikan dengan iodine. Hal ini disebabkan karena dalam larutan pati, terdapat unit-unit glukosa yang membentuk rantai heliks karena adanya ikatan dengan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini menyebabkan pati dapat membentuk kompleks dengan molekul iodium yang dapat masuk ke dalam spiralnya, sehingga menyebabkan warna biru tua pada kompleks tersebut. Dalam percobaan, warna biru tua yang terbentuk sangat pekat, mendekati hitam atau berwarna hitam. Sedangkan pada glukosa, sukrosa, dan maltosa tidak bereaksi dengan iodine. Hal ini dibuktikan karena larutannya berwarna kuning bening. Pada uji iodine, kondensasi iodine dengan karbohidrat, selain monosakarida dapat menghasilkan warna yang khas. Amilum dengan iodine dapat membentuk kompleks biru, sedangkan dengan glikogen akan membentuk warna merah.

fi9p19

Warna biru pekat (hitam) pada amilum tersebut merupakan indikasi bahwa terjadi proses hidrdolisis sempurna amilum menjadi glukosa. Sedangkan pada sukrosa, maltosa, dan glukosa tidak terjadi hidrolisis. Hal ini ditunjukkan dengan uji Iodin negatif, karena glukosa, maltosda dan sukrosa jika diuji dengan pereaksi Iodin akan memberikan hasil negative.

Dalam amilum terdiri dari dua macam amilum yaitu amilosa yang tidak larut dalam air dingin dan amilopektin yang larut dalam air dingin. Ketika amilum dilarutkan dalam air, amilosa akan membentuk micelles yaitu molekul-molekul yang bergerombol dan tidak kasat mata karena hanya pada tingkat molekuler. Micelles ini dapat mengikat I2 yang terkandung dalam reagen iodium dan memberikan warna biru khas pada larutan yang diuji. Pada saat pemanasan, molekul-molekul akan saling menjauh sehingga micellespun tidak lagi terbentuk sehingga tidak bisa lagi mengikat I2.







7. Identifikasi terhadap Unknown karbonhidrat

Uji identifikasi terhadap unknown karbohidrat, hanya dilakukan uji Unknown Karbohidrat A dengan reagen Iodin dan Selliwanof. Pada identifikasi terhadap unknown karbohidrat ini, dimaksudkan untuk mengetahui apakah zat-zat yang telah dieksperimenkan atau diuji sebelumnya sama atau terdapat dalam sampel unknown karbohidrat.

Langkah yang dilakukan adalah membuat larutan unknown karbohidrat A ke dalam dua tabung reaksi. Tabung pertama kemudian ditambahkan reagen Selliwanof, dan warnanya tetap bening. Todak terjadi perubahan samapai beberapa saat.

Pada tabung kedua, dilakukan perlakuan: larutan dalam tabung dituangkan dalam cawan penguap, kemudian ditambahkan larutan iodin. Campuran berwarna kuning.

Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa zat-zat uji yang telah diuj pada eksperimen sebelumnya sama dengan zat uji yang ada pada identifikasi unknown karbohidrat ini dan dapat diambil kesimpulan bahwa zat A yang pada awalnya belum diketahui ternyata zat tersebut merupakan maltosa dan glukosa.

VI. Kesimpulan
6.1 Karbohidrat secara kualitatif dapat dikenali dengan melakukan beberapa uji. Karbohidrat memberikan reaksi positif dengan uji molish. Prinsip reaksi ini adalah dehidrasi senyawa karbohidrat oleh asam sulfat pekat.
6.2 Pada ters fermentasi, suhu panas karena air panas menyebabkan enzim rusak, enzim terdenaturasi pada suhu tinggi. Akibatnya reaksi glikolisis tidak berjalan dan ditandai dengan tidak terbentuknya gelembung CO2.
6.3 Pada uji benedict, hasil uji positif ditunjukkan oleh fruktosa, glukosa, maltosa, dan laktosa, sedangkan untuk karbohidrat jenis sukrosa dan pati menunjukkan hasil negatif. Uji positif ditandai dengan terbentuknya larutan hijau, merah, orange atau merah bata serta adanya endapan.
6.4 Dalam percobaan yang dilakukan, tidak terjadi perubahan warna pada campuran larutan Barfoed dengan glukosa, fruktosa, maltose, sukrosa, galaktosa, laktosa maupun pada pati. Warna campuran tetap berwarna biru. Monomer gula bereaksi dengan fosfomolibdat membentuk senyawa berwarna biru.
6.5 Pada pereaksi seliwanoff, terjadi perubahan oleh HCl panas menjadi asm levulinat dan hidroksilmetil furfural. Jika dipanaskan karbohidrat yang mengandung gugus keton akan menghasikan warna merah pada larutannya. Uji seliwanof dapat membedakan sukrosa dan fruktosa karena fruktosa akan diakibatkan oleh asam chlorida panas menjadi asam levulinat dan hidroksimetil fultural, sedangkan sukrosa mudah dihidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa memberikan reaksi yang positif.
6.6 Beberapa polisakarida akan bereaksi dengan lodine untuk memberikan warna. Dari hasil percobaan, hanya pati yang menunjukkan reaksi positif bila direaksikan dengan iodine. Hal ini disebabkan karena dalam larutan pati, terdapat unit-unit glukosa yang membentuk rantai heliks karena adanya ikatan dengan konfigurasi pada tiap unit glukosanya.
6.7 Pada identifikasi terhadap unknown karbohidrat ini, dimaksudkan untuk mengetahui apakah zat-zat yang telah dieksperimenkan atau diuji sebelumnya sama atau terdapat dalam sampel unknown karbohidrat. Unknown A merupakan karbohidrat.

Daftar Pustaka

Campbell, N.A.Reece, J.B.Mitchell, L.G., 2002. Biologi Jilid 1, diterjemahkan oleh R. Lestari dkk., Jakarta: Erlangga.

Feseenden dan Fessenden. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Jakarta: Binarupa Aksara.

Girindra, A. 1983. Biokimia I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hart, Harold. 1983. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.

K. Murray, Robert, dkk. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Penerjemah Maggy Thenawijaya. Jakarta: Erlangga.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB Press.

Team Biokimia. 2009. Petunjuk Praktikum Biokimia. Jember: Jember University Press.

http://qforq.multiply.com/journal/item/2

http://fariedmakmur.wordpress.com/




Identifikasi Karbohidrat(Laporan Praktikum)

I. Identifikasi Karbohidrat
Oleh Kedawung Senja
II. Tujuan Percobaan
1. Untuk memberikan pengalaman dengan melakukan uji umum karbohidrat.
2. Untuk memberikan kepada siswa informasi yang diperlukan untuk mengidentifikaso senyawa karbohidrat tidak dikenal.

III. Tinjauan Pustaka
Karbohidrat sangat akrab dengan kehidupan manusia. Karena ia adalah sumber energi utama manusia. Contoh makanan sehari-hari yang mengandung karbohidrat adalah pada tepung, gandum, jagung, beras, kentang, sayur-sayuran dan lain sebagainya.
Karbohidrat adalah polihidroksildehida dan keton polihidroksil atau turunannya. selian itu, ia juga disusn oleh dua sampai delapan monosakarida yang dirujuk sebagai oligosakarida. Karbohidrat mempunyai rumus umum Cn(H2O)n. Rumus itu membuat para ahli kimia zaman dahulu menganggap karbohidrat adalah hidrat dari karbon.
Karbohidrat, berdasarkan massa, merupkan kelas biomolekul yang paling melimpah di alam. Rumus empiris karbohidrat dapat dituliskan sebagai berikut: Cm(H2O)n atau (CH2O). Tetapi ada juga karbohidrat yang mempunyai rumus empiris tidak seperti rumus diatas, yaitu deoksiribosa, deoksiheksosa dan lain- lain Semua jenis karbohidrat terdiri atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan Oksigen (O). Perbandingan antara hydrogen dan oksigen pada umumnya adalah 2:1 seperti halnya dalam air; oleh karena itu diberi nama karbohidrat. Dalam bentuk sederhana, formula umum karbohidrat adalah CnH2nOn. Hanya heksosa (6-atom karbon), serta pentosa (5-atom karbon), dan polimernya memegang perana penting dalam ilmu gizi.
Lebih lazimnya dikenal sebagai gula, karbohidrat merupakan produk akhir utama penggabungan fotosintetik dari karbon anorganik (CO2) ke dalam zat hidup. Karbohidrat bertindak sebagai sumber karbon untuk sintesis biomolekul lain dan sebagai bentuk cadangan polimerik dari energi. Karbohidrat juga dapat didefinisan sebagai polihidroksialdehid atau polihidroksiketon dan derivatnya. Suatu karbohidtrat merupakan suatu aldehid (-CHO) jika oksigen karbonil berkaitan dengan suatu atom karbon terminal, dan suatu keton (=C=O) jika olsigen karbonil berikatan sengan suatu karbon terminal. Dalam alam, karbohidrat terdapat dalam monosakarida, oligosakarida dan polisakarida.
Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Sedangkan dalam tubuh, karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein.
Kedudukan karbohidrat sangatlah penting pada manusia dan hewan tingkat tinggi lainnya, yaitu sebagai sumber kalori. Karbohidrat juga mempunyai fungsi biologi lainnya yang tak kalah penting bagi beberapa makhluk hidup tingkat rendah, ragi misalnya, mengubah karbohidrat (glukosa) menjadi alkohol dan karbon dioksida untuk menghasilkan energi
C6H12O6 ——> 2C2H5OH + 2CO2 + energi
Beberapa turunan karbohidrat yang penting adalah glulosa, fruktosa dan Deosiribosa. Glukosa disebut juga gula anggur karena terdapat dalam buah anggur, gula darah karena terdapat dalam darah atau dekstrosa karena memutarkan bidang polarisasi kekanan. Glukosa merupakan monomer dari polisakarida terpenting yaitu amilum, selulosa dan glikogen. Glukosa merupakan senyawa organik terbanyak. terdapat pada hidrolisis amilum, sukrosa, maltosa, dan laktosa. Fruktosa terdapat dalam buah2an, merupakan gula yang paling manis. Bersama2 dengan glukosa merupakan komponen utama dari madu. Larutannya merupakan pemutar kiri sehingga fruktosa disebut juga levulosa. Ribosa da 2-deoksiribosa adalah gula pentosa yg membentuk RNA dan DNA.
Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Selulosa berperan sebagai penyusun dinding sel tanaman. Buah-buahan mengandung monosakarida seperti glukosa dan fruktosa.
Beberapa sifat karbohidrat antara lain:
1. Mono dan disakarida memiliki rasa manis yang disebabkan oleh gugus hidroksilnya, oleh karena itu golongan ini disebut gula.
2. Semua jenis karbohidrat akan berwarna merah apabila larutannya (dalam air) dicampur dengan beberapa tetes larutan α-naftol (dalam alcohol) dan kemudian dialirkan pada asam sulfat pekat dengan hati-hati sehingga tidak tercampur. Sifat ini dipakai sebagai dasar uji kualitatif adanya karbohidrat (uji Molisch)
3. Warna biru kehijauan akan timbul apabila larutan karbohidrat dicampur dengan asam sulfat pekat dan anthroe. Warna ini timbul karena terbentuknya furfural dan hidroksi furfural sebagai senyawa derifat dari gula-gula.
Sedangkan sifat-sifat umum karbohidrat menurut Soeharsono (1978), adalah sebagai berikut:
1. Daya mereduksi
Bilamana monosakarida seperti glukosa dan fruktosa ditambahkan ke dalam larutan luff maupun benedict maka akan timbul endapan warna merah bata. Sedangkan sakarosa tidak dapat menyebabkan perubahan warna. Perbedaan ini disebabkan pada monosakarida terdapat gugus karbonil yang reduktif, sedangkan pada sakarosa tidak. Gugus reduktif pada sakarosa terdapat pada atom C nomor 1 pada glukosa sedangkan pada fruktosa pada atom C nomor 2. Jika atom-atom tersebut saling mengikat maka daya reduksinya akan hilang, seperti apa yang terjadi pada sakarosa.
Larutan yang dipergunakan untuk menguji daya mereduksi suatu disakarida adalah larutan benedict. Unsur atau ion yang penting yang terdapat pada larutan tersebut adalah Cu2+ yang berwarna biru. Gula reduksi akan mengubah atau mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu+ (Cu2O) yang mengendap dan berwarna merah bata. Zat pereduksi itu sendiri akan berubah menjadi asam.
2. Pengaruh asam
Monosakarida stabil terhadap asam mineral encer dan panas. Asam yang pekat akan menyebabkan dehidrasi menjadi furfural, yaitu suatu turunan aldehid.
3. Pengaruh alkali
Larutan basa encer pada suhu kamar akan mengubah sakarida. Perubahan ini terjadi pada atom C anomerik dan atom C tetangganya tanpa mempengaruhi atom-atom C lainnya. Jika D-glukosa dituangi larutan basa encer maka sakarida itu akan berubah menjadi campuran: D-glukosa, D-manosa, D-fruktosa. Perubahan menjadi senyawaan tersebut melalui bentuk-bentuk enediolnya. Bilamana basa yang digunakan berkadar tinggi maka akan terjadi fragmentasi atau polimerisasi. Sehingga monosakarida akan mudah mengalami dekomposisi dan menghasilkan pencoklatan non-enzimatis bila dipanaskan dalam suasana basa. Tetapi pada disakarida dalam suasana sedikit basa akan lebih stabil terhadap reaksi hidrolisis. (Soeharsono,1978)
Menurut kompleksitasnya karbohidrat digolongkan sebagai berikut :
1. Monosakarida
Monosakarida adalah monomer gula atau gula yang tersusun dari satu molekul gula berdasarkan letak gugus karbonilnya monosakarida dibedakan menjadi : aldosa dan ketosa. Sedang kan menurut jumlah atomnya dibedakan menjadi : triosa , tetrosa, dll. Monosakarida yang mengandung gugus aldehid dan gugus keton dapat mereduksi senyawa-senyawa pengoksidasi seperti : ferrisianida, hidrogen peroksida dan ion cupro. Pada reaksi ini gula direduksi pada gugus karbonilnya oleh senyawa pengoksidasi reduksi. Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mareduksi. Sifat mereduksi ini disebabkan adanya gugus hidroksi yang bebas dan reaktif. ( lehninger, 1982)

Sifat-sifat monosakarida
1. Semua monosakarida zat padat putih, mudah larut dalam air.
2. Larutannya bersifat optis aktif.
3. Larutan monosakarida yg baru dibuat mengalami perubahan sudut putaran disebut mutarrotasi.
4. Semua monosakarida merupakan reduktor sehingga disebut gula pereduksi.
2. Disakarida
Tersusun oleh dua molekul monosakarida. Jika jumLahnya lebih dari dua disebut oligosakarida ( terdiri dari 2-10 monomer gula ). Ikatan antara dua molekul monosakarida disebut ikatan glikosidik yang terbentuk dari gugus hidroksil dari atom C nomer 1 yang juga disebut karbon nomerik dengan gugus hidroksil pada molekul gula yang lain. Ada tidaknya molekul gula yang bersifat reduktif tergantung dari ada tidaknya gugus hidroksil bebas yang reaktif yang terletak pada atom C nomer 1 sedangkan pada fruktosa teeletak pada atom C nomer 2. Sukrosa tidak mempunyai gugus hidroksil yang reaktif karena kedua gugus reaktifnya sudah saling berikatan. Pada laktosa karena mempunyai gugus hidroksil bebas pada molekul glukosanya maka laktosa bersifat reduktif .
3. Polisakarida
Polisakarida adalah polimer yang tersusun oleh lebih dari lima belas monomer gula. Dibedakan menjadi dua yaitu homopolisakarida dan heteropolisakarida. Monosakarida dan disakarida mempunyai rasa manis, sehingga disebut dengan "gula". Rasa manis ini disebabkan karena gugus hidroksilnya,. Sedangkan Polisakarida tidak terasa manis karena molekulnya yang terlalu besar tidak dapat dirasa oleh indera pengecap dalam lidah (Sudarmadji, 1996).
Ciri- ciri umum Polisakarida, yakni :
• Merupakan polimer unit monosakarida
• Unit monomer bisa :
o Homopolisakarida
o Heteropolisakarida
• Berbeda antara satu dgn yg lain pada unit penyusunnya, ikatan yang menghubungkan, dan rantai cabang yg terbentuk saat bereaksi dengan senyawa lain.
Contoh polisakarida yang penting yakni pati, yang merupakan polimer glukosa terdiri dari 2 macam polisakarida, yakni amilosa yang tidak bercabang, dan amilopektin yang bercabang banyak (C 1-6 setiap 10-30 residu). Bila dihidrolisis akan terbentuk a amilase (endoglikosidase), tidak larut dalam air, sehingga banyak digunakan sebagai bentuk simpanan karbohidrat pada tanaman.
Identifikasi Karbohidrat
1. Uji umum untuk karbohidrat adalah uji Molisch. bila larutan karbohidrat diberi beberapa tetes larutan alfa-naftol, kemudian H2SO4 pekat secukupnya sehingga terbentuk 2 lapisan cairan, pada bidang batas kedua lapisan itu terbentuk cincin ungu.
2. Tes Fermentasi, karbohidrat difermentasikan dengan ragi dalam waktu singkat, tetapi biasanya memerlukan 2-3 jam untuk memperoleh hasil meksimal. Hasli dari inkubasi yang lebih lama memungkinkan aktivitas bakteri.
3. Tes Benedict, yang biasa digunakan sebagai uji aldehid. Tes ini dapat juga digunakan untuk membedakan karbohidrat yang mengandung gugus reduksi dari yang tidak mengandung gugus reduksi. Reagen ini mengandung CuSO4, Natrium sitrat dan natrium karbonat dan didalam alkalin, larutan tersebut tidak mengkatalisis reagen benedict menunjukkan tes positif.
4. Tes Barfoed, reagen ini mengandung tembaga (II) asetat dalam larutan asam laktat. Asam tidak cukup kuat untuk menghidrolisis karbohidrat. Tingkat reaksi yang ditunjukkan dengan perubahan warna dan terjadinya oengendapan adalah berbeda untuk gugus karbohidrat yang berbeda. Dengan demikian, tes ini juga merupakan klasifikasi umum.
5. Reaksi Seliwanoff (khusus menunjukkan adanya fruktosa). Pereaksi seliwanoff terdiri dari serbuk resorsinol + HCl encer. Bila fruktosa diberi pereaksi seliwanoff dan dipanaskan dlm air mendidih selama 10 menit akan terjadi perubahan warna menjadi lebih tua.
6. Tes Iodin, yang akan memberikan perubahan warna bila bereaksi dengan beberapa polisakarida. Pati meberikan warna biru gelap, dextrin memberikan warna merah, glikogen memebrikan warna coklat kemerahan. Selulosa, disakarida dan monosakarida tidak memberikan warna dengan iodine.
7. Tes Asam Galaktarat (music), oksidasi karbohidrat dengan HNO3, menghsilkan asam dikarboksilat. Asam dikarboksilat ini berbeda dalam hal kelarutan dan yang dihasilkan oleh galaktosa adakah tidak larut. Sifat ini membedakan dari karbohidrat lain.

IV. Alat dan Bahan
4.1 Alat yang Dipakai
4.1.1 Tabung reaksi, penangas air, kompor pemanas
4.1.2 Pipet tetes, labu tetes, cawan penguap
4.1.3 Gelas ukur, beaker glass, gelas pengaduk
4.2 Bahan yang Dipakai
4.2.1 H2SO4 pekat, HNO3 pekat
4.2.2 Reagen Molisch, Reagen Barfoed, larutan KI, I2
4.2.3 Reagen Selliewanof, CuSO4, natrium Sitrat, Na2CO3
4.2.4 Glukosa, sukrosa, kanji
4.3 Gambar alat utama yang dipakai dalam percobaan




V. Cara Kerja
5.1 Tes Klasifikasi Umum
a. Tes Molisch

Menambahkan
mencampurkan

memiringkan tabung reaksi
menuangkan dalam tabung


b. Tes Fermentasi

melarutkan

menambahkan dan mencampurkan
diincubasikan (suhu 37o C), mencatat waktu

5.2 Tes Tergantung pada Kemampuan Karbohidrat untuk Mereduksi Logam
a. Tes Benedict

Menambahkan dalam tabung reaksi tahan panas

Mengocok
Meletakkan dalam penangas air mendidih

Mencatat perubahan warna dan transparansi

b. Tes Barfoed

Menambahkan dalam tabung reaksi tahan panas

Mengocok
Meletakkan dalam penangas air mendidih

Meletakkan tabung reaksi dalam air mendidih, 20 menit

Mencatat waktu untuk perubahan warna dan banyaknya endapan

5.3 Tes terhadap Monosakarida
a. Tes Selliwanof

Menambahkan dalam tabung reaksi

Mengocok
Meletakkan dalam penangas air mendidih

Mencatat waktu untuk perubahan warna atau transparansi

Meninggalkan tabung dalam penangas selama 10 menit, mencatat reaksi.

Melakukan tes terhadap glukosa, fruktosa, maltose, sukrosa


b. Tes Iodin

Menambahkan dalam cawan penguap


Mencatat perubahan warna

c. Tes Asam Galaktarat (mucic)

Menambahkan dalam tabung reaksi tahan panas


Meletakkan dalam penangas air mendidih dalam almari asam 1,5 – 2 jam

Memindahkan tabung, semalam atau lebih

Memperhatikan Kristal

d. Tes Oksidasi Glukosa

Meletakkan
Kertas glukosa oksidase

Membiarkan selama 1 menit, mencatat hasil observasi

5.4 Identifikasi Terhadap Unknown Karbohidrat
Mempersiapkan sampel unknown karbohidrat, Mencatat nomer
Menyiapkan


Identifikasi sampel dan senyawanya.